MENDESKRIPSIKAN
SYSTEM ASSASMENT GLOBAL :PISA, TIMSS, DAN PIRLS BAGI PENGEMBANGAN LITERSI
II.
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Tentang PISA
PISA merupakan
singkatan dari Programme
Internationale for Student Assesment yang
merupakan suatu bentuk evaluasi kemampuan dan pengetahuan yang dirancang
untuk siswa usia 15 tahun (Shiel, 2007). PISA sendiri merupakan proyek
dari Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD)
yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2000 untuk bidang membaca,
matematika dan sains. Ide utama dari PISA adalah hasil dari sistem pendidikan
harus diukur dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa dan konsep utamanya
adalah literasi (Neubrand, 2005).
PISA dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, yaitu
pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan seterusnya. Sejak tahun 2000
Indonesia mulai sepenuhnya berpartisipasi pada PISA. Pada tahun 2000
sebanyak 41 negara berpartisipasi sebagai peserta sedangkan pada tahun 2003
menurun menjadi 40 negara dan pada tahun 2006 melonjak menjadi 57 negara.
Jumlah negara yang berpartisipasi pada studi ini meningkat pada tahun 2009
yaitu sebanyak 65 negara. PISA terakhir diadakan pada tahun 2012, dan laporan
mengenai hasil studi ini belum dirilis oleh pihak OECD.
Dalam melakukan studi ini, setiap negara harus
mengikuti prosedur operasi standar yang telah ditetapkan, seperti pelaksanaan
uji coba dan survei, penggunaan tes dan angket, penentuan populasi dan sampel,
pengelolaan dan analisis data, dan pengendalian mutu. Desain dan
implementasi studi berada dalam tanggung jawab konsorsium internasional yang
beranggotakan the Australian Council for Educational
Research (ACER), the Netherlands National Institute for Educational
Measurement (Citogroep), the National Institute for Educational
Policy Research in Japan (NIER), dan WESTAT United States.
2.1.1 Tujuan PISA
Adalah untuk
mengukur prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia
15 tahun di negara-negara peserta. Bagi Indonesia, manfaat yang diperoleh
antara lain adalah untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa Indonesia
bila dibandingkan denga prestasi literasi siswa di negara lain dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dasar penilaian
prestasi literasi membaca, matematika, dan sains dalam PISA memuat pengetahuan
yang terdapat dalam kurikulum dan pengetahuan yang bersifat lintas kurikulum.
Masing-masing literasi yang diukur adalah sebagai berikut:
-
Membaca: memahami, menggunakan, dan
merefleksikan dalam bentuk tulisan
- Matematika:
mengidentifikasikan dan memahami serta menggunakan dasar-dasar matematika yang
diperlukan seseorng dalam menghadapi kehidupan sehari-hari
-
Sains: menggunakan pengetahuan dan
mengidentifikasi masalah untuk memahami fakta-fakta dan membuat keputusan
tentang alam serta perubahan yang terjadi pada lingkungan
2.1.2 Survey PISA
Menurut OECD Pertanyaan-pertanyaan
PISA terdiri dari bahan stimulus seperti
teks, tabel dan / atau grafik, diikuti dengan pertanyaan tentang
berbagai aspek tabel, teks atau grafik. Pertanyaan menggunakan format yang berbeda: beberapa pilihan
ganda, beberapa memerlukan jawaban
pendek dan beberapa lebih panjang dijawab oleh respon. Siswa memiliki
dua jam untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Selain itu siswa diberi kuesioner
terpisah yang berisi pertanyaan tentang keluarga mereka dan aspek yang
berbeda dari pembelajaran mereka,termasuk
sikap mereka, aspirasi dan strategi pembelajaran.
2.1.3 Hasil
PISA
Menurut OECD skor hasil
tes PISA menggunakan pedoman penilaian rinci untuk tidak
memberikan kredit, kredit parsial atau kredit penuh
untuk setiap jawaban. Hasil yang diperoleh dengan cara ini
dianalisis untuk melihat jawaban yang menarik. Selain kinerja
siswa di negara-negara yang berbeda, hasilnya juga
dianalisis dengan memperhatikan faktor-faktor lain
seperti jenis kelamin, latar belakang sosial ekonomi dan
perbedaan antar sekolah. Salah satu fitur kunci dari PISA
adalah yang orientasi kebijakan, dengan metode
desain dan pelaporan ditentukanoleh kebutuhan pemerintah untuk menarik
kebijakan pendidikan. Hal ini tidak mungkin untuk menghubungkan
informasi yang berbeda dikumpulkan dari siswa dan sekolah sebagai penyebab langsung
dari hasil PISA, tapi mungkin untuk membandingkan tingkat asosiasiberbagai
faktor di negara-negara yang berbeda dengan hasil pendidikan.
2.1.4 PISA, UN dan KTSP
Jika kita
membahas ketiga hal ini, PISA, UN dan KTSP tidak dapat dipisahkan dengan
evaluasi pembelajaran. Secara ringkas dapat kita katakan bahwa PISA, UN
merupakan tahapan evaluasi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan peserta
didik, dimana kedua hal tersebut dibedakan oleh tingkatan proses pengukuran,
sebaran data, dan tujuan pengukuran. PISA digunakan untuk pengukuran kemampuan
siswa ditingkat internasional dengan materi pengukuran sains, matematika, dan
bahasa inggris dengan sebaran data acak untuk setiap negara, tujuan pengukuran
untuk membantu para siswa (generasi masa depan) untuk memikirkan masalah bangsa
dan negaranya serta dunia. Sedangkan orientasi UN lebih cenderung kepada kuantitas
lulusan, bukan kualitas individu, materi yang di ujikan matematika, bahasa
indonesia, bahasa inggris, sains (biologi, fisika, kimia) serta sosial
(ekonomi, geografi).Sedangkan KTSP merupakan kurikulum yang menjadi acuan
pelaksanaan pembelajaran di indonesia (UN) dimana kurikulum atau pedoman
pengevaluasian pada PISA kurang lebih memiliki kesamaan dengan KTSP. (Yunengsih
: 2008)
The
intended curriculum (Kurikulum Kebijakan Nasional) berada pada tingkat
pendidikan nasional. Intended curriculum secara harfiah dapat
diterjemahkan sebagai kurikulum nasional di anggap sebagai kebijakan nasional
dan resmi yang merefleksikan visi pemerintah, rencana pembelajaran, dan sanksi
untuk tujuan pendidikan (Robitaille et al., 1993; Schmidt et al.,) dalam
yunengsih : 2008. Intended curriculum yang ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). KTSP adalah
kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum berbasis kompetensi.
The
implemented curriculum (Kurikulum Tingkat Pelaksanaan) berada pada level
sekolah. Implemented curriculum adalah kurikulum yang digunakan dalam
buku teks atau kurikulum yang berasal dari strategi pengajaran yang dilakukan
oleh guru (Scmidt et al., 1997) dalam yunengsih 2008. The attained
curriculum (Kurikulum Tingkat Pencapaian) adalah kurikulum yang berada
pada tingkatan siswa dan mengukur pencapaian oleh siswa. Pemerintah Indonesia
menerapkan UN sebagai instrumen pengukur pencapaian pendidikan. Dengan kata
lain, attained curriculum yang di terapkan di Indonesia di wakili
oleh UN.Untuk lebih jelas dapat dipaparakan ringkasannya sebagai berikut :
A. KTSP
KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi sekolah/daerah,
karakteristik sekolah/daerah, social budaya masyarakat setempat dan karakteristik peserta didik.( Mulyasa, 2010).
Sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite madrasah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan
di bawah supervise dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan di SD, SMP, SMA dan SMK serta Departemen yang menanganiurusanpemerintahan di bidang agama untuk MI,
MTs, MA dan MAK.
KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan banyak melibatkan peran
guru dalam penanggung jawabannya.
Penyempurnaankurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan
agar system pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif. Hal tersebut juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 35 dan 36 yang menekan kanperlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan
yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-UndangNomor 20 Tahun 2003 TentangSistemPendidikanNasionalPasal36
:
- Pengembangan Kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan nasional
- Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan potensi daerah dan peserta didik.
- Kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan stan dari siserta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.
Berkaitan dengan standar nasional pendidikan pemerintah telah menetapkan delapan aspek pendidikan yang harus distandarkan yang saat ini telah dirampungkan dua
standard yang siap dilaksanakan dalam pembelajaran
di sekolah yaitu standarisi dan standar kompetensi lulusan
(SKL).
B.
UjianNasional
Definisi Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran danpenilaian kompetensi pesertadidik secaranasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah
(Wikipedia). Ujian Nasional adalah system ujian
yang digunakan untuk mengetes kemampuan memilih A, B, C, D, atau E berdasarkan kemampuan menggunakan insting liar semata. Ujian Nasional biasa disebut
UAN atau UN merupakan sebuah usaha dari Depdiknas untuk menentukan suatu standar manusia sempurna. Ujian Akhir Nasional atau biasa disebut
UAN adalah bentuk ujian yang akan menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, untuk dapat melanjutkan kejenjang pendidikan
yang lebih tinggi atau tidak,
dengan mengacu pada kompensi lulusan secara nasional pada mata pelajaranter tentu dalam kelompok matapelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
TujuanDilaksanakannya UN
Adalah menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
KegunaanHasil UN
1. Pemetaanmutu
program dan/atausatuanpendidikan
2. Dasarseleksimasukjenjangpendidikanberikutnya;
3. Penentuankelulusanpesertadidikdarisatuanpendidikan;
4. Dasarpembinaandanpemberianbantuankepadasatuanpendidikandalamupayameningkat kanmutu pendidikan
(BSNP, UjianNAsional 2011)
2.2 Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS)
1. Sekilas Tentang TIMSS
Salah satus studi internasional untuk mengevaluasi pendidikan khusus untuk hasil belajar peserta didik yang
berusia 14 tahun
pada
jenjang
sekolah
menengah
pertama (SMP)
yang diikuti
oleh Indonesia adalah Trends in International Mathematics
and Science Study (TIMSS). TIMMS adalah studi yang
berlangsung
selama
empat
tahun
sekali, dan
pertama kali dilakukan oleh IEA ( The International Association For The
Evaluation of Educational) yang merupakan organisasi
yang bergerak
dibidang
penilaian
dan
pengukuran
pendidikan
dan
berkedudukan di Belanda. Level yang dinilaidalam TIMSS adalah siswa kelas 4 dan
8. Di setiap level menilai sekitar 4.000 siswa dari setiap Negara peserta.
TIMSS
dirancang
untuk
meneliti
pengetahuan
dan
kemampuan
matematika
dan
sains anak-anak berusia 14
tahun
beserta
informasi yang berasal dari peserta didik, guru, dan kepala sekolah. Indonesia
menjadi
salah
satu
pesertapadatahun 1999. Keikut sertaan Indonesia untuk mengetahui kemampuan peserta didik Indonesia di bidang matematika dan sains berdasarkan benckmark internasional
2. Tujuan TIMSS
Tujuan dilakukannya
TIMSS adalah
untuk
mengukur
kemampuan
matematika
dan
sains peseta didik kelas 4 dan 8. Hasil capain TIMSS
dapat
digunakan
untuk
mengevaluasi proses pendidikan negara peserta TIMSS. Tujuan Indonesia menjadi peserta adalah untuk mendapatkan informasi tentang kemampuan peserta didik pada kelas 8 di
bidang
matematika
dansain
berdasarkan
benchmark
internasional. Hasil studi TIMSS diharapkan dapat digunakan dalam perumusan kebijakan untuk peningkatan mutu pendidikan khususnya Matematika dan Sains.
2.3 Pengertian
PIRLS
PIRLS
(Progress in International Reading Literacy Study) adalah studi literasi
membaca yang dirancang untuk mengetahui kemampuan anak sekolah dasar dalam
memahami bermacam ragam bacaan. Penilaiannya difokuskan pada dua tujuan membaca
yang sering dilakukan anak-anak, baik membaca di sekolah maupun di rumah, yaitu
membaca cerita/karya sastra dan membaca untuk memperoleh dan menggunakan
informasi.
Kedua
tujuan membaca ini telah dijadikan panduan dalam memilih bahan bacaan yang ada
dalam masing-masing soal. Masing-masing bacaan yang terpilih memiliki
karakteristik yang berbeda yang digunakan sesuai dengan kedua tujuan membaca di
atas. Untuk masing-masing tujuan tersebut, diberikan empat jenis proses
memahami bahan bacaan, yaitu mencari informasi yang dinyatakan secara
eksplisit; menarik kesimpulan secara langsung; menginterpretasikan dan
mengintegrasikan gagasan dan informasi; dan menilai dan menelaah isi bacaan,
penggunaan bahasa, dan unsur-unsur teks. Setiap pertanyaan dirancang untuk
menguji salah satu proses kemampuan membaca tersebut.
2.3.1 Literasi
Membaca
Literasi
membaca adalah salah satu kemampuan utama yang diperoleh para siswa pada proses
perkembangan awal mereka di bangku sekolah dan kemudian menjadi landasan untuk
belajar mata pelajaran lainnya. Kemampuan dasar ini juga dapat mereka gunakan
untuk bersenang-senang dengan membaca buku yang menarik perhatian mereka, serta
yang lebih penting lagi, sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan
intelektualitasnya, kemampuan dasar ini dapat digunakan untuk survive dalam
kehidupan nyata di masyarakat luas. Karena demikian pentingnya kemampuan ini
bagi perkembangan generasi muda ini, IEA melakukan suatu siklus studi yang
berkesinambungan tentang literasi membaca ini dan faktor-faktor yang berhubungan
dengannya pada negara-negara di seluruh dunia. PIRLS ini dirancang untuk
mengukur kecenderungan pada prestasi membaca literasi siswa dalam siklus lima
tahunan, pertama diselenggarakan pada tahun 2001, berikutnya tahun 2006, dan
seterusnya direncanakan untuk tahun 2011. Aspek-aspek Literasi membaca,
PIRLS menaruh perhatian pada tiga aspek dalam kegiatan membaca, yaitu.
-
proses pemahaman
(processes of comprehension)
-
tujuan membaca
(purposes for reading)
-
perilaku dan sikap
membaca (reading behaviors and attitudes)
2.4 Literasi
Sains
Literasi IPA ( scientific literacy ) didefinisikan
sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi
pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta
dan membuat keputuan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia
(OECD, 2003). Menurut Suhendra Yusuf (2003), literasi sains penting untuk
dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami
lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi
oleh masyarakat moderen yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan
serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Literasi sains terbentuk dari 2
kata, yaitu literasi dan sains. Secara harfiah literasi berasal dari kata Literacy
yang berarti melek huruf/gerakan pemberantasan buta huruf (Echols &
Shadily, 1990). Sedangkan istilah sains berasal dari bahasa inggris Science yang
berarti ilmu pengetahuan. Pudjiadi (1987) mengatakan bahwa: “sains merupakan
sekelompok pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari
pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan
bereksperimen menggunakan metode ilmiah”.
Literasi sains yaitu suatu ilmu
pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang akan
memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan yang
dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan
ekonomi, termasuk di dalamnya kemampuan spesifik yang dimilikinya. Literasi
sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi
kebutuhan masyarakat (Widyatiningtyas, 2008).
Antara sains dan teknologi saling
melengkapi satu dengan yang lainnya. Penemuan dalam sains memungkinkan
pengembangan teknologi, dan teknologi menyediakan instrument yang baru lagi
yang memungkinkan mengadakan observasi dan eksperimentasi dalam sains. Hurd
dalam tulisannya yang berjudul “A Rationale for Science, Technology, and
Society Theme in Science Education”, mengutip pendapat Price yang
menyatakan teknologi yang tinggi berdasarkan sains, sains modern ditunjang oleh
penemuan teknologi (Hurd, 1985 : 98, dalam buku Hakekat pendekatan science and
society dalam pembelajaran sains). Pada abad ke-20 ini, pengembangan sains
sangat ditunjang oleh penemuan teknologi (Fischer, 1975:77). Pengembangan atau
inovasi teknologi diarahkan untuk kesejahteraan manusia. Masalah yang dihadapi
masyarakat akan lebih mudah ditanggulangi dengan menggunakan hasil teknologi.
Walaupun demikian, teknologi mempunyai keterbatasan. Artinya, penerapan suatu
teknologi di lingkungan kita akan menimbulkan dampak negatif selain dampak
positif. Dengan demikian hendaknya perubahan pendidikan sains harus
merefleksikan atau mengarahkan kepada hubungan antara sains dan teknologi
dengan masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
2.5
Pengertian
Asesmen Menurut Para Ahli
Asesmen
adalah proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi
untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai
bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. (James A. Mc.
Lounghlin dan Rena B Lewis).
Asesmen
adalah proses yang sistimatis dalam mengumpulkan data seseorang anak yang
berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat
itu. Mengumpulkan informasi yang relevan, sebagai bahan untuk menentukan apa
yang sesungguhnya dibutuhkan, dan menerapkan seluruh proses pembuatan keputusan
tersebut (Mcloughlin dan Lewis, 1986:3; Rochyadi & Alimin 2003:44; Sodiq,
1996; Fallen dan Umansky, 1988 dalam Sunardi dan Sunaryo, 2006:80).
Asesmen
adalah meliputi kegiatan mengidentifikasi masalah dan menyeleksi target
intervensi; memilih dan mendesain program treatmen; mengukur dampak treatmen
yang diberikan secara terus menerus; mengevaluasi hasil-hasil umum dan
ketepatan dari terapi. (Bomstein dan Kazdin, 1985).
Jika kita meneliti pengertian asesmen dari para ahli
tersebut, maka ada beberapa kesamaan yakni adanya proses mengumpulkan informasi
mengenai anak untuk kemudian dicari tahu tentang kebutuhannya. Sehingga saya
menarik kesimpulan dan mengaitkannya bahwa asesmen adalah “proses mengumpulkan
data atau informasi untuk dapat mengukur dan menilai kemampuan atau kelebihan
serta kesulitan atau kelemahan yang akan diseleksi pada diri anak sehingga mengetahui
apa yang dibutuhkan anak dalam perkembangannya”.Namun yang harus diketahui
bahwa sebelum melakukan kegiatan asesmen kita harus melakukan identifikasi
kepada anak, untuk menemu kenali atau mengenal, menandai sesuatu apakah anak
mempunyai kelainan atau masalah.
2.5.1
Seputar Pengertian Asesmen Diri
Menurut Rolheiser dan Ross (2005), asesmen
diri adalah suatu cara untuk melihat kedalam diri sendiri. Melalui asesmen diri
siswa dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya
kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal).
Dengan demikian, siswa lebih bertanggungjawab terhadap proses dan pencapaian
tujuan belajarnya. Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan
asesmen diri merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu pemahaman bahwa apa yang
dilakukan dan dihasilkan siswa tersebut memang merupakan hal yang berguna bagi
diri dan kehidupannya.
Rolheiser dan Ross mengajukan suatu model
teoretik untuk menunjukkan kontribusi asesmen diri terhadap pencapaian tujuan.
Model tersebut menekankan bahwa, ketika mengases sendiri performansinya, siswa
terdorong untuk menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals).
Untuk itu, siswa harus melakukan usaha yang lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan
prestasi (achievement); selanjutnya prestasi ini berakibat pada
judgment terhadap diri (self-judgment)
melalui kontemplasi seperti pertanyaan, ‘Apakah tujuanku telah tercapai’?
Akibatnya timbul reaksi (self-reaction)
seperti ‘Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?’Belakangan ini, asesmen diri
sebagai salahsatu cara asesmen otentik banyak dibicarakan. Dunia global yang
menciptakan persaingan, menuntut setiap orang untuk memiliki kompetensi yang
tinggi agar dapat eksis dalam persaingan tersebut. Untuk itu, setiap orang
harus terbiasa melakukan evaluasi terhadap dirinya – apa yang telah dicapai,
apa yang belum; bila gagal mencapai sesuatu dimana letak penyebabnya, dan apa
yang harus dilakukan untuk mencapai sukses.
Hal di atas juga sangat penting untuk
dipupuk dalam proses belajar. Asesmen diri adalah suatu unsur metakognisi yang
sangat berperan dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar asesmen diri dapat
berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross menyarankan agar siswa dilatih untuk
melakukannya. Empat langkah dalam berlatih melakukan asesmen diri,
yaitu:
1.
Libatkan
semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian,
2.
Pastikan
semua siswa tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai
kinerjanya,
3.
Berikan
umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan
4.
Arahkan mereka untuk mengembangkan
sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.
Menentukan kriteria penilaian. Guru
mengajak siswa bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam
bentuk sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat
dilakukan. Kriteria ini dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan
kata lain, kriteria penilaian adalah target pencapaian, sedangkan proses
mencapai kriteria tersebut dipantau dengan menggunakan ceklis asesmen diri.
Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan mengembangkan rubrik
penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis asesmen diri dikembangkan berdasarkan
hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya (lihat contoh-contoh kriteria
penilaian dan ceklis evaluasi diri).
Ada kendala-kendala potensial yang dapat
dialami seorang guru yang baru memulai menggunakan kegiatan asesmen diri dalam
pembelajarannya. Marhaeni (2007) menyebutkan tiga, yaitu kendala budaya,
kendala psikologis, dan kendala pedagogis. Secara kultural, masyarakat
pendidikan kita masih top-down oriented dan kurang bernuansa demokratis;
sehingga dalam asesmen siswa merasa tidak berhak melakukan asesmen sebab yang
berhak melakukan itu (dan secara tradisional terjadi) adalah guru, bukan siswa.
Secara psikologis, siswa merasa tidak yakin dapat menilai kinerjanya sendiri
sebab bagi mereka, orang yang melakukan suatu penilaian harus tahu apa yang
benar sedangkan mereka sendiri masih dalam proses belajar. Kedua potensi kendala
ini, jika terjadi, menimbulkan kendala lain, yaitu kendala pedagogik bagi guru.
Guru harus menemukan cara-cara yang tepat untuk dapat melatih siswa melakukan
asesmen diri, terutama meyakinkan mereka bahwa mereka mampu melakukannya.
2.5.2 Asesmen Berbasis Kompetensi
Asesmen diartikan sebagai prosedur yang digunakan
untuk mendapatkan informasi tentang prestasi
atau kinerja seseorang yang hasilnya akan digunakan untuk evaluasi.
Asesmen dilakukan untuk mengetahui seberapa tinggi kinerja atau prestasi
seseorang. Informasi tersebut diperoleh dari data yang diperoleh melalui
kegiatan tes dan nontes (Pedoman Pengembangan Sistem Asesmen, 2004).
Prosedur asesmen
berbasis kompetensi, meliputi serangkaian kegiatan sebagai berikut : (a)
menentukan kompetensi yang akan diases dan kriterianya,
(b) mengumpulkan data berupa
bukti-bukti kinerja mahasiswa melalui
kegiatan tes dan atau nontes,
(c)
mencocokkan bukti kinerja dengan kompetensi yang ingin dicapai,
(d) mengklasifikasikan mahasiswa
menjadi kompeten dan belum kompoten berdasarkan bukti kinerja mahasiswa, dan
(e)
memberi tanda lulus bagi yang memenuhi persyaratan.
Berdasarkan
prosedur tersebut, maka mahasiswa yang sudah kompeten akan diberi tanda lulus
oleh dosen pengajarnya, sedangkan yang belum lulus diberikan remedi sampai
mahasiswa yang bersangkutan memenuhi indikator pencapaian kompetensi yang telah
ditetapkan.
2.5.3
Karakteristik
Asesmen Berbasis Kompetensi
Ada beberapa hal yang mencirikan asesmen sebagai
asesmen berbasis kompetensi. Secara rinci, bisa dinyatakan sebagai
berikut. (1) Asesmen berbasis kompetensi
berfokus pada kompetensi bukan pada masukan atau proses. Asesmen berbasis kompetensi diarahkan untuk
menentukan penguasaan peserta didik atas
kompetensi yang harus dikuasainya, bukan pada bagaimana cara ia mencapai
tingkat penguasaan itu. Dengan kata lain, asesmen berbasis kompetensi lebih
tertarik pada penguasaan kompetensi sebagai hasil pembelajaran atau pendidikan
dibandingkan dengan proses bagaimana mahasiswa mencapai kompetensi
tersebut. (2) Asesmen dilaksanakan untuk setiap individu
(Hopkin, 1992). Asesmen berbasis kompetensi ditujukan untuk menentukan apakah
seseorang telah atau belum menguasasi kompetensi tertentu yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, asesmen berbasis kompetensi dilakukan untuk setiap
peserta didik, bukan pada kemampuan kelompok atau kelas tertentu. Kegiatan
asesmen bisa dilakukan dalam situasi kelompok (misalnya untuk mengases
kemampuan kerjasama dalam memecahkan suatu masalah), namun sasaran penilaian
tetap pada kemampuan setiap anggota kelompok secara individual. (3) Asesmen
berbasis kompetensi tidak membandingkan keberhasilan seseorang dengan orang
lain. (4) Memungkinkan
mahasiswa melakukan evaluasi diri.
(5) Asesmen bersifat terbuka,
holistik, integratif dan otentik (O’Malley dan Pierce, 1996). (6) Kelulusan
diperoleh jika semua standar/kriteria kompetensi utama sudah dicapai. (7)
Kelulusan dinyatakan dalam satu dari dua kemungkinan, yaitu kompeten
atau tidak kompeten.
Dalam asesmen berbasis kompetensi,
seseorang dinyatakan lulus jika ia telah menguasasi seluruh kompetensi
yang dipersyaratkan. Jika salah satu
(atau lebih) kompetensi utama ada
yang belum dikuasasi maka
yang bersangkutan dinyatakan belum atau tidakkompeten.