Kamis, 28 Januari 2016

MENDESKRIPSIKAN SYSTEM ASSASMENT GLOBAL :PISA, TIMSS, DAN PIRLS BAGI PENGEMBANGAN LITERSI



 MENDESKRIPSIKAN SYSTEM ASSASMENT GLOBAL :PISA, TIMSS, DAN PIRLS BAGI PENGEMBANGAN LITERSI 


II.                PEMBAHASAN

2.1     Gambaran Tentang PISA
PISA merupakan singkatan dari Programme Internationale for Student Assesment yang merupakan suatu bentuk evaluasi kemampuan dan pengetahuan yang dirancang untuk  siswa usia 15 tahun (Shiel, 2007). PISA sendiri merupakan proyek dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2000 untuk bidang membaca, matematika dan sains. Ide utama dari PISA adalah hasil dari sistem pendidikan harus diukur dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa dan konsep utamanya adalah literasi (Neubrand, 2005).
PISA dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, yaitu pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan seterusnya.  Sejak tahun 2000 Indonesia mulai sepenuhnya berpartisipasi pada PISA. Pada tahun 2000 sebanyak 41 negara berpartisipasi sebagai peserta sedangkan pada tahun 2003 menurun menjadi 40 negara dan pada tahun 2006 melonjak menjadi 57 negara. Jumlah negara yang berpartisipasi pada studi ini meningkat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 65 negara. PISA terakhir diadakan pada tahun 2012, dan laporan mengenai hasil studi ini belum dirilis oleh pihak OECD.
Dalam melakukan studi ini, setiap negara harus mengikuti prosedur operasi standar yang telah ditetapkan, seperti pelaksanaan uji coba dan survei, penggunaan tes dan angket, penentuan populasi dan sampel, pengelolaan dan analisis data, dan pengendalian mutu. Desain dan implementasi studi berada dalam tanggung jawab konsorsium internasional yang beranggotakan the Australian Council for Educational Research (ACER), the Netherlands National Institute for Educational Measurement (Citogroep), the National Institute for Educational Policy Research in Japan (NIER), dan WESTAT United States.
2.1.1    Tujuan PISA
Adalah untuk mengukur prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun di negara-negara peserta. Bagi Indonesia, manfaat yang diperoleh antara lain adalah untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa Indonesia bila dibandingkan denga prestasi literasi siswa di negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dasar penilaian prestasi literasi membaca, matematika, dan sains dalam PISA memuat pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum dan pengetahuan yang bersifat lintas kurikulum. Masing-masing literasi yang diukur adalah sebagai berikut:
-     Membaca: memahami, menggunakan, dan merefleksikan dalam bentuk tulisan
-     Matematika: mengidentifikasikan dan memahami serta menggunakan dasar-dasar matematika yang diperlukan seseorng dalam menghadapi kehidupan sehari-hari
-     Sains: menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi masalah untuk memahami fakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam serta perubahan yang terjadi pada lingkungan
2.1.2    Survey PISA
Menurut OECD Pertanyaan-pertanyaan  PISA terdiri dari bahan stimulus seperti teks, tabel dan / atau grafik, diikuti dengan pertanyaan tentang berbagai aspek tabel, teks atau grafik. Pertanyaan menggunakan format yang berbeda:  beberapa pilihan ganda, beberapa memerlukan jawaban pendek dan beberapa lebih panjang dijawab oleh respon. Siswa memiliki dua jam untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Selain itu siswa diberi kuesioner terpisah yang berisi pertanyaan tentang keluarga mereka dan aspek yang berbeda dari pembelajaran mereka,termasuk sikap mereka, aspirasi dan strategi pembelajaran.

2.1.3    Hasil PISA

Menurut OECD skor hasil tes PISA  menggunakan pedoman penilaian rinci untuk tidak memberikan kredit, kredit parsial atau kredit penuh untuk setiap jawaban. Hasil yang diperoleh dengan cara ini dianalisis untuk melihat jawaban yang menarik. Selain kinerja siswa di negara-negara yang berbeda, hasilnya juga dianalisis dengan memperhatikan faktor-faktor lain seperti jenis kelamin, latar belakang sosial ekonomi dan perbedaan antar sekolah. Salah satu fitur kunci dari PISA adalah yang orientasi kebijakan, dengan metode desain dan pelaporan ditentukanoleh kebutuhan pemerintah untuk menarik  kebijakan pendidikan. Hal ini tidak mungkin untuk menghubungkan informasi yang berbeda dikumpulkan dari siswa dan sekolah sebagai penyebab langsung dari hasil PISA, tapi mungkin untuk membandingkan tingkat asosiasiberbagai faktor di negara-negara yang berbeda dengan hasil pendidikan.

2.1.4    PISA, UN dan KTSP

Jika kita membahas ketiga hal ini, PISA, UN dan KTSP tidak dapat dipisahkan dengan evaluasi pembelajaran. Secara ringkas dapat kita katakan bahwa PISA, UN merupakan tahapan evaluasi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan peserta didik, dimana kedua hal tersebut dibedakan oleh tingkatan proses pengukuran, sebaran data, dan tujuan pengukuran. PISA digunakan untuk pengukuran kemampuan siswa ditingkat internasional dengan materi pengukuran sains, matematika, dan bahasa inggris dengan sebaran data acak untuk setiap negara, tujuan pengukuran untuk membantu para siswa (generasi masa depan) untuk memikirkan masalah bangsa dan negaranya serta dunia. Sedangkan orientasi UN lebih cenderung kepada kuantitas lulusan, bukan kualitas individu, materi yang di ujikan matematika, bahasa indonesia, bahasa inggris, sains (biologi, fisika, kimia) serta sosial (ekonomi, geografi).Sedangkan KTSP merupakan kurikulum yang menjadi acuan pelaksanaan pembelajaran di indonesia (UN) dimana kurikulum atau pedoman pengevaluasian pada PISA kurang lebih memiliki kesamaan dengan KTSP. (Yunengsih : 2008)

The intended curriculum (Kurikulum Kebijakan Nasional) berada pada tingkat pendidikan nasional. Intended curriculum secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai kurikulum nasional di anggap sebagai kebijakan nasional dan resmi yang merefleksikan visi pemerintah, rencana pembelajaran, dan sanksi untuk tujuan pendidikan (Robitaille et al., 1993; Schmidt et al.,) dalam yunengsih : 2008. Intended curriculum yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum berbasis kompetensi.

The implemented curriculum (Kurikulum Tingkat Pelaksanaan) berada pada level sekolah. Implemented curriculum adalah kurikulum yang digunakan dalam buku teks atau kurikulum yang berasal dari strategi pengajaran yang dilakukan oleh guru (Scmidt et al., 1997) dalam yunengsih 2008. The attained curriculum (Kurikulum Tingkat Pencapaian) adalah kurikulum yang berada pada tingkatan siswa dan mengukur pencapaian oleh siswa. Pemerintah Indonesia menerapkan UN sebagai instrumen pengukur pencapaian pendidikan. Dengan kata lain, attained curriculum yang di terapkan di Indonesia di wakili oleh UN.Untuk lebih jelas dapat dipaparakan ringkasannya sebagai berikut :

A.      KTSP
KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, social budaya masyarakat setempat dan karakteristik peserta didik.( Mulyasa, 2010).

Sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite madrasah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervise dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan di SD, SMP, SMA dan SMK serta Departemen yang menanganiurusanpemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA dan MAK.

KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan banyak melibatkan peran guru dalam penanggung jawabannya. Penyempurnaankurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar system pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif. Hal tersebut juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 35 dan 36 yang menekan kanperlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-UndangNomor 20 Tahun 2003 TentangSistemPendidikanNasionalPasal36 :
-     Pengembangan Kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan nasional
-     Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan potensi daerah dan peserta didik.
-     Kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan stan dari siserta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.

Berkaitan dengan standar nasional pendidikan pemerintah telah menetapkan delapan aspek pendidikan yang harus distandarkan yang saat ini telah dirampungkan dua standard yang siap dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah yaitu standarisi dan standar kompetensi  lulusan (SKL).

B.       UjianNasional

Definisi Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran danpenilaian kompetensi pesertadidik secaranasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah (Wikipedia). Ujian Nasional adalah system ujian yang digunakan untuk mengetes kemampuan memilih A, B, C, D, atau E berdasarkan kemampuan menggunakan insting liar semata. Ujian Nasional biasa disebut UAN atau UN merupakan sebuah usaha dari Depdiknas untuk menentukan suatu standar manusia sempurna. Ujian Akhir Nasional atau biasa disebut UAN adalah bentuk ujian yang akan menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, untuk dapat melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi atau tidak, dengan mengacu pada kompensi lulusan secara nasional pada mata pelajaranter tentu dalam kelompok matapelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

TujuanDilaksanakannya UN

Adalah menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

KegunaanHasil UN

1. Pemetaanmutu program dan/atausatuanpendidikan
2. Dasarseleksimasukjenjangpendidikanberikutnya;
3. Penentuankelulusanpesertadidikdarisatuanpendidikan;
4. Dasarpembinaandanpemberianbantuankepadasatuanpendidikandalamupayameningkat kanmutu pendidikan (BSNP, UjianNAsional 2011)

2.2    Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)

1.      Sekilas Tentang TIMSS

Salah satus studi internasional untuk mengevaluasi pendidikan khusus untuk hasil belajar peserta didik yang berusia 14 tahun pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP) yang diikuti oleh Indonesia adalah Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). TIMMS adalah studi yang berlangsung selama empat tahun sekali, dan pertama kali dilakukan oleh IEA ( The International Association For The Evaluation of Educational) yang merupakan organisasi yang bergerak dibidang penilaian dan pengukuran pendidikan dan berkedudukan di Belanda. Level yang dinilaidalam TIMSS adalah siswa kelas 4 dan 8. Di setiap level menilai sekitar 4.000 siswa dari setiap Negara peserta.

TIMSS dirancang untuk meneliti pengetahuan dan kemampuan matematika dan sains anak-anak berusia 14 tahun beserta informasi yang berasal dari peserta didik, guru, dan kepala sekolah. Indonesia menjadi salah satu pesertapadatahun 1999. Keikut sertaan Indonesia untuk mengetahui kemampuan peserta didik Indonesia di bidang matematika dan sains berdasarkan benckmark internasional

2.      Tujuan TIMSS

Tujuan dilakukannya TIMSS adalah untuk mengukur kemampuan matematika dan sains peseta didik  kelas 4 dan 8. Hasil capain TIMSS dapat digunakan untuk mengevaluasi proses pendidikan negara peserta TIMSS. Tujuan Indonesia menjadi peserta adalah untuk mendapatkan informasi tentang kemampuan peserta didik pada kelas 8 di bidang matematika dansain berdasarkan benchmark internasional. Hasil studi TIMSS diharapkan dapat digunakan dalam perumusan kebijakan untuk peningkatan mutu pendidikan  khususnya Matematika dan Sains.

2.3       Pengertian PIRLS

PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) adalah studi literasi membaca yang dirancang untuk mengetahui kemampuan anak sekolah dasar dalam memahami bermacam ragam bacaan. Penilaiannya difokuskan pada dua tujuan membaca yang sering dilakukan anak-anak, baik membaca di sekolah maupun di rumah, yaitu membaca cerita/karya sastra dan membaca untuk memperoleh dan menggunakan informasi.

Kedua tujuan membaca ini telah dijadikan panduan dalam memilih bahan bacaan yang ada dalam masing-masing soal. Masing-masing bacaan yang terpilih memiliki karakteristik yang berbeda yang digunakan sesuai dengan kedua tujuan membaca di atas. Untuk masing-masing tujuan tersebut, diberikan empat jenis proses memahami bahan bacaan, yaitu mencari informasi yang dinyatakan secara eksplisit; menarik kesimpulan secara langsung; menginterpretasikan dan mengintegrasikan gagasan dan informasi; dan menilai dan menelaah isi bacaan, penggunaan bahasa, dan unsur-unsur teks. Setiap pertanyaan dirancang untuk menguji salah satu proses kemampuan membaca tersebut.

2.3.1    Literasi Membaca

Literasi membaca adalah salah satu kemampuan utama yang diperoleh para siswa pada proses perkembangan awal mereka di bangku sekolah dan kemudian menjadi landasan untuk belajar mata pelajaran lainnya. Kemampuan dasar ini juga dapat mereka gunakan untuk bersenang-senang dengan membaca buku yang menarik perhatian mereka, serta yang lebih penting lagi, sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan intelektualitasnya, kemampuan dasar ini dapat digunakan untuk survive dalam kehidupan nyata di masyarakat luas. Karena demikian pentingnya kemampuan ini bagi perkembangan generasi muda ini, IEA melakukan suatu siklus studi yang berkesinambungan tentang literasi membaca ini dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya pada negara-negara di seluruh dunia. PIRLS ini dirancang untuk mengukur kecenderungan pada prestasi membaca literasi siswa dalam siklus lima tahunan, pertama diselenggarakan pada tahun 2001, berikutnya tahun 2006, dan seterusnya direncanakan untuk tahun 2011. Aspek-aspek Literasi membaca, PIRLS menaruh perhatian pada tiga aspek dalam kegiatan membaca, yaitu.
-            proses pemahaman (processes of comprehension)
-            tujuan membaca (purposes for reading)
-            perilaku dan sikap membaca (reading behaviors and attitudes)

2.4       Literasi Sains

Literasi IPA ( scientific literacy ) didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputuan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003). Menurut Suhendra Yusuf (2003), literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat moderen yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Literasi sains terbentuk dari 2 kata, yaitu literasi dan sains. Secara harfiah literasi berasal dari kata Literacy yang berarti melek huruf/gerakan pemberantasan buta huruf (Echols & Shadily, 1990). Sedangkan istilah sains berasal dari bahasa inggris Science yang berarti ilmu pengetahuan. Pudjiadi (1987) mengatakan bahwa: “sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen menggunakan metode ilmiah”.
Literasi sains yaitu suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya kemampuan spesifik yang dimilikinya. Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat (Widyatiningtyas, 2008).
Antara sains dan teknologi saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Penemuan dalam sains memungkinkan pengembangan teknologi, dan teknologi menyediakan instrument yang baru lagi yang memungkinkan mengadakan observasi dan eksperimentasi dalam sains. Hurd dalam tulisannya yang berjudul “A Rationale for Science, Technology, and Society Theme in Science Education”, mengutip pendapat Price yang menyatakan teknologi yang tinggi berdasarkan sains, sains modern ditunjang oleh penemuan teknologi (Hurd, 1985 : 98, dalam buku Hakekat pendekatan science and society dalam pembelajaran sains). Pada abad ke-20 ini, pengembangan sains sangat ditunjang oleh penemuan teknologi (Fischer, 1975:77). Pengembangan atau inovasi teknologi diarahkan untuk kesejahteraan manusia. Masalah yang dihadapi masyarakat akan lebih mudah ditanggulangi dengan menggunakan hasil teknologi. Walaupun demikian, teknologi mempunyai keterbatasan. Artinya, penerapan suatu teknologi di lingkungan kita akan menimbulkan dampak negatif selain dampak positif. Dengan demikian hendaknya perubahan pendidikan sains harus merefleksikan atau mengarahkan kepada hubungan antara sains dan teknologi dengan masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
2.5         Pengertian Asesmen Menurut Para Ahli 
Asesmen adalah proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. (James A. Mc. Lounghlin dan Rena B Lewis).
Asesmen adalah proses yang sistimatis dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu. Mengumpulkan informasi yang relevan, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan, dan menerapkan seluruh proses pembuatan keputusan tersebut (Mcloughlin dan Lewis, 1986:3; Rochyadi & Alimin 2003:44; Sodiq, 1996; Fallen dan Umansky, 1988 dalam Sunardi dan Sunaryo, 2006:80). 
Asesmen adalah meliputi kegiatan mengidentifikasi masalah dan menyeleksi target intervensi; memilih dan mendesain program treatmen; mengukur dampak treatmen yang diberikan secara terus menerus; mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan dari terapi. (Bomstein dan Kazdin, 1985).
Jika kita meneliti pengertian asesmen dari para ahli tersebut, maka ada beberapa kesamaan yakni adanya proses mengumpulkan informasi mengenai anak untuk kemudian dicari tahu tentang kebutuhannya. Sehingga saya menarik kesimpulan dan mengaitkannya bahwa asesmen adalah “proses mengumpulkan data atau informasi untuk dapat mengukur dan menilai kemampuan atau kelebihan serta kesulitan atau kelemahan yang akan diseleksi pada diri anak sehingga mengetahui apa yang dibutuhkan anak dalam perkembangannya”.Namun yang harus diketahui bahwa sebelum melakukan kegiatan asesmen kita harus melakukan identifikasi kepada anak, untuk menemu kenali atau mengenal, menandai sesuatu apakah anak mempunyai kelainan atau masalah. 

2.5.1        Seputar Pengertian Asesmen Diri

Menurut Rolheiser dan Ross (2005), asesmen diri adalah suatu cara untuk melihat kedalam diri sendiri. Melalui asesmen diri siswa dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian, siswa lebih bertanggungjawab terhadap proses dan pencapaian tujuan belajarnya. Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan asesmen diri merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan siswa tersebut memang merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya.

Rolheiser dan Ross mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan kontribusi asesmen diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan bahwa, ketika mengases sendiri performansinya, siswa terdorong untuk menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, siswa harus melakukan usaha yang lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi (achievement); selanjutnya prestasi ini berakibat pada judgment terhadap diri (self-judgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, ‘Apakah tujuanku telah tercapai’? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti ‘Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?’Belakangan ini, asesmen diri sebagai salahsatu cara asesmen otentik banyak dibicarakan. Dunia global yang menciptakan persaingan, menuntut setiap orang untuk memiliki kompetensi yang tinggi agar dapat eksis dalam persaingan tersebut. Untuk itu, setiap orang harus terbiasa melakukan evaluasi terhadap dirinya – apa yang telah dicapai, apa yang belum; bila gagal mencapai sesuatu dimana letak penyebabnya, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sukses.

Hal di atas juga sangat penting untuk dipupuk dalam proses belajar. Asesmen diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar asesmen diri dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross menyarankan agar siswa dilatih untuk melakukannya. Empat langkah dalam berlatih melakukan asesmen diri, yaitu: 
1.    Libatkan semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian,
2.    Pastikan semua siswa tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya,
3.    Berikan umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan
4.    Arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.

Menentukan kriteria penilaian. Guru mengajak siswa bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian adalah target pencapaian, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan menggunakan ceklis asesmen diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis asesmen diri dikembangkan berdasarkan hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya (lihat contoh-contoh kriteria penilaian dan ceklis evaluasi diri).

Ada kendala-kendala potensial yang dapat dialami seorang guru yang baru memulai menggunakan kegiatan asesmen diri dalam pembelajarannya. Marhaeni (2007) menyebutkan tiga, yaitu kendala budaya, kendala psikologis, dan kendala pedagogis. Secara kultural, masyarakat pendidikan kita masih top-down oriented dan kurang bernuansa demokratis; sehingga dalam asesmen siswa merasa tidak berhak melakukan asesmen sebab yang berhak melakukan itu (dan secara tradisional terjadi) adalah guru, bukan siswa. Secara psikologis, siswa merasa tidak yakin dapat menilai kinerjanya sendiri sebab bagi mereka, orang yang melakukan suatu penilaian harus tahu apa yang benar sedangkan mereka sendiri masih dalam proses belajar. Kedua potensi kendala ini, jika terjadi, menimbulkan kendala lain, yaitu kendala pedagogik bagi guru. Guru harus menemukan cara-cara yang tepat untuk dapat melatih siswa melakukan asesmen diri, terutama meyakinkan mereka bahwa mereka mampu melakukannya.

2.5.2    Asesmen Berbasis Kompetensi

Asesmen diartikan sebagai prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi  atau kinerja seseorang yang hasilnya akan digunakan untuk evaluasi. Asesmen dilakukan untuk mengetahui seberapa tinggi kinerja atau prestasi seseorang. Informasi tersebut diperoleh dari data yang diperoleh melalui kegiatan tes dan nontes (Pedoman Pengembangan Sistem Asesmen, 2004).
Prosedur asesmen berbasis kompetensi, meliputi serangkaian kegiatan sebagai berikut : (a) menentukan kompetensi yang akan diases dan kriterianya,
(b) mengumpulkan data berupa bukti-bukti  kinerja mahasiswa melalui kegiatan tes dan atau nontes,
(c) mencocokkan bukti kinerja dengan kompetensi yang ingin dicapai,
(d) mengklasifikasikan mahasiswa menjadi kompeten dan belum kompoten berdasarkan bukti kinerja mahasiswa, dan
(e) memberi tanda lulus bagi yang memenuhi persyaratan.


Berdasarkan prosedur tersebut, maka mahasiswa yang sudah kompeten akan diberi tanda lulus oleh dosen pengajarnya, sedangkan yang belum lulus diberikan remedi sampai mahasiswa yang bersangkutan memenuhi indikator pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.   

2.5.3        Karakteristik Asesmen Berbasis Kompetensi

Ada beberapa hal yang mencirikan asesmen sebagai asesmen berbasis kompetensi. Secara rinci, bisa dinyatakan sebagai berikut.  (1) Asesmen berbasis kompetensi berfokus pada kompetensi bukan pada masukan atau proses.  Asesmen berbasis kompetensi diarahkan untuk menentukan penguasaan peserta didik  atas kompetensi yang harus dikuasainya, bukan pada bagaimana cara ia mencapai tingkat penguasaan itu. Dengan kata lain, asesmen berbasis kompetensi lebih tertarik pada penguasaan kompetensi sebagai hasil pembelajaran atau pendidikan dibandingkan dengan proses bagaimana mahasiswa mencapai kompetensi tersebut.  (2)  Asesmen dilaksanakan untuk setiap individu (Hopkin, 1992). Asesmen berbasis kompetensi ditujukan untuk menentukan apakah seseorang telah atau belum menguasasi kompetensi tertentu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, asesmen berbasis kompetensi dilakukan untuk setiap peserta didik, bukan pada kemampuan kelompok atau kelas tertentu. Kegiatan asesmen bisa dilakukan dalam situasi kelompok (misalnya untuk mengases kemampuan kerjasama dalam memecahkan suatu masalah), namun sasaran penilaian tetap pada kemampuan setiap anggota kelompok secara individual. (3)  Asesmen berbasis kompetensi tidak membandingkan keberhasilan seseorang dengan orang lain.  (4)  Memungkinkan mahasiswa melakukan evaluasi diri.  (5)  Asesmen bersifat terbuka, holistik, integratif dan otentik (O’Malley dan Pierce, 1996).  (6)  Kelulusan diperoleh jika semua standar/kriteria kompetensi utama sudah dicapai.  (7)  Kelulusan dinyatakan dalam satu dari dua kemungkinan, yaitu kompeten atau tidak  kompeten.
Dalam asesmen berbasis kompetensi, seseorang dinyatakan lulus jika ia telah menguasasi seluruh kompetensi yang dipersyaratkan. Jika salah satu (atau lebih) kompetensi utama ada yang belum dikuasasi maka yang bersangkutan dinyatakan belum atau tidakkompeten.