Macam-macam
Teori Kebenaran
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam perkembangan
dunia filsafat terutama dalam dunia filsafat ilmu. teori-teori kebenaran sangat
penting dan berperan sekali terhadap mencari kebenaran tersebut di dalam
suatu masalah pokok. Setiap kebenaran harus diserap oleh kebenaran itu
sendiri serta kepastian dari pengetahuan tersebut, dari
suatu hakikat kebeneran merupakan suatu obyek
yang terus dikaji oleh manusia terutama para ahli filsuf, karena
hakikat kebenaran ini manusia akan mengalami pertentangan batin yakni konflik
spikologis. Menurut para ahli filsafat,
kebenaran bertingkat-tingkat bahkan tingkatan tersebut bersifat
hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain
serta tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran
mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi,
ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
Manusia
selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh
kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian
yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan
dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada
hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah
formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena
tersebut. Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam
hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut
menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda.
Pengetahuan
inderawi merupakan struktur terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan
yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih
rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada
umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab
itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi.
Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan
pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa sajakah macam-macam
teori kebenaran?
2.
Apa yang dimaksud dengan
teori koheren, koresponden, dan pragmatis?
3.
Apa yang dimaksud dengan
jenis ilmu hakiki, deskripi, kausalis, dan normatif?
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan
macam-macam teori kebenaran
2. Mendeskripsikan
pengertian teori koheren, koresponden, dan pragmatis
3. Mendeskripsikan
jenis ilmu hakiki, deskripsi, kausalis, dan normatif
1.4 Manfaat
Agar
pembaca khususnya mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Indonesia
mengetahui dan memahami teori-teori kebenaran
PEMBAHASAN
1.2
Pengertian Kebenaran
dan Kaitannya
Kata
"kebenaran" dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit
maupun abstrak (Abbas Hamami, 1983). Jika subyek hendak menuturkan kebenaran
artinya adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang
dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Adanya kebenaran
itu selalu dihubungkan dengan pengetahuan manusia (subyek yang mengetahui)
mengenai obyek. Jadi, kebenaran ada pada seberapa jauh subjek mempunyai
pengetahuan mengenai objek. Sedangkan pengetahuan berasal mula dari banyak
sumber. Sumber-sumber itu kemudian sekaligus berfungsi sebagai
ukuran kebenaran.
Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang ditulis oleh Purwadarminta
menjelaskan bahwa kebenaran itu adalah :
- Keadaan
(hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan
yang
sesungguhnya. Misalnya kebenaran berita ini masih saya ragukan, kita harus
berani membela kebenaran dan keadilan.
- Sesuatu
yang benar (sugguh-sugguh ada, betul-betul hal demikian halnya, dan
sebagainya). Misalnya kebenaran-kebenran yang diajarkan agama.
- Kejujuran,
kelurusan hati, misalnya tidak ada seorangpun sanksi akan kebaikan dan
kebenaran hatimu.
- Selalu
izin, perkenaan, misalnya dengan kebenran yang dipertuan.
- Jalan
kebetulan, misalnya penjahat itu dapat dibekuk dengan secara
kebenaran saja.
Terdapat
bermacam katagori atau tingkatan dalam arti kebenaran ini, maka tidaklah
berlebihan jika pada saatnya setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki
persepsi dan pengetahuan yang amat berbeda satu dengan yang lainnya.
Pertama-tama, Kebenaran
berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya semua pengetahuan yang dimiliki
oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek dititik dari jenis pengetahuan
yang dibangun. Dengan demikian tingkatan pengetahuan adalah:
1. Pengetahuan
yang memiliki sifat subjektif, artinya amat terikat pada subjek
yang
mengenal.
2. Pengetahuan
ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik
dengan menerapkan atau hampiran metodologi yang khas pula.
3. Pengetahuan
filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi
pemikiran filsafat.
4. Kebenaran
pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama.
Kedua, Kebenaran
yang berkaitan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan
alat apakah seseorang membangun pengetahuannya itu. Apakah ia membangunnya
dengan penginderaan atau sense experience, atau akal
pikir atau ratio, intuisi, atau keyakianan. Jenis pengetahuan menurut ini
terdiri atas:
1. Pengetahuan
indrawi
2. Pengetahuan akal
budi
3. Pengetahuan
intuitif
4. Pengetahuan
kepercayaan atau pengetahuan otoritatif.
A.
Ketiga, kebenaran
pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan itu,
artinya bagaimana relasi atau hubungan antara subjek dan objek, Jika subjek
yang berperan maka jenis pengetahuan itu mengandung nilai kebenran yang
sifatnya subjektif. Atau jika objek amat berperan maka sifatnya objektif.
2.2 Teori-teori
Kebenaran
2.2.1 Teori
Kebenaran Korespondensi
Teori
Korespondensi (The Correspondence Theory of Thruth) memandang bahwa kebenaran
adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu
itu sendiri. Contoh: “Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta”. Teori
Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of Truth) memandang
bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan
diakui sebagai benar.
Teori
Korespondensi (Correspondence Theory of Truth) Teori kebenaran korespondensi
adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika
berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek
yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar
jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta.
Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan
menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori
empiris pengetahuan. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang
paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional
karena Aristoteles sejak awal (sebelum abad Modern) mensyaratkan kebenaran
pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.
2.2.2 Dua kesukaran
utama yang didapatkan dari teori korespondensi
adalah:
1.
Teori
korespondensi memberikan gambaran yang menyesatkan dan yang terlalu sederhana
mengenai bagaimana kita menentukan suatu kebenaran atau kekeliruan dari suatu
pernyataan. Bahkan seseorang dapat menolak pernyataan sebagai sesuatu yang
benar didasarkan dari suatu latar belakang kepercayaannya masing-masing.
2.
Teori
korespondensi bekerja dengan idea, “bahwa dalam mengukur suatu kebenaran kita
harus melihat setiap pernyataan satu-per-satu, apakah pernyataan tersebut
berhubungan dengan realitasnya atau tidak.” Lalu bagaimana jika kita tidak
mengetahui realitasnya? Bagaimanapun hal itu sulit untuk dilakukan.
3.
Kelemahan
teori kebenaran korespondensi ialah munculnya kekhilafan karena kurang
cermatnya penginderaan, atau indera tidak normal lagi. Di samping itu teori
kebenaran korespondensi tidak berlaku pada objek/bidang nonempiris atau objek
yang tidak dapat diinderai. Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya
objektif, ia harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam
pembentukan objektivanya. Kebenaran yang benar-benar lepas dari kenyataan
subjek.
2.2.3 Kriteria Kebenaran Korespondensi
Teori
ini juga dapat diartikan, bahwa kebenaran itu adalah kesesuaian dengan fakta,
keselarasan dengan realitas, dan keserasian dengan situasi aktual. Sebagai
contoh, jika seorang menyatakan bahwa "Kuala lumpur adalah Ibu Kota Negara
Malaysia", pernyataan itu benar karena pernyataan tersebut berkoresponden
, memang menjadi Ibu Kota Negara Malaysia. Sekiranya ada orang yang menyatakan
bahwa "Ibu Kota Malaysia adalah Kelantan", maka pernyataan itu tidak
benar, karena objeknya tidak berkoresponden dengan pernyataan tersebut.
2.3
Teori
Kebenaran Koherensi
Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth)
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada
kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai
dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara
logis. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang
lain. Seperti sebuah percepatan terdiri dari konsep-konsep yang saling
berhubungan dari massa, gaya dan kecepatan dalam fisika.
Teori Koherensi/Konsistensi (The
Consistence/Coherence Theory of Truth) memandang bahwa kebenaran ialah
kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang
sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu
proposisi benar jika proposisi itu berhubungan (koheren) dengan
proposisi-proposisi lain yang benar atau pernyataan tersebut bersifat koheren
atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Dengan demikian suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian
(pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah
diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya demikian, teori ini
mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar koherensi merupakan ukuran
bagi derajat kebenaran. Contoh: “Semua manusia akan mati. Si Fulan adalah
seorang manusia. Si Fulan pasti akan mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati.
Sukarno mempunyai puteri. Megawati adalah puteri Sukarno”.
Seorang sarjana Barat A.C Ewing (1951:62)
menulis tentang teori koherensi, ia mengatakan bahwa koherensi yang sempurna
merupakan suatu idel yang tak dapat dicapai, akan tetapi pendapat-pendapat
dapat dipertimbangkan menurut jaraknya dari ideal tersebut. Sebagaimana
pendekatan dalam aritmatik, dimana pernyataan-pernyataan terjalin sangat
teratur sehingga tiap pernyataan timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa
berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan lainnya. Jika kita menganggap bahwa
2+2=5, maka tanpa melakukan kesalahan lebih lanjut, dapat ditarik kesimpulan
yang menyalahi tiap kebenaran aritmatik tentang angka apa saja.
Teori koherensi, pada kenyataannya kurang
diterima secara luas dibandingkan teori korespondensi. Teori ini punya banyak
kelemahan dan mulai ditinggalkan. Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang
sangat koheren, tetapi kita tidak menganggap astrologi benar. Kebenaran tidak
hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga
hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu
pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang
terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui kebenarannya.
Matematika adalah bentuk pengetahuan yang
penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika
disusun diatas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar (aksioma). Dengan
mempergunakan beberapa aksioma, maka disusun suatu teorema. Dan diatas
teorema-lah, maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan
merupakan suatu sistem yang konsisten. Salah satu dasar teori ini adalah
hubungan logis dari suatu proposisi dengan proposisi sebelumnya.
Proposisi atau pernyataan adalah apa yang
dinyatakan, diungkapkan dan dikemukakan atau menunjuk pada rumusan verbal
berupa rangkaian kata-kata yang digunakan untuk mengemukakan apa yang hendak
dikemukakan. Proposisi menunjukkan pendirian atau pendapat tentang hubungan
antara dua hal dan merupakan gabungan antara faktor kuantitas dan kualitas.
Contohnya tentang hakikat manusia, baru dikatakan utuh jika dilihat hubungan
antara kepribadian, sifat, karakter, pemahaman dan pengaruh lingkungan.
Psikologi strukturalisme berusaha mencari
strukturasi sifat-sifat manusia dan hubungan-hubungan yang tersembunyi dalam
kepribadiannya. Dua masalah yang didapatkan dari teori koherensi adalah:
(1) Pernyataan yang tidak koheren (melekat satu
sama lain) secara otomatis tidak tergolong kepada suatu kebenaran, namun
pernyataan yang koheren juga tidak otomatis tergolong kepada suatu kebenaran.
Misalnya saja diantara pernyataan “anakku mengacak-acak pekerjaanku” dan
“anjingku mengacak-acak pekerjaanku” adalah sesuatu yang sulit untuk diputuskan
mana yang merupakan kebenaran, jika hanya dipertimbangkan dari teori koherensi
saja. Misalnya lagi, seseorang yang berkata, “ Sundel Bolong telah
mengacak-acak pekerjaan saya!”, akan dianggap salah oleh saya karena tidak konsisten
dengan kepercayaan saya.
(2) sama halnya dalam mengecek apakah setiap
pernyataan berhubungan dengan realitasnya, kita juga tidak akan mampu mengecek
apakah ada koherensi diantara semua pernyataan yang benar.
2.4 Teori
Kebenaran Pragmatis
Teori Pragmatik (The Pragmatic Theory of Truth)
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar
tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau
teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan
harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Teori Pragmatis (The Pragmatic
Theory of Truth) memandang bahwa “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan
kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu
mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”.
Pragmatisme menantang segala otoritanianisme,
intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat
(utility), kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan
(Titus, 1987:241), Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu
aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya
sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara
praktis. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu
membawa manfaat bagi hidup praktis dalam kehidupan manusia. Kata kunci teori
ini adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau
pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequencies). Teori ini pada
dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi benar dilihat dari realisasi
proposisi itu. Jadi, benar-tidaknya tergantung pada konsekuensi, kebenaran
suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis, sepanjang proposisi itu berlaku atau
memuaskan.
Menurut teori pragmatis, “kebenaran suatu
pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar,
jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis bagi kehidupan manusia” . Dalam pendidikan, misalnya di UIN, prinsip
kepraktisan (practicality) telah mempengaruhi jumlah mahasiswa pada
masing-masing Fakultas. Tarbiyah lebih disukai, karena pasar kerjanya lebih
luas daripada fakultas lainnya.
Mengenai kebenaran tentang “Adanya Tuhan” atau
menjawab pertanyaan “Does God exist ?”, para penganut paham pragmatis tidak
mempersoalkan apakah Tuhan memang ada baik dalam ralitas atau idea (whether
really or ideally). Yang menjadi perhatian mereka adalah makna praktis atau
dalam ungkapan William James “ ….they have a definite meaning for our ptactice.
We can act as if there were a God”. Dalam hal ini, menurut penganut pragmatis,
kepercayaan atau keyakinan yang membawa pada hasil yang terbaik; yang menjadi
justifikasi dari segala tindakan kita; dan yang meningkatkan suatu kesuksesan
adalah kebenaran.
Teori pragmatis meninggalkan semua fakta,
realitas maupun putusan/hukum yang telah ada. Satu-satunya yang dijadikan acuan
bagi kaum pragmatis ini untuk menyebut sesuatu sebagai kebenaran ialah jika
sesuatu itu bermanfaat atau memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah
yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna
(useless). Karena istilah “berguna” atau “fungsional” itu sendiri masih
samar-samar, teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak.
Pragmatisme memang benar untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran,
pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Tapi bukan berarti teori ini
merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan teori.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh
ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara
historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin
tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat
pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka
pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat
demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan
baru, maka pernyataan itu ditinggalkan, demikian seterusnya.
2.5
Teori Kebenaran Struktural Paradegmatik
A.
Teori ini banyak dikembangkan oleh
beberapa ilmuan antaranya adalah Thoams Kuhn. Khun menampilkan konsep
rekontruksirasional. Khun mensinyalir kebanyakan ilmuan hanya menampilkan ilmu
pada dataran moziak saja, belum menjangkau dataran rekontruksi rasional menjadi
suatu pradigma. Menurut khun
pradigma tersebut ada beberapa hal, yaitu:
B.
1. Meningkatkan
kesesuaian antara observasi dengan pradigma
2. Memperluas skopa
pradigma menjadi mencakup fenomena tambanahan
C.
3. Menetapakn nilai
universal konstan
D.
4. Merumuskan hukum
kuantitatif untuk menyempurnakan pradigma.
5. Menetapkan
alternatif cara menerapakan pradigma pada telaah baru.
Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang
kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma
merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari
perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan
cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam
penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu
pengetahuan.
Paradigma berfungsi sebagai keputusan
yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Pengujian suatu paradigma
terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang
menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua
paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains.
Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah
mapan ditolak karena hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan kompetisi
akan mengalami verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang
sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang
kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori.
Perubahan dari paradigma lama ke paradigma baru
adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya perdebatan antar
paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan
masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman
riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya jaringan yang
kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan
metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan
pemecahan berbagai masalah.
2.6 Teori kebenaran
Performatik
Teori
ini dianut oleh filsuf Frank Ramsey, John Austin dan Peter Strawson. Para
filsuf ini hendak menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah
ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu. Proposisi yang benar berarti
proposisi itu menyatakan sesuatu yang
memang dianggap benar. Menurut
teori ini,
suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan
realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan
realitas, tetapi justru dengan pernyataan itu tercipta realitas sebagaimana
yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Sederhanya
teori kebenaran performatif adalah mereka melawan teori klasik bahwa benar dan
salah adalah ungkapan deskriptif jika suatu pernyatan benar kalau ia menerapkan
realitas. Contoh pertama mengenai
penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan
MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama
tertentu atau organisasi tertentu. Contoh kedua adalah pada masa rezim orde
lama berkuasa, PKI mendapat tempat dan nama yang baik di masyarakat. Ketika
rezim orde baru, PKI adalah partai terlarang dan semua hal yang berhubungan
atau memiliki atribut PKI tidak berhak hidup di Indonesia. Contoh lainnya pada
masa pertumbuhan ilmu, Copernicus (1473-1543) mengajukan teori heliosentris dan
bukan sebaliknya seperti yang difatwakan gereja.
Masyarakat menganggap hal yang benar adalah
apa-apa yang diputuskan oleh gereja walaupun bertentangan dengan bukti-bukti
empiris. Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran
performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin
agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran
performatif dapat membawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan
beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya. Masyarakat yang
mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional.
Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari
pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada
adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar
keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari
kebenaran.
III PENUTUP
3.1
SIMPULAN
Dalam kenyataannya kini, kriteria kebenaran
cenderung menekankan satu atu lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah
yang memuaskan keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan
dengan eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup
biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan
pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling
bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi
tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan
dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan
tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah
pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan
lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan
akibat-akibatnya yang praktis. Uraian dan ulasan mengenai berbagai teori
kebenaran di atas telah menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai
teori kebenaran. Teori Kebenaran Kelebihan Kekurangan Korespondensi sesuai
dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat rasional dan
Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak
ada kebenaran mutlak Performatif Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat
Tidak kreatif, inovatif dan kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat
dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar