Sabtu, 26 Desember 2015

MAKALAH JENIS ATAU KELAS KATA




JENIS ATAU KELAS KATA


Disusun Oleh        :
 
Nama                         : Heriza Nevisi Yanda Putri
           
NPM                           : 1523041013
Mata Kuliah              : Tata Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu      : Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd.
                                      Dr. Siti Samhati, M.Pd.
                                      Dr. Sumarti, M.Hum.




MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
 UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015





















 


 

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta usaha yang penulis lakukan sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Pada makalah ini penulis membahas mengenai “Jenis atau Kelas Kata”.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga diselesaikanya makalah ini. Semoga bantuan dan amal baik yang mereka berikan kepada penulis akan memperoleh pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik yang membangun selalu penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini.

                                  Bandar Lampung, 3 November   2015


  
 

 
                        Heriza Nevisi Yanda Putri





DAFTAR ISI

HALAMAN  DEPAN ...........................................................................       i
KATA PENGANTAR ...........................................................................     ii
DAFTAR ISI .........................................................................................      iii
BAB I PENDHULUAN
1.1  Latar Belakang....................................................................................      1
1.2  Rumusan Masalah...............................................................................      1
1.3  Tujuan Penulisan ................................................................................      1
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Kelas Kata.........................................................................     2
2.2  Pembagian Kelas Kata  Menurut Para Ahli.......................................       2         
2.2.1        Slametmuljana (1957)....................................................  .....       2
2.2.2        Anton M. Moeliono (1967) .................................................        4
2.2.3        S. Wojowasito (1978)............................................................      6         
2.2.4        Gorys Keraf (1982)...............................................................       8
2.2.5      M. Ramlan (1985).................................................................     10
2.2.6     Harimukti Kridalaksana ........................................................     15
2.2.7     Abdul Chaer...........................................................................    23
2.2.8    Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia......................................      
BAB III PENUTUP
3.1  Simpulan.............................................................................................    44
3.2  Saran...................................................................................................    44
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam studi linguistik atau ilmu bahasa, perbincangan ihwal kalimat lazimnya tidak langsung dimulai dari kalimat itu sendiri. Alasannya, ilmu tata kalimat bermula dari tataran kata. Kata dalam bahasa Indonesia yang jumlahnya luar biasa banyak itu mustahil dapat dipelajari dengan mudah kalau tidak dikelas-kelaskan terlebih dahulu. hasil dari pengelaskataan atau pengelompokan kata-kata itulah yang kemudian lazim disebut dengan kelas kata.

Kata merupakan bentuk yang sangat komplek yang tersusun atas beberapa unsur. Kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas satu suku kata atau lebih. Kata merupakan unsur atau bagian yang sangat penting dalam kehidupan berbahasa. Bidang atau kajian mengenai kata telah banyak diselidiki oleh ahli bahasa. Penyelidikan tersebut menghasilkan berbagai teori-teori antara yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang antara ahli bahasa yang satu dengan yang lainnya. Adanya perbedaan konsep antara ahli yang satu dengan yang lainnya tentu akan membingungkan dalam kegiatan pembelajaran. Makalah ini akan membahas mengenai perbedaan pendapat para ahli dalam pengelasan kata tersebut serta pembagian-bagiannya.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, timbulah masalah yanga akan kita bahas dalam makalah ini. Masalah itu adalah “apa yang dimaksud dengan kelas kata dan pembagian kelas kata menurut para ahli?”

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami kelas kata serta pembagian kelas kata menurut beberapa ahli.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Kelas Kata
Kata ialah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satuan bebas adalah kata (Ramlan dalam Tarigan, 2009:7). Dalam hal ini, Kelas kata atau sering juga disebut dengan jenis kata adalah pengelompokkan atau penggolongan kata untuk menemukan suatu sistem dalam bahasa. Sebagai mana kita ketahui kata merupakan bentuk yang sangat komplek yang tersusun atas beberapa unsur, kata dalam bahasa Indonesia dapat terdiri atas satu suku kata atau lebih.
Kelas kata (jenis kata) adalah golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk menyusun kalimat yang baik dan benar, pemakai bahasa harus mengenal jenis dan fungsi kata.

2.2  Pembagian Kelas Kata  Menurut Para Ahli
2.2.1   Slametmuljana (1957)
Slametmuljana (1957:13-198) dalam bukunya Kaidah Bahasa Indonesia II  menelaah bahasa Indonesia dengan menggunakan analisis fungsionalistis, yaitu analisis yang menekankan kepada fungsi gramatika dalam telaah kalimat. Slametmuljana mulai mengenalkan gatra, seperti gatra sebutan untuk subjek, gatra pangkal untuk predikat. menggolongkan kata ditinjau dan fungsinya dalam kalirnat. Menurutnya, kata dapat digolongkan menjadi empat regu yaitu: (1) kata-kata yang pada hakekatnya hanya rnelakukan jabatan gatra sebutan; (2) kata-kata yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan; (3) kata-kata pembantu regu II; dan (4) kata-kata pembantu pertalian.
1.    Kata-kata yang pada hakekatnya hanya melakukan jabatan gatra sebutan
Dalam regu satu termasuk kata keadaan dan kata kerja. Kata keadaan, misalnya kata besar, sukar, bagus, dan sebagainya. Contoh: Rumah itu besar dibanding rumah yang lain. Kata kerja, misalnya kata mendayung, menangkap, diangkut. Contoh: Paman menangkap belut disawah setiap petang.
a.       Kata kerja bantu ialah kata kerja yang menyatakan perbuatan yang ditunjuk terbatas dalam lingkungannya sendiri, misalnya kata jatuh dan menangis.
Contoh: - Adik terjatuh saat berjalan mengambil mainannya.
-  Adik menangis melihat ayah pergi bekerja.
b.      Kata kerja langsung ialah kata kerja yang dapat berhubungan dengan pelaku kedua (objek) tanpa perantara kata lain, misalnya membaca.
Contoh: - Kakak membaca buku Psikologi.
c.       Kata kerja sambung ialah kata kerja yang dalam hubungannya dengan pelaku kedua menggunakan perantara kata lain, misalnya cinta kepada ayah.

2.    Kata-kata yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan
     Yang termasuk ke dalam golongan ini ialah kata benda, kata kerja, kata keadaan, dan kata bilangan.
a.       Kata benda dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) kata benda nyata yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasai, misalnya: batu, orang, laut dan (2) kata benda yang tidak nyata yaitu kata bends yang menyatakan keadaan, hal, sifat, dan sebagainya yang dikhayalkan seolah-olah berwujud. misalnya: keindahan, kebesaran, penghidupan.
b.      Kata ganti benda dapat dibedakan menjadi: (1) kata penunjuk yakni itu dan ini (2) kata pemisah yakni yang dan tempat (3) kata ganti diri dan milik yang dapat dibedakan lagi menjadi kata ganti diri: (a) pertana, misalnya: aku, (b) kedua, engkau, dan (c) ketiga, misalnya: ia; (4) kata ganti tanya, misalnya: apa, mana, berapa; dan (5) kata ganti sesuatu, misalnya: suatu, sesuatu, apa-apa, seorang, siapa-siapa.
c.       Kata bilangan yang dapat dibedakan menjadi enam golongan, yaitu: (1) bilangan pokok yakni bilangan yang menyatakan banyaknya barang apa juga pun, misalnya: satu, sebelas, dua belas (2) bilangan bantu yaitu kata yang menerangkan jenis benda yang berfungsi membantu bilangan pokok, misalnya: batang, biji, bilah (3) bilangan tak tentu yaitu bilangan yang menyatakan bilangan yang ditetapkan jumlahnya, misalnya: banyak, sedikit, beberapa (4) bilangan himpunan ialah bilangan yang menyatakan banyaknya benda, orang dan lain-lain dalam suatu himpunan, misalnya: ketika pada ketiga orang itu; (5) bilangan tuturan ialah bilangan yang menyatakan bilangan yang berturut-turut, misalnya: kedua, ketiga dan (6) bilangan pecahan, misalnya: setengah, tiga perempat
3.      Kata pembantu regu II
Kata-kata pembantu regu II ini dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a.       Kata-kata yang menjelaskan tempat kedudukan kata benda. yaitu: ini, itu
Contoh: - Baju ini milik Susi.
              - Rumah itu akan dijual oleh pemiliknya.
b.      Kata-kata yang menunjukkan kekianan, misalnya: dua, tiga.
c.       Kata-kata keadaan dan kata benda yang memberikan penjelasan kata benda tentang keadaannya dan pemiliknya, misalnya: kaya pada orang kaya, kata saya pada bapak saya.
4.    Kata-kata pembantu pertalian
Yang dimaksud dengan kata-kata pembantu pertalian ialah kata-kata yang menjelaskan pertalian kata yang satu dengan kata yang lain, kalimat yang satu dengan kalimat yang lain atau sebagai penjelas tambahan. Kata ini dapat dibedakan menjadi tiga macam.
a.         Kata-kata yang menerangkan kata keadaan dan kata kerja, misalnya: sekali pada elok sekali, terlalu, kerap kali, lebih baik.
Contoh: -  Elok sekali bunga yang kau tanam.
              - Adiknya lebih baik dalam membuat kue.
b.      Kata-kata yang menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain, kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, misalnya: dari, ke, untuk, dan, oleh.
c.       Kata-kata yang disisipkan dalam kalimat seakan-akan berdiri sendiri, lepas dari ikatan kalimat, Misalnya: nah, hai, sayang, aduh.
2.2.2   Anton M. Moeliono (1967)
Anton M. Moeliono (1967:45-52) dalam tulisanya, “Suatu Reonientasi dalam Tata Bahasa Indonesia” yang termuat dalam Bahasa dan Kesusastran Indonesia, menggolongkan kata berdasarkan kesamaan perilaku sintaktik. Beliau menggolongkannya menjadi tiga rumpun yaitu:  (1) rumpun nominal, (2) rumpun verbal, dan (3 rumpun partikel.
1.      Rumpun Nominal
Rumpun nominal ialah rumpun yang diingkari oleh kata bukan dalam suatu konstruksi endosentnik beratribut. Rumpun ini dapat dibedakan menjadi dua anak rumpun yaitu:
a)    rumpun nominal yang dapat didaului oleh partikel preposisi direktif di, seperti: di rumah, di air, di kertas. Secara arbitrer, anak rumpun ini disebut nominal tak bernyawa.
b)    rumpun nomial yang didahului oleh partikel pada, seperti: pada anak, pada ibu, pada harimau, pada tanggal, pada hari. Anak rumpun ini secara atbitrer disebut nominal bernyawa.

2.      Rumpun Verbal
Rumpun verbal ialah rumpun kata yang diingkari oleh kata tidak dalam suatu konstruksi endosentrik yang beratribut. Rumpun ini dapat dibedakan menjadi:
a)    rumpun verbal transitif ialah rumpun verbal yang secara potensial dapat mendahului obyek nominal dalam konstruksi objektif, misal: bawa buku itu, tulis surat itu.
b)   rumpun verbal taktransitif ialah rumpun verbal yang tidak berkonstruksi dengan sebuah obyek, tetapi dapat disertai oleh atribut, misalnya: terbang, jauh, tertawa sangat keras.
c)    rumpun verbal ajektif ialah rumpun verbal yang dapat didahului oleh partikel penunjuk derajat seperti amat dan sangat dalam amat miskin, sangat miskin.

3.      Rumpun Partikel
Rumpun ini keanggotaannya terbatas. Di samping itu biasanya tidak diperluas lagi bentuknya oleh imbuhan dan tidak dapat dijadikan bentuk alas (bentuk dasar) untuk suatu konstruksi morfologik yang lebih lanjut. Menurut kedudukannya dalam kalimat, rumpun dapat dibedakan menjadi lima anak rumpun.
a)    Preposisi yang pada umumnya mendahului nominal dan tidak terarah terdapat pada akhir kalimat, yang dapat digolongkan lagi menjadi tiga golongan yakni: (1) preposisi direktif, misalnya: di, ke, dari, pada, (2) preposisi agentif yaitu oleh, dan (3) preposisi penunjuk orang, misalnya: para, si, sang.
b)      Konjungsi yang pada umumnya tidak terdapat pada akhir kalimat dan tidak selalu diikuti oleh nominal, yang dipat dibedakan lagi menjadi. tiga golongan yaitu: (1) konjungsi setara, misalnya: dan, tetapi, namun, atau, (2)konjungsi taksetara, misalnya: sambil, seraya, demi, dan (3) konjungsi korelatif, misalnya: kian…kian, makin…makin, baik…maupun, walau…sekalipun.
c)    Penunjuk kecaraan atau modalita yang distribusinya lebih luas daripada preposisi dan konjugasi. Ada di antaranya yang berbentuk klitika. Kelompok ini dapat dibedakan menjadi sepuluh yaitu: (a) pengingkaran, misalnya: bukan, tidak, (b) penegasan, misalnya:bahva, toh, lah, pun, (c) pertanyaan, misalnya: adakah , apakah, (d) pelarangan, misalnya: jangan, jangan sampai, (e) pengharapan, misalnya: semoga, mudah-mudahan, (f) permintaan, misalnya: silakan, sudila,. (g) penujuan, misalnya: agar, supaya, (h) penguluran, misalnya: meski, biar, (i) pensyaratan, misalnya: jika jikalau, dan (j) penyangsian, misalnya: jangan-jangan, gerangan, entah.
d)   Penunjuk segi atau aspek yang biasanya tidak terdapat pada akhir kalimat dan pada umumnya mendahului verbal. Kelompok ini dapat dibedakan menjadi: (1) segi komplektif, misalnya: telah, sudah, (2) segi duratif, misalnya: sedang, tengah, dan (3) segi berantisipasi, misalnya akar.
e)    Penunjuk derajat yang berdistribusi preverbal atau purnaverbal dan kadang-kadang terdapat pada akhir kalimat, misalnya: amat, sangat, agak, sekali, benar.

2.2.3        S. Wojowasito (1978)
Wojowasito (1976:30-31) dalam bukunya Pengantar Sintakssis Indonesia (Dasar-dasar ilmu kalimat Indonesia) membagi kata menjadi sembilan jenis. Beliau menentukan jenis kata berdasarkan hubungannya di dalam frase atau bentuk itu meliputi kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata tersebut atau juga kesamaan ciri dan sifat dalam membentuk kelompok kata.
1.      Kata Benda atau Substantif
Kata benda yang memiliki ciri-ciri (1) lazim menduduki fungsi subjek atau obyek; (2) lazim diikuti kata itu, (3) dapat didahului oleh proposisi; (4) dapat diikuti oleh nama pribadi; (5) dapat didahului oleh kata bilangan; dan (6) dapat didahulu atau diikuti oleh sesuatu kata sifat.
2.      Kata Kerja
Kata kerja memiliki ciri-ciri: (1) lazim menduduki fungsi predikat; (2) lazim rnengikti subjek dan mendahului obyek; (3) dapat diikuti oleh preposisi; (4) dapat digunakan untuk perintah; (5) dapat mengalami perubahan genus (aktif dan pasif); dan (6) dapat didahului oleh kata-kata: boleh, akan, hendak, sedang, telah, sambil.
3.       Kata Sifat
Kata sifat mempunysi ciri-ciri: (1) lazim mengikut kata benda sebagai kualifikasi atau penjelasan; (2) dapat dimasukkan ke dalam imbangan pangkat-pangkat perbandingan dengan menyertakan kata-kata: lebih, paling; (3) tidak dapat dipergunakan untuk perintah; dan (4) tidak dapat didahului oleh kata-kata: hendak, akan, boleh, sedang, telah (sekalipun terdapat pula peristiwa-peristiwa yang meragukan).
4.       Adverbia
Adverbia memiliki ciri menduduki fungsi keterangan sekunder (kedua). Yang dimaksud dengan keterangan sekunder ialah keterangan atas keterangan. Contohnya kataamat dalam orang itu amat besarBesar sebagai keterangan primer pada orang itu, danamat sebagai keterangan sekunder pada besar.
5.       Kata Penghubung atau Konjugasi
Konjugasi memiliki ciri: (1) menghubungkan dua kalimat sejajar atau bertingkat; dan (2) menghubungkan dua kata sejenis secara sejajar, misalnya: dan pada rumah dan halaman, kaya dan miskin.
6.      Kata Seru atau Interjeksi
Kata seru lazim dipergunakan sebagai motprase yaitu suatu kata yang bertindak sebagai kalimat dengan intonasi seruan; wahai, cis, aduh.
7.       Kata Bilangan atau Numeral
Kata bilangan memiliki ciri-ciri: (1) menyebutkan sesuatu yang obyektif dan untuk tujuan itu tidak dapat diganti oleh lain jenis; dan (2) selalu mendahuiui kata yang dijumlah. Kata bilangan ini masih dapat menjadi kata bilangan tentu, misalnya: satu, dua, lima, dan kata bilangan tak tentu, misalnya: segala, tiap-tiap.
8.      Kata Ganti atau Pronomen
Kata ganti secara historis dapat dihubungkan dengan istilah pronoun, jadi tidak asal menggantikan kata saja. Jenis ini dapat dibagi lagi menjadi: (1) kata ganti persona; (2) kata ganti milik; (3) kata ganti Tanya; (4) kata ganti tunjuk; dan lain-lain yang pada umumnya telah kita ketahui.
9.       Preposisi
Preposisi disebut juga kata depan atau kata perangkai, ia memiliki ciri-ciri: (1) rnemiliki fungsi adverbial; (2) biasanya berada di muka kata benda; dan (3) menyatakan hubungan sebagai terkandung di dalam kate preposisi itu sendri terhadap pernyataan kanan kirinya. Dalam kenyataannya, preposisi itu tidak selalu berada di muka kata benda, tetapi ada pula preposisi yang di belakangnya. Yang terakhir sebenarnya hanya ada pada bahasa Barat.

2.2.4        Gorys Keraf (1982)
Gorys Keraf dalam bukunya, Tatabahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas (1982:82-92) membagi kata menjadi empat macam yaitu: (1) kata benda atau nomina substantive; (2) kata kerja atau verba; (3) kata sifat atau adjektiva; dan (4) kata tugas atau function word. Beliau membagi kata berdasarkan struktur morfologisnya. Yang dimaksud dengan struktur morfologis adalah bidang bentuk yang memberi ciri khusus terhadap kata-kata itu. Bidang bentuk itu meliputi kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata tersebut atau juga kesamaan cirri dan sifat dalam membentuk kelompok kata.
1.      Kata Benda
Berdasarkan bentuknya, segala kata yang mengandung morfem terikat, ke-an, pe-an, -an, ke-, kita calonkan sebagai kata benda, misalnya: perumahan, perbuatan, kecantikan, pelari, jembatan, kehendak. Berdasarkan kelompok kata, segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan yang kata sifat adalah kata benda. Contohnya: Tuhan, angin dapat diperluas menjadi Tuhan yang adil, angin yang kencang.Kata ganti yang dalam tatabahasa tradisional merupakan jenis kata tersendiri, dimasukkan menjadi subgolongan kata benda.
2.       Kata Kerja
Berdasarkan bentuknya, segala kata yang mengandung imbuhan me-, ter-, -kan, di-, -i kita calonkan sebagai kata kerja. Ditinjau dari kelompok kata, segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + kata sifat adalah kata kerja. Contohnya:mendengar, buat dapat diperluas mendengar dengan cermat, buat dengan cepat.
3.       Kata Sifat
Berdasarkan bentuknya, segala kata dalam bahasa Indonesia bisa mengambil bentuk se + reduplikasi kata dasar + nya disebut kata sifat, misalnya: teliti, tinggi, cepat dapat menjadi: seteliti-telitinya, setinggi-tingginya, secepat-cepatnya. Dari segi kelompok kata, kata sifat dapat diterangkan oleh kata-kata: paling, lebih, sekali Contohnya: besar, tingsi dapat diterangkan menjadi besar sekali, paling besar, lebih besar, tinggi sekali, paling tinggi, lebih tinggi.
4.       Kata Tugas
Dari segi bentuk, kata tugas umumnya sukar sekali mengalami perubahan, seperti: dengan, telah, dan, tetapi. Narnun ada juga yang dapat mengalami perubahan bentuk, walaupun jumlahnya sangat terbatas, seperti: tidak, sudah yang dapat berubah menjadi:menidakkan, menyudahi. Dari segi kelompok kata, kata tugas hanya memiliki tugas untuk memperluas atau mengadakan transformasi kelimat.
Kata tugas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: l) kata tugas yang monovalen (bernilai satu) yaitu semata-mata bertugas untuk memperluas kalimat, misalnya:dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari dan kata tugas yana ambivalen (berniali dua) yaitu di samping berfungsi sebagai kata tugas yang monovalen dapat juga bertindak sebagai jenis kata lain, baik dalam membentuk suatu kalimat minim maupun mengubah bentuknya, misalnya: sudah tidak.

2.2.5        M. Ramlan (1985)
Ramlan (1985:48-77) menyatakan bahwa penggolongan kata yang dibuatnya didasarkan hasil penelitian yang dilakukannya pada tahun 1982 sampai dengan tahun 1983. Berdasarkan struktur sintaktik, kata bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi dua belas yaitu: (1) kata verbal; (2) kata nominal; (3) kata keterangan; (4) kata tambah; (5) kata bilangan; (6) kata penyukat; (7) kata sandang; (8) kata tanya; (9) kata suruh; (10) kata penghubung; (11) kata depan; dan (12) kata seruan.
1) Kata Verbal
Yang dimaksud dengan kata verbal ialah kata yang pada tataran klausa cenderung menduduki fungsi P (predikat) dan pada tataran frase dapat dinegatifkan oleh kata tidak. Contoh kata berdiri pada tataran klausa Ahmad berdiri (Ahmad sebagai S dan berdiri sebagai P), pada tataran frase dapat dinegatifkan oleh kata tidak pada tidak berdiri.
Berdasarkan kemungkinannya diikuti frase dengan sangat, yang berfungsi sebagai keterangan cara kata verbal dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu: (1) kata kerja, dan (2) kata sifat. Kata kerja ialah kata verbal yang dapat diikuti frase dengan sangat ... sebagai keterangan cara. Contohya kata menoleh dapat diperluas menjadi menolen dengan sangat hati-hati, membaca menjadi membaca dengan sangat tenang. Sedangkan kata sifat ialah kata yang tidak dapat diikuti oleh frase “dengan sangat” sebagai keterangan cara. Misalnya gugup, berhati-hati tidak bisa menjadi gugup dengan sangat tiba-tiba atau berhati-hati dengan sungguh-sungguh.
Ditinjau dari kemungkinannya diikuti O (obyek), kata kerja dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) kata kerja transitif ialah kata kerja yang dapat diikuti obyek dan dapat dipasifkan, (2) kata kerja intransitif ialah kata kerja yang tidak dapat diikuti O, dan sudah barang tentu kata kerja intransitif yang dapat diikuti pelaku.
2) Kata Nominal
Kata-kata yang dapat menduduki fungsi S, P, O dalam klausa, dan dalam tataran frase tidak dapat dinegatifkan oleh kata tidak, melainkan oleh kata bukan dapat diikuti oleh kata itu, dan dapat mengikuti kata di atau pada sebagai aksisinya.
Yang termasuk golongan kata nominal ialah kata benda dan kata ganti ialah kata nominal yang tidak menggantikan kata lain, sedangkan kata ganti ialah kata nominal yang menggantikan kata lain. Kata ganti dapat dibedakan lagi berdasarkan kata yang digantikannya yaitu kata ganti: (1) diri ialah kata ganti yang menggantikan nama, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, yang dapat dibedakan lagi menjadi kata ganti diri: (a) pertama, misalnya: aku, saya, kami; (b) kedua, misalnya: engkau, kamu, kamu sekalian, anda; dan (c) ketiga, misalnya: ia, dia, beliau, mereka; (2) penunjuk ialah kata ganti yang dapat menggantikan nama, keadaan, dan suatu peristiwa atau perbuatan yaitu ini dan itu; tempat yaitu kata ganti yang menggantikan nama tempat, yaitu kata: sana, situ, dan sini.

3) Kata Keterangan
Kata keterangan iaiah kata yang dalam suatu klausa cenderung menduduki fungsi keterangan (KET) dan umumnya mempunyai tempat yang bebas, mungkin terletak di depan sekali, mungkin antara S dan P dan mungkin terletak di belakang S dan P.
Kata keterangan dapat dibedakan lagi menjadi keterangan yang: (1) menyatakan waktu, misalnya: kemarin, tadi, nanti, kelak (2) menyatakan ragam yaitu sikap pembicara terhadap suatu tindakan atau suatu peristiwa, misalnya: rupanya, kiranya, seharusnya, seyogyanya dan (3) menyatakan kuantitas, misalnya: secepat-cepatnya, sejauh-jauhnya.
4) Kata Tambah
Kata tambah yaitu kata yang cenderung menduduki fungsi atribut dalam frase tipe endosentris yang atributif yang unsur pusatnya berupa kata verbal. Kata tambah ini ada yang menyatakan: (1) ragam, misalnys: tentu, pasti (2) negatif, misalnys: tidak, bukan, belum (3) aspek, misalnya: akan, mau, sedang, baru, masih (4) keseringan, misalnya: pernah, kerap, kerap sekali (5) keinginan, misalnya: ingin, hendak (6) keharusan misalnya: harus. wajib (7) kesanggupan, misalnya: dapat, mampu, sanggup (8) keizinan, misalnya: boleh; dan (9) tingkat, misalnys: kurang, amat, terlalu, paling.
5) Kata Bilangan
Kata bilangan ialah kata-kata yang dapat diikuti kata-kata orang, ekor, buah, helai, kodi, meter dan sebagainya. Kata bilangan ini ada yang menyatakan: (1) jumlah, misalnya: satu, dua, tiga puluh, beberapa; dan (2) urutan, misalnya: kedua, ketiga belas.
6) Kata Penyukat
Kata penyukat ialah kata yang terletak di belakang kata bilangan dan bersama kata itu membentuk satu frase yang disebut frase bilangan, yang mungkin terletak di muka kata nominal, misalnya: orang, ekor, buah pada frase-frase: dua orang petani, tiga ekor kelinci, dua buah rumah.

7) Kata Sandang
Kata sandang ialah kata yang selalu terletak di muka golongan kata nominal sebagai atributnya. Contoh kata yang termasuk jenis kata ini antara lain: si, suatu, semua, segala, segenap, seluruh, dan mungkin masih ada beberapa lagi.

8) Kata Tanya
Kata tanya ialah kata yang berfungsi membentuk kalimat tanya. Yang termasuk kata tanya ialah apa, siapa, mengapa, kenapa, bagaimana, mana, bilamana, kapan, bila, dan bukan. Masing-masing kata tanya tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. Berikut ini penjelasannya.
a.       Apa, digunakan untuk menanyakan untuk tujuan sebagai berikut.
1)  Memerlukan jawaban ya atau tidak. Contoh: Apakah hari ini Andi pergi sekolah?
 2)  Digunakan untuk membentuk tanya yang memerlukan jawaban yang menjelaskan Contoh : Apa yang sedang kau lakukan ?
3)   Menanyakan identitas. Apa judul buku itu?
4)   Menanyakan perbuatan. Apa dia menangis?
b.      Siapa, digunakan untuk menanyakan orang.
Contoh : Siapa namamu ?
c.       Kapan, digunakan untuk menanyakan waktu.
 Contoh : Kapan acara itu dimulai ?
d.      Berapa, digunakan untuk menanyakan jumlah.
Contoh : Berapa banyak anakmu ?
e.       Dimana, digunakan untuk menanyakan tempat.
Contoh : Dimana rumah kakekmu ?
f.       Bagaimana, digunakan untuk menanyakan keadaan atau cara.
Contoh : Bagaimana kabar nenekmu ?
g.      Mengapa, digunakan untuk menanyakan alasan.
Contoh : Mengapa kamu bolos kemarin ?
9) Kata Suruh
Kata suruh ialah kata yang berfungsi membentuk kalimat suruh, yang termasuk kata-kata suruh: tolong, silakan, dipersilakan, mari, ayo.
Contoh: - Tolong ambilkan buku yang ada di atas meja!
-  Kepada tamu undangan dipersilahkan menepati kursi yang telah disediakan.
-   

10) Kata Penghubung
Kata penghubung ialah kata atau kata-kata yang berfungi menghubungkan satuan gramatik yang satu dengan yang. lain untuk membentuk satuan gramatik yang lebih besar. Satuan yang dihubungkan itu mungkin kalimat, klausa, frase, atau kata. Ditinjau dan pertaliannya, kata penghubung dapat dibedakan menjadi tujuh belas pertalian, yaitu:
a.       pertalian penjumlahan 
b.      pertalian perturutan    
c.       pertalian pemilihan     
d.      pertalian perlawanan   
e.       pertalian lebih             
f.       pertalian waktu           
g.      pertalian perbandingan
h.      pertalian sebab            
i.        pertalian akibat           
j.        pertalian syarat           
k.      pertalian pengandaian 
l.        pertalian harapan        
m.    pertalian penerang      
n.      pertalian isi                 
o.      pertalian cara              
p.      pertalian pengecualian
q.      pertalian kegunaan      
11) Kata Depan
Kata depan ialah kata-kata yang pada frase eksosentris berfungsi sebagai penanda, misalnya kata-kata: di, pada, ke, kepada, dari, daripada, terhadap, bagi, dalam, akan, akibat, antar, antara, atas, dan sebagainya.
12) Kata Seruan
Kata seru ialah kata-kata yang dalam suatu kalimat berdiri sendiri, terpisah dan unsur lainnya, misalnya: wah, ai, aduh, dik.

2.2.6   Harimukti Kridalaksana
Pembagian kelas kata menurut Harimurti Kridalaksana ada 13 jenis, yakni sebagai berikut.
1.    Kata Kerja (Verba)
Kata dikatakan berkategori verba jika dalam frasa dapat didampingi partikel “tidak” dalam konstruksi dan tidak dapat didampingi partikel “di, ke, dari, atau, sangat, lebih, dan agak”. Berdasarkan bentuknya, verba dapat terbagi menjadi sebagai berikut.
a.       Verba Dasar Bebas
Verba dasar bebas merupakan verba dasar yang bebas. Misalnya tidur, duduk, makan, minum, dan sebagainya.
b.      Verba Turunan
 Verba turunan merupakan verba yang telah mengalami proses morfologis (afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, komposisi). Misalnya berenang, duduk-duduk, melirik-lirik, adu domba.
Berdasarkan banyaknya nomina yang mendampingi, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.       Verba Intransitif
b.      Verba Transitif

Berdasarkan hubungannya dengan nomina, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.       Verba Aktif
Verba aktif yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai pelaku, biasanya berprefiks me-, ber-, atau tanpa prefiks.
b.      Verba Pasif
Verba pasif  yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai penderita, sasaran, atau hasil. Biasanya diawali dengan prefiks di- atau ter-. Apabila ditandai dengan prefiks ter- maka bermakna perfektif.
c.       Verba Anti Aktif
Verba anti aktif (ergatif) yaitu verba pasif yang tidak dapat diubah menjadi verba aktif dan subjeknya merupakan penanggap (menderita, merasakan).
d.      Verba Anti Pasif
Verba anti-pasif yaitu verba yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif.
Berdasarkan interaksi antarnomina pendampingnya, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.       Verba Resiprokal
Verba resiprokal yaitu verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dan perbuatan tersebut dilakukan dengan saling berbalasan. Berikut adalah contoh bentuk verba resiprokal.
ber- + perang          = berperang
ber- + salaman        = bersalaman
b.    Verba Nonresiprokal
Verba nonresiprokal yaitu verba yang tidak menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan.
Berdasarkan referensi argumennya, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.         Verba Refleksi
Verba refleksif, yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang sama.
b.        Verba Nonrefleksi
Verba non refleksi, yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang berlainan.
Berdasarkan Hubungan Identifikasi antara Argumen-argumennya
a.       Verba kopulatif, yaitu verba yang mempunyai potensi untuk ditanggalkan tanpa mengubah konstruksi predikatif yang bersangkutan. Contoh: merupakan, adalah.
b.      Verba ekuatif, yaitu verba yang mengungkapkan ciri salah satu argumennya. Contoh: berjumlah, berlandaskan.
Selain itu, ada juga jenis verba telis dan verba atelis, serta verba performatif dan verba konstatatif. Verba telis menyatakan bahwa perbuatan tuntas atau bersasaran, sedangkan verba atelis menyatakan bahwa perbuatan belum tuntas. Verba performatif, yaitu verba dalam kalimat yang secara langsung mengungkapkan pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu mengujarkan kalimat, sedangkan verba konstatif merupakan verba dalam kalimat yang menyatakan atau mengandung gambaran tentang suatu peristiwa.

2.         Kata Sifat (Adjektiva)
Berdasarkan bentuknya, adjektiva terbagi menjadi tiga jenis, yaitu adjektifa dasar, turunan, dan majemuk.
Adjektiva memiliki ciri-ciri yang memungkinkanya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina atau (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) dapat hadir berdapingan dengan kata lebih...daripada... atau paling untuk menyatakan tingkat perbandingan, (5) mempunyai ciri-ciri morfologis seperti –er, -if, (6) dapat dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an, (7) dapat berfungsi predikatif, atributif, dan pelengkap.
Subkategorisasi ajektiva, dibagi ke dalam dua macam kategori, yakni sebagai berikut.
a.       Ajektiva predikatif yaitu ajektiva yang dapat menempati posisi predikat dalam klausa. Misalnya susah, hangat, sulit, mahal.
b.      Ajektiva atributif yaitu ajektiva yang mendampingi nomina dalam frase nomina. Misalnya nasional, niskala.
c.       Ajektiva bertaraf yakni yang dapat berdampingan dengan agak, sangat, dan sebagainya. Contohnya pekat, makmur.
d.      Ajektiva tak bertaraf yakni yang tidak dapat berdampingan dengan agak, sangat, dan sebagainya. Contohnya nasional, intern.

3.         Kata Benda (Nomina)
Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak dan mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari.
a.       Nomina dasar, seperti radio, udara, kertas, barat, kemarin, dll.
b.      Nomina turunan, terbagi atas:
1)      Nomina berafiks, seperti keuangan, perpaduan, gerigi.
2)      Nomina reduplikasi, seperti gedung-gedung, tetamu, pepatah.
3)      Nomina hasil gabungan proses, seperti batu-batuan, kesinambungan.
4)      Nomina yang berasal dari pelbagai kelas karena proses.
Contoh: deverbalisasi, seperti pengangguran, pemandian, pengembangan, kebersamaan, bersalam-salaman.
c.       Nomina paduan leksem, seperti daya juang, cetak lepas, loncat indah, tertib acara, jejak langkah.
d.      Nomina paduan leksem gabungan, seperti pendayagunaan, ketatabahasaan, pengambilalihan, kejaksaan tinggi.

4.         Kata Ganti (Pronomina)
Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina, yang digantikan itu disebut anteseden. Berikut adalah subkategorisasi pronomina.
a.       Dilihat dari hubungannya dengan nomina, yaitu ada atau tidaknya anteseden dalam wacana. Berdasarkan hal itu, dibagi lagi menjadi:
1)      Pronomina Intertekstual
Bila anteseden terdapat sebelum pronomina itu dikatakan anaforis, sedangkan  bila anteseden muncul sesudah pronomina, hal itu disebut kataforis. Contoh anaforis: Pak Arif sepupu Bapak. Rumahnya dekat
2)      Pronomina ekstratekstual
Merupakan pronomina yang menggantikan nomina yang terdapat di luar wacana, bersifat deiktis. Contoh: Itu yang kukatakan.
b.    Dilihat dari jelas atau tidaknya referennya
1)      Pronomina Taktrif
Pronomina taktrif yaitu menggantikan nomina yang referennya jelas. Pronomina ini terbatas pada pronomina persona.
2)      Pronomina Tak Takrif
Berikut adalah tabel pembagian pronomina menurut Harikurti Kridalakasana.
Intratekstual
Ekstratekstual
Anaforis
Kataforis
Takrif
Tak takrif
Ia/dia
-nya
-nya
I
II
III
sesuatu, seseorang,
barangsiapa, siapa,
apa, apa-apa, anu, masing-masing,
sendiri.
S
P
S
P
S
P

Saya
aku
kami (eksklusif)
kita (inklusif)
Kamu
Kau/ engkau
Anda
Kamu
Kalian
Anda semua/ Anda sekalian
ia/ dia
beliau
Mereka
mereka semua
Sumber : Wikipedia
Dalam ragam nonstandar jumlah pronomina lebih banyak daripada yang terdaftar tersebut, karena pemakaian nonstandar tergantung dari daerah pemakaiannya. Dalam bahasa kuna juga terdapat pronomina, seperti baginda. Semua pronomina tersebut hanya dapat mengganti nomina orang, nama orang, atau hal lain yang dipersonifikasikan.
5.  Kata Bilangan (Numeralia)
Numeralia adalah kategori yang dapat (1) mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, (3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau sangat.
Subkategorisasi numeralia adalah sebagai berikut.
a.    Numeralia Takrif
Numeralia takrif yaitu numeralia yang menyatakan jumlah yang tentu.
1)   Numeralia Utama (kardinal)
2)  Numeralia Tingkat adalah numeralia takrif yang melambangkan urutan dalam jumlah dan berstruktur ke + Num. Contoh: Catatan ketiga sudah diperbaiki.
3)   Numeralia kolektif, adalah numeralia takrif yang berstruktur ke + Num, ber- + N, ber- + NR, ber- + Num R atau Num + -an.
b.    Numeralia Tak Takrif
Numeralia tak takrif adalah numeralia yang menyatakan jumlah yang tak tentu. Misalnya berapa, sekalian, semua, segenap.

6.         Kata Keterangan (Adverbia)
Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis. Adverbia tidak boleh dikacaukan dengan keterangan, karena adverbia merupakan konsep kategori, sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi. Bentuk adverbia ada enam, yakni sebagai berikut.
a.    Adverbia dasar bebas, contoh: alangkah, agak, akan, belum, bisa.
b.    Adverbia turunan, yang terbagi atas:
1)      Adverbia turunan yang tidak berpindah kelas terdiri atas : adverbia bereduplikasi, seperti jangan-jangan, lagi-lagi dan adverbia gabungan, misalnya tidak boleh tidak.
2)      Adverbia turunan yang berasal dari pelbagai kelas terdiri atas: adverbia berafiks, misalnya terlampau, sekali dan adverbia dari kategori lain karena reduplikasi, misalnya akhir-akhir, sendiri-sendiri
3)      Adverbia deajektiva, misalnya awas-awas, benar-benar
4)      Adverbia denumeralia, misalnya dua-dua
5)      Adverbia deverbal, misalnya kira-kira, tahu-tahu
c.       Adverbia yang terjadi dari gabungan kategori lain dan pronomina, misalnya rasanya, rupanya, sepertinya.
d.      Adverbia deverbal gabungan, misalnya ingin benar, tidak terkatakan lagi
e.       Adverbia de ajektival gabungan, misalnya tidak lebih, kerap kali.
f.       Gabungan proses, misalnya : se- +A +-nya: sebaiknya


7.   Kata Tanya (Interogativa)
Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketahui pembicara. Apa yang ingin diketahui dan apa yang dikukuhkan itu disebut antesenden (ada di luar wacana) dan karena baru akan diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis.
a.    Interogativa dasar: apa, bila, bukan, kapan, mana, masa.
b.    Interogativa turunan: apabila, apaan, apa-apaan, bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa, bilamana, bilakah, bukankah, dengan apa, di mana, ke mana, manakah, kenapa, mengapa, ngapain, siapa, yang mana.
c.    Interogativa terikat: kah dan tah.

8.   Kata Tunjuk (Demonstrativa)
Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu (antesenden) di dalam maupun di luar wacana. Dari sudut bentuk dapat dibedakan berikut ini.
a.    Demonstrativa dasar (itu dan ini)
b.    Demonstrativa turunan (berikut, sekian)
c.    Demonstrativa gabungan (di sini, di situ, di sana, ini itu, sana sini)

9.   Kata Sandang/Sebutan (Artikula)
Artikula dalam bahasa Indonesia adalah kategori yang mendampingi nomina dasar misalnya si kancil, sang matahari, para pelajar. Misalnya pada nomina deverbal (si terdakwa, si tertuduh), pronomina (si dia, sang aku), dan verba pasif (kaum tertindas, si tertindas). Artikula berupa partikel, sehingga tidak berafiksasi.
Berdasarkan ciri semantis gramatikal artikula dibedakan sebagai berikut.
a.       Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan nomina singularis. (Si, Sang, Sri, Hang dan Dang)
b.      Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan suatu kelompok. (Para, Kaum, Umat).



10.     Kata Depan (Preposisi)
Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama nomina), sehingga terbentuk frasa eksosentris direktif. Ada tiga jenis preposisi, yaitu sebagai berikut.
a.       Preposisi dasar (tidak dapat mengalami proses morfologis).
b.      Preposisi turunan, terbagi atas: gabungan preposisi dan preposisi (di atas gedung, di muka bumi, di tengah-tengah kota), serta gabungan preposisi dan non-preposisi (...dari...ke... ; sejak...hingga... ; dari...sampai... ; antara...dengan...).
c.       Preposisi yang berasal dari kategori lain (misalnya pada dan tanpa) termasuk beberapa preposisi yang berasal dari kelas lain yang berafiks se- (selain, semenjak, sepanjang, sesuai, dsb).

11.  Kata Penghubung (Konjungsi)
Konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan lain dalam kontruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam kontruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang setataran maupun yang tidak setataran. Menurut posisinya konjungsi dibagi menjadi berikut ini.
a.       Konjungsi Intra-kalimat, yaitu konjungsi yang menghubungkan satuan-satuan kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa.
b.      Konjungsi Ektra-kalimat,
1)      Konjungsi intratekstual, yaitu menghubungkan kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf,
2)      Konjungsi ektratekstual, yang menghubungkan dunia di luar bahasa dengan wacana.

12.     Kategori Fatis
Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan lawan bicara. Kelas kata ini terdapat dalam dialog atau wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam bahasa lisan (nonstandar) sehingga kebanyakan kalimat-kalimat nonstandar banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.
Bentuk-bentuk fatis misalnya di awal kalimat “Kok kamu melamun?”, di tengah kalimat, misalnya “Dia kok bisa ya menulis puisi seindah ini?”, dan di akhir kalimat, misalnya “Aku juga kok!”. Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh, atau selamat, dan wujud bentuk terikat, misalnya –lah atau pun.
Bentuk dan Jenis Kategori Fatis, sebagai berikut.
a.    Partikel dan Kata Fatis Contoh: (Ah, ding, halo, deh, kek, kok dll)
b.    Frase Fatis. Contoh: Selamat, terima kasih, insya Allah.

13.     Kata Seru (Interjeksi)
Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran. Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri.
Interjeksi dapat ditemui dalam:
a.       Bentuk dasar, yaitu: aduh, aduhai, ah, ahoi, ai, amboi, asoi, ayo, bah, cih, cis, eh, hai, idih, ih, lho, oh, nak, sip, wah, wahai, yaaa.
b.      Bentuk turunan, biasanya berasal dari kata-kata biasa atau penggalan kalimat Arab, contoh: alhamdulillah, astaga, buset, duilah, insya Alloh, masya Allah, syukur, halo, innalillahi, yahud.

2.2.7   Abdul Chaer
Kelas kata Menurut Chaer (2011:86-194) dalam buku “Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia” dibagi menjadi lima belas kelas dilihat dari konsep makna dan mempunyai peran yang harus dilakukan.
1. Kata Benda (Nomina)
2. Kata Kerja (Verba)
3. Kata Sifat (Ajektifa)
4. Kata Keterangan (Adverbia)
5. Kata Sapaan
6. Kata Petunjuk
7. Kata Bilangan (Numeralia)
8. Kata Penyangkal
9. Kata Depan (Preposisi)
10. Kata Penghubung (Konjungsi)
11. Kata Ganti (Pronomina)
12. Kata Tanya
13. Kata Seru
14. Kata Sandang
15. Kata Partikel

1.      Kata Benda  (Nomina)
Kata benda (nomina) adalah kata yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret maupun abstrak). Kata benda berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap dan keterangan. Ciri utama nomina atau kata benda dilihat dari adverbia  pendampingnya adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas nomina.
Petama, tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak. Jadi, kata-kata kucing,  meja, bulan, dan pensil berikut adalah termaksuk nomina karena tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak.
Kedua, tidak dapat didahuli oleh adverbia derajat agak (lebih, sangat, dan paling). Ketiga, tidak dapat di dahului oleh adverbia keharusan wajib. Perhatikan contoh berikut.
Keempat dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan jumlah seperti satu, sebuah, sebatang, dan sebagainya. Misalnya:
-          Sebuah meja
-          Seekor kucing
-          Sebatang pensil
-          Selembar papan
Dari segi bentuk nomina turunan  atau bentukkan dapat dikenali dari afiks-afiks yang diimbuhkan pada dasar, yakni bentuk:
1. berfrefiks           pe-
                        per-
2. berkonfiks          pe-an
                        per-an
                        ke-an
3. bersufiks            -an

contoh dari kata benda turunan sebagai berikut.
a.        Berawalan pe-, seperti pemuda, pemenang, dan penyair.
b.      Berakhiran –an, seperti bendungan, bantuan dan asuhan.
c.       Berakhiran –nya, seperti besarnya, naiknya, dan jauhnya.
d.      Berimbuhan gabung pe-an, seperti pembangunan, pengembangan, dan pelebaran.
e.       Berimbuhan gabungan per – an, seperti pertemuan, pertambangan dan persatuan.
f.       Berimbuhan gabung ke-an, seperti keadilab, kebijaksanaan dan kekayaan.
g.      Kata yang diikuti dengan frase “yang” …. atau “ yang sangat” misalnya : jalan (yang bagus), pemuda (yang sangat rajin).

2.      Kata Kerja (Verba)
Kata kerja atau verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat. Kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai predikat dalam kalimat.
a.       Kata-kata yang dapat diikuti oleh frasa dengan …….., baik yang menyatakan alat, yang menyatakan keadaan, maupun yang menyatakan penyerta, disebut kata kerja, misalnya:
-          Pergi (dengan adik)Berjalan (dengan gembira)
-          Menulis ( dengan musuh)
b.      Kata kerja dasar seperti : pergi, pulang, tulis, tanya dll.
c.       Kata kerja berimbuhan seperti:
– awalan Me-, seperti kata-kata menulis, membaca dan melihat.
– awalan ber-, seperti kata-kata berdiri, berlatih dan berkuda
– awalan di-, seperti pada kata-kata ditulis, dibaca, dan dilihat
– awalan ter-, seperti pada kata-kata tertulis, terbaca, dan terlihat
– awalan per-, seperti pada kata-kata perpanjang, percepat, dan persingkat
– awalan –kan, seperti pada kata-kata tuliskan, abacakan, dan damaikan
– awalan –i, seperti pada kata-kata tulisi, datangi dan diami.
Ciri utama verba atau kata kerja  dilihat  dar adverbia yang mendampinginya adalah bahwa kata-kata yang termaksuk kelas verba.
Pertama, dapat di dampingi oleh adverbia negasi tidak dan tanpa. Contoh:
-          Tidak datang
-          Tidak pulang
-          Tanpa makan
-          Tanpa membaca
Adverbia negasi bukan dapat juga mendampingi sebuah verba, tetapi dengan persyaratan,  yaitu bila berada dalam konstruksi konstrastif.  Perhatikan contoh berikut.
          Dia bukan menangis karena sedih, melainkan karena gembira.
Kedua, dapat didampingi oleh semua adverbia frekuensi, seperti:
-          Sering datang
-          Jarang makan
-          Kadang-kadang pulang
Ketiga, tidak dapat didampingi, oleh kata bilangan dengan penggolongan. Misalnya:
-          Sebuah *membaca
-          Dua butir *menulis
-          Tiga butir *pulang
Namun, dapat didampingi oleh semua  adverbia jumlah. Seperti:
-          Kurang membaca
-          Sedikit menulis
-          Cukup menarik
Keempat, tidak dapat didampingi oleh semua adverbia derajat. Perhatikan contoh:
-          Agak *pulang
-          Cukup *datang
-          Lebih * pergi
Kelima, dapat didampingi oleh semua adverbia kala (tenses). Simak contoh berikut:
-          Sudah makan
-          Sedang mandi
-          Tengah membaca
-          Lagi tidur
-          Akan pulang
-          Hendak pergi
-          Mau menjual
Keenam, dapat didampingi oleh semua adverbia keselesaian, perhatikan contoh-contoh berikut:
-          Belum mandi
-          Baru datang
-          Sedang makan
-          Sudah pulang
Ketujuh, dapat didampingi oleh semua adverbia keharusan. Umpamanya.
-          Boleh mandi
-          Harus pulang
-          Wajib datang
Kedelapan, dapat didampingi oleh semua anggota adverbia kepastian. Simak contoh berikut.
-          Pasti datang
-          Tentu pulang
-          Mungkin pergi
-          Barangkali tahu
Secara morfologi verba yang berupa kata turunan dapat dikenali bentuknya yang:
1.  berprefiks ber-
bekonfiks ber-an
berkonfiks ber-kan
2. berprefiks me-
berklofiks me-kan
berklofiks me-i
berklofiks memper-
berprefiks me- dan konfiks per-kan
berprefiks me- dan konfiks per-i
3. berprefiks ter-
berkonfiks ter-kan
berkonfiks ter-i
4. berprefiks se-
5. bersufiks –kan
6. bersufiks –i
7. berkonfiks ke-an (disamping adanya bentuk ke-an yang berkelas nomina)

Secara sintaksis verba biasanya (malah selalu) menduduki fungsi predikat dalam sebuah klausa, dan selalu dapat diikuti oleh frase dengan... contoh;
-          Adik duduk dengan tenang
-          Ayah merokok dengan santai.
-          Ibu menulis surat dengan pensil
Lalu, kedudukannya sebagai predikat dapat dibedakan adanya.
1.      Verba transitif, yakni verba yang memiliki objek disamping sebuah dan verba birtransitif yang objeknya dua buah.
2.      Verba intransitif, yakni verba yang tidak mempunyai objek.
Secara semantik, kata-kata yang termaksuk kelas verba dapat dibedakan atas, (1) verba tindakan, (2) verba kejadian, (3) verba keadaan. Disebut verba tindakan karena didalamnya terkandung perbuatan yang dilakukan oleh subjek, dimana verba itu menduduki fungsi predikat didalam sebuah klausa. Kata-kata berikut termaksuk verba tindakan: makan, baca, pulang, dan pergi. Verba tindakan ini ada dua macam. Pertama, tindakan yang memiliki komponen makna (+sasaran), sehingga di dalam klausa verba tersebut diikuti sebuah (atau dua buah) objek. Misalnya:
-          Makan nasi
-          Baca koran
-          Tulis surat
-          Minum bir
-          Nonton televisi
Kedua, verba tindakan yang berkomponen makna (sasaran), sehingga didalam klausa verba tidak diikuti oleh objek. Misalnya:
-          Pergi (o)
-          Lompat (o)
-          Mundur (o)
-          Terbang (o)

Yang kedua, disebut verba kejadian karena verba itu mengandung pengertian adanya peristiwa yang menimpa subjek dimana verba tersbut menjadi predikat dalam sebuah klausa. Simak contoh berikut:
-          Gunung merapi meletus
-          Bukit itu longsor
-          Daun-daun mulai rontok
-          Pipa PAM bocor di sana-sini
-          Ban mobil itu pecah
Yang ketiga disebut verba keadaan, karena verba mengandung pengertian sebagai keadaan yang dirasakan oleh subjek dimana verba tersebut menjadi predikat didalam sebuah kalusa. Simak contoh-contoh berikut.
-          Kami khawatir atas keselamatannya.
-          Mereka takut kepada pejabat pemerintah itu.
-           Saya bingung atas situasi seperti ini.
Benda verba keadaan dari kata-kata dari adjektifa memang tidak banya sebab semua adverbia yang dapat mendampingi ajektifa dapat pula mendampingi verba keadaan itu. Bedanya hanya kalau kata-kata dari kelas ajektifa dapat diimbuhi prefiks ter- dalam pengertian ‘superlatif’, sedangkan verba keadaan ini tidak dapat. Bandingkan!
-          Terbalik)(     *tersuka
-          Tertinggi      *terbingung
-          Terindah                   *terkhawatir
-          Termahal      *terdendam
-          Terbesar                   *terbenci
Namun, kedua kelompok itu sama-sama dapat didampingi oleh adverbia paling. Perhatikan!
-          Paling baik   paling suka
-          Paling tinggi paling bingung
-          Paling indah paling khawatir
-          Paling mahal            paling dendam
-          Paling besar  paling benci

3.      Kata Sifat (Ajektifa)
Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan watak, dan tabiat orang/binatang/benda. Kata sifat umumnya berfungsi sebagai predikat, objek dan penjelas subjek.
Ciri utama ajektifa atau kata keadaan dari adverbia yang mendampinya adalah kata-kata yang termaksuk kelas adjektifa. Pertama, tidak dapat didampingi oleh adverbia frekuensi sering, jarang, dan kadang-kadang.
Kedua, tidak dapat didampingi oleh adverbia jumlah. Jadi tidak ada.
Ketiga, dapat didampingi oleh semua adverbia derajat. Simak contoh berikut:
-          Agak tinggi
-          Cukup mahal
-          Lebih bagus
-          Sangat indah
-          Sedikit kecil
-          Jauh sekali
-          Paling mulia
Keempat, dapat didampingi oleh adverbia kepastian pasti, tentu, mungkin, dan barangkali. Umpamanya:
-          Pasti indah
-          Tentu baik
-          Mungkin buruk
-          Barangkali cantik
Kelima, tidak dapat diberi adverbia kala (tenses) hendak dan mau. Jadi bentuk-bentuk tidak berterima.
Secara morfologi ajektifa yang berupa kata turunan atau kata bentukan dapat dikenali dari sufiks-sufiks (yang berasal dari bahasa asing) yang mengimbuhkannya. Contoh-contoh:
al       : faktual, gramatika, ideal
il        : prisipil, idiil, materiil
iah     :  alamiah, ruhaniah, harfiah
if       : efektif, kualitatif, administratif
ik       : mekanik, pariotik, heroik,
is       : teknis, kronologis, pancasilais,
istis   : materialistis, optimistis, egoistis
i         : islami, alami, jasadi
wi      : dunuawi, surgawi, kimiawi
ni       : gerejani,

4.      Kata Keterangan (Adverbia)
Dalam berbagai buku tata bahasa sekolah, adverbia lazim disebut kata keterangan atau keterangan tambahan. Fungsinya adalah menerangkan kata kerja, kata sifat dan jenis kata lainnya; berbeda dengan ajektifa (yang lazim disebut kata sifat) yang fungsinya menerangkan kata benda. Hajar, mengatakan bahwa adverbia adalah kata yang memberi keterangan sebagai fungsi dalam kalimat. Contoh: sangat, sedang, sungguh.
Adverbia pada umumnya berupa bentuk dasar. Sedikit sekali yang berupa kata bentukan. Yang berupa kata bentukan dapat dikenali dari bentuknya yang:
1.       berprefiks se- seperti sejumlah, sebagian, seberapa, dan semoga.
2.      berprefiks se- dengan reduplikasi seperti sekali-sekali, semena-mena.
3.      berkonfiks se-nya seperti sebaiknya, seharusnya, sesungguhnya dan sebisanya.
4.      berkonfiks se-nya dengan reduplikasi seperti selambat-lambatnya, secepat-cepatnya dan sedapat-dapatnya.
Dilihat dari segi semantik, yakni dari komponen makna utama yang dimiliki dapat dilihat adanya kata-kata yang berkelas adverbia yang memiliki komponen makna.

5.      Kata Sapaan
Kata-kata yang digunakan untuk menyapa, menegur, atau menyebut orang kedua yang diajak bicara, disebut kata sapaan. Kata-kata sapaan ini tidak mempunyai perbendaharaan kata sendiri, tetapi mengunakan kata-kata dari pembendaharaan kata nama diri dan kata nama perkerabatan.
Sebagai kata sapaan, kata nama diri dapat digunakan dalam bentuk utuh seperti Hasan, Ali, Siti, dan Ida; dapat juga digunakan bentuk singkata, seperti San, Li, Ti, dan Id.
Begitu juga dengan nama perkerabatan. Emua bentuk utuhnya dan bentuk singkatnya dapat dipakai. Hanya perlu diperhatikan, tidak semua kata perkerabatan ada bentuk singkatnya. Yang ada bentuk singkatnya hanyalah:
-          Pak (bentuk utuh : Bapak)
-          Yah (bentuk utuh : Ayah)
-          Bu (bentuk utuh : Ibu)
-          Kak (bentuk utuh : Kakak)
-          Dik (bentuk utuh : Adik)
-          Bi (bentuk utuh : Bibi)
-          Kek (bentuk utuh : Kakek)
-          Nek (bentuk utuh : Nenek)
-          Nak (bentuk utuh : Anak)
-          Cu (bentuk utuh : Cucu)
Kata saudara dan paman tida ada bentuk singkatnya. Jadi harus selalu digunakan bentuk utuh.
6.      Kata Penunjuk
Kata-kata yang digunakan untuk menunjukan benda disebut kata penunjuk. Ada dua macam kata penunjuk, yaitu INI dan ITU. Kata penunjuk INI digunakan untuk menunjukan bendaa yang letaknya relatif dekat dari si pembicara, sedangkan kata penunjuk ITU untuk menunjukan benda yang letaknya rel;atif jauh dari si pembicara.
Fungsi yang dimiliki kedua kata penunjuk ini adalah:
a.       Menjadi penujuk benda
Contoh:
-          Ini si Didi
-          Ini pohon durian
-          Itu mobil ayah
-          Itu Ibu Siti
b.      Menjadi penentu atau pembatas
Contoh:
-          Rumah ini belum ditempati
-          Anak-anak ini datang untuk membantu kami.
-          Persoalan ini memang sulit.
-          Mobil itu akan dijual.
-          Pelawak itu bernama Ateng.
-          Stasiun itu jauh dari sini.
c.       Menjadi pengganti benda
Contoh:
-          Ini akan dikirim ke Medan.
-          Mana yang akan kau pilih, ini atau yang lain?
-          Ini saja yang akan kumakan.
-          Itu yang akan dijual.
-          Itu saja yang akan dibawa, yang lain tidak.
d.      Memberi penekanan
Contoh:
-          Kami datang ini ingin membicarakan persoalan anakmu.
-          Kami ini baru datang belum tahu permasalahannya
-          Saya berbicara ini bukan untuk turut campur pemasalahan orang lain, melainkan ingin sekadar memberi penjelasan.
-          Kedatangan saya kesana itu adalah hendak mengembalikan bukunya.
-          Kepergianya itu tanpa seizin orang tuanya.
-          Kemenangan itu kami peroleh berkat kerja sama yang baik.
e.       Menjadi penunjuk hubungan atau pertalian.
Contoh:
-          Kepada ketua dikemukakan usul untuk menagadakan perubhan anggaran rumah tangga. Ini harus disesuaikan dengan keadaan situasi sekarang.
-          Dia diberi uang seribu rupiah; saya Cuma empat ratus rupiah. Ini tentu tidak adil.
-          Langit mendung berawan tebal. Itu tandanya hari akan hujan.
-          Rumahnya terletak jauh di luar kota. Itu yang menyebabkan seringkali ia terlambat.

7.      Kata Ganti (Pronomina)
Pronomina lazim disebut kata ganti karena tugasnya memang menggantikan nomina yang ada. Secara umum lazim dibedakan adanya empat macam pronomina, yaitu pronomina persona atau kata ganti diri, pronomina demontrativa atau kata ganti penunjuk, pronomina introgatif atau kata ganti tanya dan pronomina tak tentu (Chaer, 2008:87).
a.    Kata ganti diri
Kata ganti diri adalah pronomina yang menggantikan nomina orang atau yang diorangkan, baik berupa nama diri atau bukan nama diri. Kata ganti diri ini biasanya dibedakan atas.
1.      Kata ganti diri orang pertama tunggal merupakan orang yang berbicara misalnya, yaitu saya dan aku; orang pertama jamak yaitu, kami dan kita.
2.      Kata ganti orang kedua tunggal merupakan orang yang diajak bicara oleh orang pertama, yaitu kamu dan engkau; kata ganti orang kedua jamak yaitu kalian dan kamu sekalian.
3.      Kata ganti orang ketiga tunggal merupkan orang yang dibicarakan oleh orang pertama dan kedua misalnya yaitu ia, dia dan nya; orang ketiga jamak, yaitu mereka.
Kata ganti orang pertama saya dapat digunakan kepada siapa saja dan oleh siapa saja. Sedangkan kata ganti diri orang pertama aku hanya dapat digunakan kepada lawan bicara yang lebih muda usiannya atau lebih rendah status sosialnya. kata ganti diri kami digunakan untuk menyakan pelaku jamak atau menyatakan rasa hormat (pluralis majestatis). Kata ganti diri kita digunakan untuk menyatakan jamak, termaksuk kata lawan bicara. Perlu dicatat, kata ganti diri aku mempunyai bentuk klitika, baik proklitika, seperti pada kubaca, maupun enklitiki seperti pada bukuku.
Kata ganti diri orang kedua tunggal kamu dan engkau hanya digunakan terhadap orang yang lebih muda atau lebih rendah status sosialnya. Demikian juga dengan kata ganti diri orang kedua jamak kamu sekalian. Di sini perlu dicatat kata ganti engkau mempunyai klitika, baik proklitika kau- dalam kaubaca; atau enklitika, seperti kau dalam bukukau.
Kata ganti orang ketiga tunggal ia digunakan dalam posisi sebagai subjek, tidak dalam posisi objek. Hanya perlu dicatat sebagai objek kata ganti dia digunakan kalau mengikuti bunyi-kan. Misalnya: - ....merindukan dia
-....takut akan dia

Kata ganti diri nya hanya digunakan dalam posisi objek dan berlaku sebagai enklitika, seperti dalam: - Minta tolong kepadanya.
-          Siapa namanya?

Kata ganti orang ketiga jamak dpat digunakan kepada siapa saja, tanpa ada rasa hormat atau tidak. Untuk orang ketiga yang dihormati lazim digunakan kata beliau. Untuk yang sudah meninggal digunakan kata almarhum (kalau laki-laki) dan almarhumah (kalau perempuan).
Mengenai kata ganti diri dalam bahasa Indonesia, ada tiga catatan yang perlu diperhatikan. Pertama, dalam masyrakat umum kata ganti diri sering digunkan secara tidak tertib atau diluar kaidah yang disebutkan di atas. Yang tidak sesuai kaidah di atas adalah:
-          Kata ganti kami sering digunakan untuk menyebut diri secara tunggal, bukan jamak.
-          Kata ganti kita, sering digunakan untuk menyebut diri sendiri, bukan secara inklusif.
-          Kata ganti nya sering digunakan untuk menyebut orang kedua tunggal.
Kedua, dalam masyarakat Indonesia yang multietnis dan multibudaya lazim juga digunakan kata ganti diri bahasa daerah seperti:
-          mas dan mbak dari bahasa Jawa; mas untuk menyebut orang kedua laki-laki, dan mbak untuk menyebut orang kedua perempuan. Akang, mamang dan ceuceu dari bahasa Sunda; akan untuk menyebut kakak laki-laki, paman untuk menyebut paman, dan ceuceu untuk menyebut  kakak perempuan.
-          Awak, uni, dan uda dari bahasa Minangkabau: awak untuk menyebut diri orang pertama, uni untuk menyebut kakak perempuan, dan uda untuk menyebut kakak laki-laki.
-          Lu, gua, ana (ane), dan anta (ente) dari bahasa Betawi: lu digunakan untuk menyebut orang kedua secara terbatas; gua digunakan untuk menyebut diri pertama juga secara terbatas; ana (ane) dari bahasa Arab yang digunakan untuk menyebut diri pertama secara tertentu; dan anta (ente) yang juga bersal dari bahasa Arab digunakan untuk menyebut orang kedua juga secara tertentu.
-          Beta dari bahasa Maluku digunakan untuk menyebut nama diri pertama secara terbatas. 
Ketiga, karena faktor sosial maka kata ganti yang sudah tersedia lengkap itu sering tidak digunakan. Sebagai gantinya digunakan kata ganti kosakata dari istilah perkerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakek, nenek, kakak, adik, paman, cucu, dan lain sebagainya. Istilah perkerabatan ini dapat menggantikan posisi orang pertama, orang kedua maupun orang ketiga. Sebagai contoh kata bapak pada kaliamat pertama di bawah ini menggantikan kata saya, pada kalimat kedua menggantikan kata kamu, dan pada kalimat ketiga menggantikan kata dia.
-          Guru itu berkata pada murid-muridnya, “Besok Bpak akan pergi ke Medan”.
-          Kata Ali kepda gurunya “Kapan Bapak akan kembali ke Jakarta?”
-          Kata Ahmad kepada Ali (sesama murid), “ kabarnya Bapak itu mau menjenguk ibunya yang sedang sakit”.

b.    Kata ganti penunjuk
Kata ganti penunjuk atau pronomina demontratifa adalah kata ganti ini dan itu  untuk menggantikan nomina (frase nominal atau lainnya) sekaligus dengan penunjukan.  Kata ganti penujuk ini digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dekat dari pembicara; sedangkan kata ganti penunjuk itu digunakan untuk menunjuk sesuatu yang jauh dari pembicara.
-          Buku ini adalah buku inpor.
-          Ini adalah buku yang sudah lama saya cari.
-          Penderitaan anak-anak ini harus kita hentikan.
-          Buku itu belum saya baca.
-          Itulah buku yang saya cari selama ini.
-          Dari jauh terlihat asap membumbung tinggi. Itu tandanya ada kebakaran.

c.    Kata ganti tanya
Kata ganti tanya atau pronomina iterogatifa adalah kata yang digunakan untuk bertanya atau menanyakan sesuatu (nomina atau yang dianggap konstruksi nominal). Kata ganti tanya itu adalah apa, siapa, kenapa, mengapa, bagaimana, dan mana.
Kata ganti apa digunakan untuk menanyakan nomina (benda atau hal), posisinya dapat pada awal kalimat, tengah kalimat, atau akhir kalimat; dan dapat disertai dengan partikel kah, atau tah. Simak contoh penggunaan pada kalimat-kalimat berikut.
-          Apa ini?
-          Ini apa?
-          Peristiwa itu terjadi pada bulan apa?
-          Apakah kamu mengambil buku itu?
Perlu dicatat, bahwa partikel tah dewasa ini sudah hampir tidak digunakan lagi, sementara partikel kah pun sudah sering ditinggalkan orang.
Kata ganti tanya siapa, digunakan untuk menanyakan nama diri tau nama jabatan seseorang. Posisinya di dalam kalimat dapat pada wal kalimat, dapat juga pada akhir kalimat; demikian juga untuk menegaskan dapat diberi partikel kah atau tah. Simak contoh-contoh berikut.
-          Siapa namanya?
-          Nama anak itu siapa?
-          Siapakah penulis buku ini?
-          Siapa yang duduk di sana itu?
-          Yang mengejekmu tadi, siapa?
Kata ganti tanya mengapa atau kenapa digunakan untuk menanyakan sebab terjadinya sesuatu.  Posisinya di dalam kalimat dapat pada awal kalimat; dan dapat juga dibubuhi pertikel kah. Perhatikan contoh berikut:
-          Kenapa anak itu menangis?
-          Kamu datang terlambat, mengapa?
-          Mengapa kamu tidak hadir?
-          Mengapa gedung itu roboh?
-          Anak itu tidak mau makan, kenapa?
Dalam hal ini perlu dicatat, lazim juga digunakan bentuk kena apa yang sebenarnya sama dengan kenapa. Misalnya:
-          Tanganmu luka kena apa?
-          Kena apa kaca rumah itu sama  hancur?

Kata ganti tanya berapa digunakan untuk menanyakan jumlah atau banyaknya sesuatu. Posisinya dapat pada awal kalimat, dapat juga pada akhir kalimat; serta dapat juga dibubuhi partikel kah. Simak contoh berikut:
-          Berapa harga seekor ayam?
-          Harga satu gram emas berapa?
-          Berapa orang yang datang?
-          Berapa jauh jarak dari sini ke kota?
-          Uangmu ada berapa rupiah?

Kata ganti tanya bagaimana digunakan untuk menanyakan hal, proses terjadinya sesuatu. Posisinya dapat terletak pada awal kalimat, dapat juga pada akhir kalimat; dan dapat juga dilengkapi dengan partikel kah. Simak contoh berikut:
-          Bagaimana cuaca di sana:
-          Cara membuat ketupat itu, bagaimana?
-          Kalau kita dapat rumah dinas, bagaimana dengan rumah ini?
-          Yang lulus SPMB sudah jelas nasibnya, tetapi bagaimana dengan yang tidak lulus?
-          Harganya memang murah, tetapi bagaimana dengan kondisinya?

Kata ganti mana digunakan untuk menanyakan tempat keberadaan. Posisinya dapat pada awal kalimat, dapat juga pada akhir kalimat. Perhatikan contoh berikut:
-          Itu barangnya mana uangnya?
-          Mana buku yang baru kamu beli itu?
-          Sepagi ini kamu mau ke mana?
Untuk lebih menegaskan keberadaan, biasanya kata ganti mana dilengkapi dengan preposisi dari, di, dan ke. Perhatikan contoh berikut:
-          Mereka itu datang dari mana?
-          Dimana kamu simpan buku itu?
-          Sepagi ini kamu mau kemana?

d.   Kata ganti tak tentu
Pronomina tak tentu atau kata ganti tak tentu adalah kata-kata yang digunakan untuk menggantikan nomina yang tak tentu. Yang termaksuk kata ganti tak tentu adalah seseorang, salah seorang, siapa saja, setiap orang, masing-masing, satu, sesuatu, salah satu, beberapa, dan sewaktu-waktu. Simak contoh-contoh berikut:
-          Ada seseorang menunggu Anda di luar.
-          Salah seorang siswa Anda terlibat dalam pencurian itu.
-          Di antara mereka siapa saja yang Anda kenal?
-          Masing-masing mendapat bantuan Rp 300.000,00;
-          Pada suatu hari dia datang ke sini.
-          Ada sesuatu yang tidak beres di dalam keluarga itu.

8.      Kata Bilangan (Numeralia)
a.       Kata bilangan
Numeralia atau kata bilangan adalah kata-kata yang menyatakan bilangan, jumlah, nomor, urutan, himpunan. Menurut bentuk dan fungsinya biasanya dibicarakan adanya kata bilangan utama, bilangan genap, bilangan ganjil, bilangan bulat, bilangan pecahan, bilangan tingkat dan kata bantu bilangan. Kata bilangan dapat ditulis dengan angka arab, angka romawi, maupun dengan huruf.
Kata bilangan utama atau kata bilangan sejati adalah kata-kata seperti satu, dua, tiga, lima, tujuh, sebelas, tiga belas, dan sebagainya. Kata empat bukan bilang utama sebab merupakan hasil perkalian dua kali dua; begitu juga dengan enam yang merupakan hasil perkalian dua kali tiga; dan sebagainya.
Kata bilangan genap adalah kata yang habis dibagi dua, misalnya dua, empat, enam, delapan, sepuluh, dan sebagainya. Sedangkan bilangan ganjila adalah bilangan yang tidak habis dibagi  dua, seperti satu, , tiga, lima, tujuh, sembilan, sebelas, dan seterusnya. Baik bilang genap maupun bilang ganjil dapat disebut bilanganbulat; sebagai lawan dari bilangan pecahan seperti setengah, dua pertiga, seperempat, seperlima, dua perlima, dan sebagainya.
Contoh bilangan utama dalam bahasa Indonesia adalah (ditulis dengan angka dan huruf).
5                                              lima
27                                            dua puluh tujuh
112                                          seratus dua belas
1000                                        seribu
10.000                                     sepuluh ribu
100.000                                   seratus ribu
1.000.000                                satu juta
1.000.000.000                         satu miliar
1.000.000.000.000                  satu triliun
Kata bilangan tingkat digunakan untuk menyatakan urutan, seperti kelima, ketujuh, dan keseratus, pada kalimat.
-       Beliau duduk di kursi kelima dari kiri.
-       Dia tinggal di rumah ketujuh dari sini.
-       Pendaftar keseratus dibebaskan dari uang pendaftaran.
Disamping kata bilangan tingkat ada pula kata bilangan himpunan, yakni bilangan  yang menyatakan kelompok atau jumlah. Bentuk kata bilangan tingkat. Simak contoh berikut.
-       Kedua rumah itu disita oleh pengadilan.
-       Ketiga orang itu dituduh dalam gerakan terorisme.
-       Keempat biro perjalanan itu telah dibekukkan.

b.      Kata bantu bilangan
Kata bantu bilangan disebut juga kata  penjodoh bilangan, atau kata penggolong bilangan adalah kata-kata yang digunakan sebaagai tanda pengenal nomina tertentu dan ditempatkan di antara kata bilangan dengan nominanya. Kata bantu bilangan yang lazim digunakan adalah orang utnuk manusia, ekor untuk binatang, dan buah untuk benda umum. Selain itu, secara spesifik digunakan juga kata-kata batang, lembar, helai, butir, biji, pucuk, bilah, mata, tangkai, kuntum, tandan, carik, kaki, pasang, dan rumpun. Perhatikan contoh berikut.
-       Dua orang Korea
-       Seorang lurah
-       Seekor buaya
-       Lima ekor gajah
-       Dua buah mangga
-       Dua batang pensil
-       Selembar kertas
-       Sehelai kain
-       Lima butir telur
-       Dua biji salak
-       Sepucuk meriam
-       Sebilah parang
-       Dua mata kail
-       Setangkai bunga
-       Sekuntum mawar
-       Setandan pisang
-       Secarik kertas
-       Sekaki payung
-       Sepasang sepatu
-       Serumpun bambu
Kata bantu bilangan di atas digunakan untuk nomina terhitung; untuk nomina tak terhitung digunakan wadah pengukur nomina itu.

9.      Kata Penyangkal
Kata-kata yang digunakan untuk menyangkal atau mengingkari terjadinya suatu peristiwa atau adanya suatu hal disebut kata penyangkal. Kata penyangkal yang ada dalam Bahasa Indonesia adalah: tidak, tak, tiada, bukan, dan tanpa.
a.       Kata penyangkal TIDAK
Kata penyangkal TIDAK dengan fungsi menyatakan ingkar digunakan;
1)      di depan kata kerja
contoh:- saya tidak mengambil bukumu.
-       Dia tidak berdusta.
-       Hasan tidak pergi kepasar.
2)      di depan kata sifat
contoh            : - Perbuatan itu tidak baik.
-  Rumah saya tidak jauh dari sini
-  Lampu itu tidak terang.
b.      Kata penyangkal TAK
Kata penyangkal tak dengan fungsi untuk menyatakan ingkar dapat digunakan di depan kata kerja atau kata sifat, sebagai varian dari kata penyangkal TIDAK.
c.       Kata penyangkal TIADA
Kata penyangkal TIADA digunakan dengan aturan:
1)      untuk menyatakan tidak pernah digunakan di depan kata keja.
2)      untuk menyatakan tidak ada digunakan di depan kata benda.
d.      Kata penyangkal BUKAN
Kata penyangkal BUKAN digunakan dengan aturan:
1)      Untuk mengingkari kebenaran sesuatu digunakan di depan kata benda.
Contoh:
-       Ini bukan mangga.
-       Dia bukan murid kelas dua.
-       Orang itu bukan pamanku.
2)      Untuk mengingkari sesuatu, yang disertai dengan pembetulannya, digunakan:
Ø  di depan kata benda
contoh: - Ini bukan buah dukuh, melainkan buah menteng.
-  Anak itu bukan  murid kelas dua, melainkan murid kelas satu.
-  Dia bukan kakakku, melainkan adikku.
Ø  di depan kata kerja
contoh: -  Dia bukan menulis, melainkan menggambar.
-  Dia bukan menyanyi, melainkan berteriak-teriak.
-  Aya buk an ditinjunnya melainkan di tendangnya.
3)      Untuk menegaskan apakah orang yang diajak bicara pendapat dengan si pembicara’ digunakan pada akhir kalimat tanya.
Contoh: - Kamu murid kelasdua , bukan?
-   Anak itu tidak nakal, bukan?
-   Gunung agung di Pulau Bali, bukan?

e.       Kata penyangkal TANPA
Kata penyangkal TANPA sama artinya dengan ‘tidak dengan’. Kata penyangkal ini digunakan di depan kata benda atau di depan kata kerja.
Contoh:
-             Tanpa saya di tidak mau pergi.
-             Tanpa bantuan Anda pekerjaan ini tentu belum selesai.
-             Dia pergi begitu saja tanpa pamit dulu dengan ibunya.
-             Tanpa dibaca lebih dulu surat itu dirobeknya.
-             Barang itu diterimanya tanpa mengucapkan terima kasih

10.  Kata Depan (Preposisi)
Preposisi atau kata depan adalah kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina dan verba di dalam suatu klausa. Misalnya kata di dan dengan dalam kalimat.
-     Nenek duduk di kursi.
-     Kakek menulis surat dengan pensil.

Secara semantik preposisi ini meyatakan makna.
1. Tempat berada, yaitu di, pada, dalam, atas dan antara.
2. Arah asal, yaitu preposisi dari.
3. Arah tujuan, yaitu preposisi ke, kepada, akan, dan terhadap.
4. Pelaku, yaitu preposisi oleh.
5. Alat, yaitu preposisi dengan dan berkat.
6. Perbandingan, yaitu preposisi daripada.
7. Hal atau masalah, yaitu preposisi tentang dan mengenai.
8.  Akibat, yaitu preposisi tentang dan mengenai.
9. Tujuan, yaitu preposisi untuk, buat, guna, dan bagi.

Catatan kata seperti untuk dan bagi berlaku juga sebagai konjungsi. Untuk membedakannya perlu diperhatikan bahwa kata yang termaksuk preposisi membentuk frase preposisi dengan nomina yang mengikutinya, dan menduduki fungsi keterangan di dalam klausa atau kalimat. Sedangkan konjungsi menggabungkan dua unsur sintaksis baik kat, frase, klausa, maupun kalimat.

11.  Kata Penghubung (Konjungsi)
Konjungsi atau kata hubung adalah kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan sintaksis, baik antara kata dengan kata, antara frase dengan frase, antara klausa dengan klausa atau antara kalimat dengan kalimat. Simak penggunaan kata dan, karena, dan sebaliknya pada kalimat-kalimat berikut!
-          Ibu dan ayah pergi ke Bogor.
-          Dia tidak datang karena hujan lebat sekali.
-          Orang-orang pergi ke utara sebaliknya ia pergi ke salatan.
Dilihat dari tingkat kedudukannya dibedakan adanya (1) konjungsi koordinatif, (2) konjungsi subordinatif. Dilihat dari luas jangkauannya ada (1) konjungsi intra kalimat dan (2) konjungsi antarkalimat.
a.       Konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih yang kedudukannnya sederajat atau setara. Kemudian dilihat dari sifat hubungannya dikenal adannya konjungsi.
1.      Menghubungkan menjumlahkan, yaitu konjungsi dan, dengan dan serta.
2.      Menghubungkan memilih, yaitu konjungsi atau.
3.      Menghubungkan mempertentangkan, yaitu preposisi tetapi, namun, sedangkan, dan sebaliknya.
4.      Menghubungkan membetulkan, yaitu konjungsi melainkan dan hanya.
5.      Menghubungkan menegaskan, yaitu konjungsi bahkan, malah (malahan), lagipula, apalagi, jangankan.
6.      Menghubungkan membatasi, yaitu konjungsi kecuali, dan hanya.
7.      Menghubungkan mengurutkan, yaitu konjungsi kemudian, lalu, selanjutnya dan setelah itu.
8.      Menghubungkan menyamakan, yaitu konjungsi yaitu, yakni, ialah, adalah dan bahwa.

b.      Konjungsi subordinatif
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat (klausa) yang kedudukannnya tidak sederajat. Artinya kedudukan klausa yang satu lebih tinggi (sebagai klausa utama) dan yang kedua sebagai klausa bawahan atau lebih rendah dari yang pertama. Konjungsi subordinatif ini membedakan pula atas konjungsi yang menghubungkannya.
1.    Menghubungkan menyatakan sebab akibat, yaitu konjungsi sebab dan karena.
2.    Menghubungkan menyatakan persyaratan, yaitu konjungsi kalau, jikalau, jika, bila, bilamana, apabila, dan asal.
3.      Menghubungkan menyatakan tujuan, yaitu konjungsi agar dan supaya.
4.      Menghubungkan menyatakan waktu, yaitu konjungsi ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala, sejak, sambil, dan selama.
5.      Menghubungkan menyatakan akibat, yaitu konjungsi sampai, hingga, dan sehingga.
6.      Menghubungkan menyatakan batas kejadian, yaitu konjungsi sampai dan hingga.
7.      Menghubungkan menyatakan tujuan atau sasaran, yaitu konjungsi untuk dan guna.
8.      Menghubungkan menyatakan penegasan, yaitu konjungsi meskipun, biarpun, kendatipun, dan sekalipun.
9.      Menghubungkan menyatakan pengandaian, yaitu konjungsi seandainya dan andaikata.
10.  Menghubungkan menyatakan perbandingan, yaitu konjungsi seperti, seperti dan laksana.

c.       Konjungsi antarkalimat
Yang dimaksud dengan konjungsi antarkalimat adalah konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain yang berada dalam satu paragraf. Melihat sifat hubungannya dikenal dengan adanya konjungsi antarkalimat yang:
1.      Menghubungkan dan mengumpulkan, yaitu konjungsi jadi, karena itu, oleh sebab itu, kalau begitu, dan dengan demikian.
2.      Menghubungkan menyatakan penegasan, yaitu konjungsi lagipula, dan apalagi.
3.      Menghubungkan mempertentangkan atau mengontraskan, yaitu konjungsi namun dan sebaliknya.

12.  Kata Tanya
Kata-kata yang digubakan sebagai pembantu di dalam kalimat yang menyatakan pertanyaan disebut kata tanya. Kata tanya yang ada dalam bahasa Indonesia yaitu, apa, siapa, mengapa, kenapa, bagaimana, berapa, mana, kapan, bila, bilamana.
a.       Kata Tanya Apa
Kata tanya apa digunakan dengan aturan:
1)      untuk menanyakan benda atau hal, baik tentang jenisnya ataun namanya, digunakan didepan kata benda atau kata penggantinya.
Contoh:  - Apa ini?
-       Apa isi lemari ini?
2)      Untuk menanyakan nama atau nama jenis barang digunakan dibelakang kata benda atau frase benda yang ditanyakan, dalam hal ini lazim juga digunakan partikel KAH.
Contoh :    - Binatang apa yang berbulu tebal itu?
-  Buku apakah yang kau pegang itu?
-  Peristiwa itu terjadi pada bulan apa?
3)      Untuk menyatakan benda digunakan pada awal kalimat dalam kalimat pasif yang berkata penghubung YANG. Dalam hal ini lazim juga diberi partikel KAH.
Contoh:     - Apakah yang kaucari di sini?
-  Apakah yang diminta anak itu?
-  Apakah yang harus kuberikan padamu?
4)      untuk meminta pengakuan ya atau tidak/bukan digunakan:
Contoh:     - Apakah kamu melihat sendiri peritiwa itu?
-  Apakah kamu mengambil buku itu?
-  Apakah anak itu yang mengambil bukumu?
-  Apakah dia anak Pak Ahmat?
-  Apakah orang itu gurumu?
-  Apakah kamu sudah makan?

b.      Kata Tanya Siapa
Kata tanya siapa digunakan dengan aturan:
1)      Untuk menanyakan nama digunakan di depan kata nama yang diikuti dengan kata benda yang menyatakan orang atau kata ganti nya.
Contoh:  -    Siapa nama anak itu?
-       Siapa nama dokter itu?
-       Siapa nama kucingmu?
2)      Untuk menanyakan identitas orang (namanya, jabatanya, atau tanda pengenal lainnya) digunakan:
Ø  di depan kata benda yang menyatakan orang (biaanya berawalan pe-).
Contoh :  - Siapa penulis buku ini?
               - Siapa pengarang lagu ini?
Ø  di depan frase dengan kata penghubung YANG.
Contoh : - Siapa yang duduk di sana itu?
               - Siapa yanga akan kausurati

c.       Kata Tanya Mengapa
Kata tanya mengapa dengan fungsi untuk menyatakan sebab atau alaan yang digunakan digunakan di muka kalimat berpredikat kata kerja atau kata sifat.
Contoh : -  Mengapa kamu tidak datang kemarin?
-   Mengapa anak itu menangis?
-   Mengapa gudung itu roboh?
          Catatan:
                     Secara bebas kata tanya mengapa dapat diganti dengan kata tanya kenapa. Namun, di sini penggunaannya tidak dianjurkan.

d.      Kata Tanya Bagaimana
Kata tanya bagaimana digunakan denga aturan:
1)      Untuk menanyakan keadaan digunakan di depan kata benda.
Contoh:  -    Bagaimana cuaca di sana?
-  Bagaimana harganya
-   Bagaimana kelakuaannya?
2)      Untuk menanyakan cara atau proes digunakan di depan kata kerja. Secara bebas disertai kata CARA di antara kata tanya BAGAIMANA dengan kata kerjanya itu.
Contoh : -    Bagaimana cara merebu ketupat?
-  Bagaimana cara mendidik anak seperti dia?
3)      Untuk menanyakan apa yang harus dilakukan oleh atau terhadap sesuatu digunakan di depan kata benda. Dengan hal lain ini diantaranya digunakan kata tanya BAGAIMANA itu dengan kata bendanya perlu disisipkan kata depan DENGAN.
Contoh : -    Kalau kita dapat rumah dinas bagaimana dengan rumah ini?
-  Kalau daerah ini akan dijadikan waduk, bagaimana dengan penduduk di sini?
-  Yang lulus UMPTN tentu saja sudah jelas nasibnya, tetapi bagaimana dengan mereka yang tidak lulus?
          
e.       Kata Tanya Berapa
Kata tanya berapa digunakan dengan aturan:
1)      Untuk menanyakan jumlah atau banyaknya seuatu yang digunakan di depan kata benda.
Contoh : -    Berapa harga seekor ayam?
-  Berapa jumlah murid di kelas V?
-  Berapa gram berat gelang itu?
2)      Untuk menanyakan ‘besar, jumlah, nilai’ sesuatu pengertian kata benda hal atau kata benda proses. Di antara kata tanya BERAPA dan kata benda itu lazim juga disisipkan kata JAUH.
Contoh : -    Berapa jauh keterlibatan anak-anak itu    dalam penyalahgunaan obat bius?
-  Berapa jauh pengaruh Islam dalam Kesusastraan Indonesia?

f.       Kata Tanya Mana
Kata tanya mana digunakan dengan fungsi menanyakan ‘tempat keberadaan’ digunakan di depan kata benda.
Contoh        :- Mana buku telepon itu?
-          Mana temanmu itu?
-          Mana surat-surat itu?

g.      Kata Tanya Kapan
Kata tanya kapan dengan funsi untuk menanyakan waktu digunakan di depan kalimat berpredikat kata kerja.
Contoh   :  - Kapan nenek akan datang?
-          Kapan acara itu akan dimulai?
-          Kapan kebakaran itu terjadi?
       Catatan:
                     Kata tanya KAPAN dapat diganti dengan kata tanya BILA atau BILAMANA.

13.  Kata Sandang (Artikulus)
Artikulus atau kata sandang adalah kata-kata yang berfungsi sebagai penentu atau mendefinisikan sesuatu nomina, ajektifa atau kelas lain. Artikulus yang ada dalam bahsa Indonesia adalah si dan sang. Lalu, kalau konsep artikulus disamakan dengan kosep the (dalam bahasa Inggris),  het dan de (dalam bahasa Belanda), maka kata itu juga dapat termaksuk dalam artikulus. Simak contoh berikut;
-          Mana si gendut, sejak tadi belum muncul.
-          Nama kucingku adalah si manis.
-          Kami bertemu dengan sang maha putra
-          Sang surya menyinari alam semesta.
-          Sang kancil adalah tokoh cerita binatang
Catatan:
h.      Penggunaan kata Sandang SI dan SANG dapat menyatakan ejekan atau pujian, tergantung pada intonasinya.
i.        Penggunaan kata Sandang Indonesia tidak sama dengan penggunaan kata sandang (artikulus) yanga ada dalam bahasa inggris atau belanda : the, de atau het.

14.  Kata Seru (Interjeksi)
Interjeksi adalah kata-kata yang mengungkapkan perasaan batin, misalnya, karena kaget, marah, terharu, kangen kagum, sedih dan sebagainya. Dilihat dari strukturnya ada dua macam interjeksi. Pertama, yang berupa kata-kata singkat wah, cih, hai, oi, nah, dan hah. Kedua, yang berupa kata-kata biasa, seperti aduh, celaka, gila, kasian, bangsat, astaga, alhamdulillah dan masya Allah. Contoh-contoh pemakai;
-          Wah mahal sekali!” kata ibu itu.
-          Nah, rasakan olehmu akibatnya!” kata ayah kepada orang itu.
-          Alhamdulilah, akhirnya kita berhasil!” seru ketu RT.
-          Astaga, sudah siang begini kamu belu bangun juga” teriak ibu kepada kakak.
-          Hai, siapa namamu?” tanya kaka kepada anak itu.

15.  Partikel Penegas
Di samping kata-kata yang termaksut kelas-kelas di atas ada pula sejumlah bentuk  yg disini disebut partikel seperti kah, tah, lah, pun, dan per. Partikel ini ada yang sebagai penegas, tetapi ada pula yang bukan. Simak contoh-contoh berikut.
-          Apakah isi lemari itu?
-          Siapakah namamu yang sebenarnya?
-          Apalah dayaku menghadapi cobaan seperti ini?
-          Dimanakah kamu tinggal?
-          Ambilah mana yang kamu suka!
-          Sayalah yang bersalah, bukan anak itu.
-          Saya tidak tau, dia pun tidak tau.
-          Kalau kamu tidak puas, saya pun tidak puas.
-          Gajih kau naik per satu april

Kata fatis adalah kata-kata dalam bahasa lisan (percakapan) dengan fungsi-fungsi tertentu. Misalnya kata sih, kan, ya, lho, seperti dalam kalimat:
-          Dia sih enak gajinya besar.
-          Suaminya kan pegawai kantor pajak.
-          Begini ya, kamu datang aja kerumahnya.
-          Lho, kenapa kamu marah kepada saya.
Dalam ragam bahasa nonformal kita dapati juga kata fatis yang lain seperti dong, kek, dan mah.

2.2.8   Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
Kata dapat digolongkan berdasarkan ciri-cirinya. Berdasarkan maknanya kata dapat digolongkan menjadi dua yaitu kata penuh dan kata penuh dan kata tugas. Kata penuh adalah kata yang memiliki makna leksikal. Kata tugas adalah kata yang tidak memiliki makna leksikal dan hanya memiliki makna gramatikal. Kata penuh meliputi verba, adjektiva, adverbia, nomina, pronomina, dan numeralia. Kata tugas meliputi preposisi, konjungtor, interjeksi, artikula, dan partikel penegas.
Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), kata digolongkan menjadi verba, adjektiva, adverbia, nomina, pronomina, numeralia, dan kata tugas.
1. Verba
Verba sering disebut juga kata kerja. Ciri-ciri verba:
j.        Memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. Misalnya:
-  Kakek tidur.
-   Ibu tidak menulis novel.
b.  Mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
c. Tidak diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’. Misalnya verba mati dan suka tidak dapat menjadi *termati atau *tersuka.
d. Pada umumnya tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan seperti agak, sangat, dan sekali karena tidak ada bentuk *agak belajar, *sangat tidur, *duduk sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak membanggakan, dan mengharapkan sekali.
2.    Adjektiva
Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Adjektiva sering disebut juga kata keadaan. Ciri-ciri adjektiva:
a.       Adjektiva memberikan makna kualitas atau keanggotaan dalam suatu golongan.  Misalnya pohon tinggi, rumah besar, dan baju merah.
b.      Adjektiva dapat berfungsi sebagai predikat dan adverbial (keterangan) kalimat yang dapat mengacu ke suatu keadaan. Misalnya: Ibu sedang sakit.
c.       Adjektiva memiliki kemungkinan untuk menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan acuan nomina yang diterangkannya dengan menambahkah kata sangat, agak, lebih, atau paling di depan adjektiva tersebut. Misalnya: sangat besar, agak senang, lebih kecil, paling merah.

3.      Adverbia
Dalam tataran frasa, adverbia merupakan kata yang menerangkan verba, adjektiva, atau adverbia lain. Sementara itu, dalam tataran klausa, adverbia merupakan kata yang menerangkan fungsi-fungsi sintaksis dalam klausa itu. Dalam tataran kalimat, adverbia menerangkan seluruh kalimat. Adverbia sering disebut juga kata keterangan.
Contoh:
-          sangat marah (menerangkan kata marah)
-          Aku mau makan nasi saja. (menerangkan fungsi objek yaitu nasi)
-          Anaknya sudah lima (menerangkan fungsi predikat yaitu lima)
-          Tampaknya ia serius. (menerangkan kalimat)
4.  Nomina
Dari segi semantisnya, nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Misalnya dosen, tikus, kursi, bahasa. Dari segi sintaksisnya, nomina mempunyai ciri-ciri:
a.       Menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap. Misalnya, ayah membelikan adik buku.
b.      Dapat diingkarkan dengan kata bukan seperti bukan buku, bukan rumah, dan tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak karena tidak ada bentuk *tidak buku, *tidak rumah, dsb.
c.       Umumnya diikuti adjektiva, baik secara langsung maupun diantarai kata yang. Misalnya gadis cantik, gadis yang cantik.
5.   Pronomina
Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain.
Misalnya:
-          Kakakku sangat rajin. Ia selalu juara kelas. (pronomina ia mengacu pada kata kakakku)
-          Rumah itu mewah. Lantainya dari marmer. (pronomina -nya mengacu pada rumah)
Pronomina menduduki fungsi sintaksis yang umumnya diduduki oleh nomina seperti  subjek, objek, dan—dalam macam kalimat tertentu—juga predikat. Acuan pronomina dapat berpindah-pindah karena bergantung kepada siapa yang menjadi pembicara/penulis, siapa yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan. Pronomina sering disebut juga sebagai kata ganti.
Ada tiga macam pronomina dalam bahasa Indonesia yaitu:
a. Pronomina persona
Pronomina persona disebut juga kata ganti orang atau pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang, baik diri sendiri (orang pertama), orang yang diajak bicara (orang kedua), dan orang yang dibicarakan (orang ketiga).
b.   Pronomina penunjuk
Pronomina penunjuk terdiri dari tiga macam yaitu pronomina penunjuk umum, pronomina penunjuk tempat, dan pronomina penunjuk ihwal. Pronomina penunjuk umum ialah ini, itu, dan anu. Pronomina penunjuk tempat ialah sini, situ, sana. Pronomina penunjuk ihwal ialah begini, begitu, dan demikian.

c.   Pronomina penanya
Pronomina penanya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan. Dari segi maknanya yang ditanyakan dapat mengenai orang (siapa), barang atau benda (apa), dan pilihan (mana). Sebenarnya masih ada kata penanya lain meskipun bukan pronomina yaitu kapan, bagaimana, berapa, dan mengapa.

6.  Numeralia
Numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Ada dua macam numeralia dalam bahasa Indonesia yaitu numeralia pokok/kardinal yang dapat memberi jawab atas pertanyaan “Berapa?” seperti satu, dua, seratus, sejuta, dsb., dan numeralia tingkat/ordinal yang dapat memberi jawab atas pertanyaan “Yang keberapa?” seperti ketiga, kelima puluh, keseribu, dsb.

7.  Kata Tugas
Kata tugas merupakan kelas kata yang hanya memiliki makna gramatikal dan tidak memiliki makna leksikal. Kata tugas baru bermakna apabila dirangkai dengan kelas kata lain. Misalnya di rumah, aku dan kau, setelah kita makan, dll. Kata tugas tidak dapat menjadi dasar pembentukan kata lain. Misalnya, nomina tani dapat diturunkan menjadi kata bertani, petani, pertanian, dsb. Namun kata tugas dari tidak dapat menjadi *mendarikan (me[N]-kan + dari), *pendari (pe[N]- + dari), dsb.

Kata tugas dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi lima berdasarkan peranannya dalam frasa atau kalimat.
a. Preposisi
Preposisi atau kata depan menandai hubungan makna antara konstituen di depan preposisi tersebut dengan konstituen di belakangnya. Misalnya, dalam frasa tidur di kamar, preposisi di menyatakan hubungan makna keberadaan antara tidur dan kamar. Menurut Prof. Drs. M. Ramlan, preposisi dalam bahasa Indonesia berjumlah 115 kata. Contoh preposisi antara lain: di, ke, dari, kepada, daripada, untuk, sebab, dsb.

b.  Konjungtor
Konjungtor atau kata hubung atau kata sambung adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan kebahasaan yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. Misalnya:
-          aku dan kau
-          kenaikan harga serta kemiskinan rakyat
-          Ayah tidur tetapi ibu memasak.
-          Ketika ayah tidur, ibu sedang memasak.

c.  Interjeksi
Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati pembicara. Sebenarnya, tanpa interjeksi perasaan pembicara sudah dapat diungkapkan dengan kalimat yang utuh. Namun, keberadaan interjeksi akan memperkuat rasa hati tersebut. Misalnya untuk mengungkapkan betapa indahnya sebuah pemandangan, orang tidak hanya akan berkata, “Indah sekali pemandangan ini”, tetapi orang biasa menggunakan interjeksi amboi sehingga menjadi, “Amboi, indah sekali pemandangan ini.” Dengan kata amboi di atas orang tidak hanya mengungkapkan fakta akan keindahan pemandangan tetapi juga rasa hatinya. Contoh interjeksi misalnya wah, sialan, ayo, nah, dsb.

d. Artikula
Artikula atau kata sandang adalah kata tugas yang membatasi makna nomina. Artikula memiliki tiga kelompok yaitu (1) yang bersifat gelar seperti sang, sri, hang, dan dang, (2) yang mengacu ke makna kelompok seperti para, (3) yang menominalkan seperti si dan yang.
e.   Partikel penegas
Kategori partikel penegas meliputi kata yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang diiringinya. Ada empat macam pertikel penegas yaitu –kah, -lah, -tah, dan pun

    
  

BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami buat dapat disimpulkan bahwa Kelas kata atau sering juga disebut dengan jenis kata adalah pengelompokkan atau penggolongan kata untuk menemukan suatu sistem dalam bahasa. Dalam hal ini kata-kata yang mempunyai karakter, ciri, atau kategori yang sama dimaksukkan  ke dalam satu kelas  atau kelompok yang sama.
Penggolongan kelas kata antara ahli yang satu dengan ahli lain pun berbeda. Slametmuljana kata dapat digolongkan menjadi empat regu yaitu: (1) kata-kata yang pada hakekatnya hanya rnelakukan jabatan gatra sebutan; (2) kata-kata yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan; (3) kata-kata pembantu regu II; dan (4) kata-kata pembantu pertalian. Anton M. Moeliono menggolongkan kata berdasarkan kesamaan perilaku sintaktik. Beliau menggolongkannya menjadi tiga rumpun yaitu:  (1) rumpun nominal, (2) rumpun verbal, dan (5) rumpun partikel. Wojowasito membagi kata menjadi sembilan jenis. Gory Keraf membagi kata menjadi empat jenis, kata benda,kerja, sifat dan tugas. M Ramlan membagi kata menjadi dua belas jenis. Harimukti Kridalaksana membagi kata menjadi tiga belas jenis. Sedangkan Abdul chaer membagi kata menjadi sebelas  jenis.

3.2  Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan dapat menjadi referensi bagi para pembaca. Selain itu, saran dan kritik dari para pembaca juga sangat dibutuhkan demi perkembangan bahasan makalah ini selanjutnya.


RUJUKAN

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: PT Rineka Cipta, hal. 63-104. Cet. 1

Departemen Pendidikan Nasional (2008).Kamus Luhur Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Referensi Utama. Hal 970. Cet. Pertama Edisi IV

 Iskak, Ahmad, dkk (2008).Bahasa Indonesia.Jakarta:Penerbit Erlangga.Hal 134

 

Kridalaksana, Harimurti (2004).Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Referensi Utama. Hal 5-6. Cet.4

 

Lingga, Hotben (2006). Advance English Grammar for TOEFL Preparation. Jakarta:Puspa Swara. Hal 2-6

 Widjono; Bahasa Indonesia, Jakarta:PT Grasindo, 2007, hal. 131. Cet. 2

 

4 komentar:

SWSW mengatakan...

tolong kalau menulis artikel sertakan juga referensinya supaya anda tidak dikatakan sebagai plagiat. terima kasih

Humaninities, culture, education mengatakan...

Saya mengucapkan banyak terimakasih tulisannya menarik dan bermanfaat bagi saya. Hanya saja tak ada referensinya. Tolong upload lagi sources nya.

Anonim mengatakan...

Terima kasih tulisannya sangat bermanfaat.

Pecinta Bahasa mengatakan...

Terima kasih