JENIS
ATAU KELAS KATA
Disusun Oleh :
Nama : Heriza Nevisi Yanda Putri
NPM :
1523041013
Mata Kuliah : Tata Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd.
Dr. Siti Samhati, M.Pd.
Dr. Sumarti, M.Hum.
MAGISTER
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR
LAMPUNG
2015
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta usaha yang penulis lakukan sehingga
penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Pada makalah ini penulis membahas
mengenai “Jenis atau Kelas Kata”.
Dalam
penyelesaian makalah ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan yang
sangat berharga dari berbagai pihak. Karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga diselesaikanya makalah ini.
Semoga bantuan dan amal baik yang mereka berikan kepada penulis akan memperoleh
pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik yang membangun selalu penulis
harapkan guna kesempurnaan makalah ini.
Bandar Lampung, 3
November 2015
Heriza Nevisi
Yanda Putri
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN
........................................................................... i
KATA
PENGANTAR
........................................................................... ii
DAFTAR
ISI
......................................................................................... iii
BAB I PENDHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kelas Kata......................................................................... 2
2.2 Pembagian Kelas Kata
Menurut Para Ahli....................................... 2
2.2.1
Slametmuljana
(1957).................................................... ..... 2
2.2.2
Anton M.
Moeliono (1967) ................................................. 4
2.2.3
S. Wojowasito
(1978)............................................................ 6
2.2.4
Gorys Keraf
(1982)............................................................... 8
2.2.5
M. Ramlan (1985)................................................................. 10
2.2.6
Harimukti Kridalaksana
........................................................ 15
2.2.7
Abdul Chaer........................................................................... 23
2.2.8
Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia......................................
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan............................................................................................. 44
3.2 Saran................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam studi linguistik atau ilmu bahasa, perbincangan ihwal kalimat
lazimnya tidak langsung dimulai dari kalimat itu sendiri. Alasannya, ilmu tata
kalimat bermula dari tataran kata. Kata dalam bahasa Indonesia yang jumlahnya
luar biasa banyak itu mustahil dapat dipelajari dengan mudah kalau tidak
dikelas-kelaskan terlebih dahulu. hasil dari pengelaskataan atau pengelompokan
kata-kata itulah yang kemudian lazim disebut dengan kelas kata.
Kata
merupakan bentuk yang sangat komplek yang tersusun atas beberapa unsur. Kata
dalam bahasa Indonesia terdiri atas satu suku kata atau lebih. Kata merupakan
unsur atau bagian yang sangat penting dalam kehidupan berbahasa. Bidang atau
kajian mengenai kata telah banyak diselidiki oleh ahli bahasa. Penyelidikan
tersebut menghasilkan berbagai teori-teori antara yang satu dengan yang lain
berbeda-beda. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang
antara ahli bahasa yang satu dengan yang lainnya. Adanya perbedaan konsep
antara ahli yang satu dengan yang lainnya tentu akan membingungkan dalam
kegiatan pembelajaran. Makalah ini akan membahas mengenai perbedaan pendapat para ahli dalam
pengelasan kata tersebut serta pembagian-bagiannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, timbulah masalah yanga akan kita bahas dalam makalah ini.
Masalah itu adalah “apa yang dimaksud dengan kelas kata dan pembagian kelas
kata menurut para ahli?”
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui
dan memahami kelas kata serta pembagian kelas kata menurut beberapa ahli.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kelas Kata
Kata ialah
satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satuan bebas
adalah kata (Ramlan dalam Tarigan, 2009:7). Dalam hal ini, Kelas kata atau sering juga disebut dengan jenis kata adalah pengelompokkan
atau penggolongan kata untuk menemukan suatu sistem dalam bahasa. Sebagai mana
kita ketahui kata merupakan bentuk yang sangat komplek yang tersusun atas
beberapa unsur, kata dalam bahasa Indonesia dapat terdiri atas satu suku kata
atau lebih.
Kelas kata (jenis kata) adalah golongan kata dalam
satuan bahasa berdasarkan bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk menyusun kalimat yang
baik dan benar, pemakai bahasa harus mengenal jenis dan fungsi kata.
2.2
Pembagian Kelas Kata
Menurut Para Ahli
2.2.1
Slametmuljana (1957)
Slametmuljana (1957:13-198)
dalam bukunya Kaidah Bahasa Indonesia II menelaah bahasa Indonesia dengan
menggunakan analisis fungsionalistis, yaitu analisis yang menekankan kepada
fungsi gramatika dalam telaah kalimat. Slametmuljana mulai mengenalkan gatra,
seperti gatra sebutan untuk subjek, gatra pangkal untuk predikat. menggolongkan kata ditinjau dan fungsinya dalam
kalirnat. Menurutnya, kata dapat digolongkan menjadi empat regu yaitu: (1)
kata-kata yang pada hakekatnya hanya rnelakukan jabatan gatra sebutan; (2)
kata-kata yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan; (3)
kata-kata pembantu regu II; dan (4) kata-kata pembantu pertalian.
1.
Kata-kata yang pada hakekatnya hanya melakukan jabatan
gatra sebutan
Dalam regu
satu termasuk kata keadaan dan kata kerja. Kata keadaan, misalnya kata besar,
sukar, bagus, dan sebagainya. Contoh: Rumah
itu besar dibanding rumah yang lain. Kata kerja, misalnya kata mendayung,
menangkap, diangkut. Contoh: Paman
menangkap belut disawah setiap petang.
a. Kata kerja
bantu ialah kata kerja yang menyatakan perbuatan yang ditunjuk terbatas dalam
lingkungannya sendiri, misalnya kata jatuh dan menangis.
Contoh: - Adik
terjatuh saat berjalan mengambil mainannya.
- Adik menangis melihat ayah pergi bekerja.
b. Kata kerja
langsung ialah kata kerja yang dapat berhubungan dengan pelaku kedua (objek)
tanpa perantara kata lain, misalnya membaca.
Contoh: - Kakak membaca buku Psikologi.
c. Kata kerja
sambung ialah kata kerja yang dalam hubungannya dengan pelaku kedua menggunakan
perantara kata lain, misalnya cinta kepada ayah.
2. Kata-kata
yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan
Yang
termasuk ke dalam golongan ini ialah kata benda, kata kerja, kata keadaan, dan
kata bilangan.
a. Kata benda dapat
dibedakan menjadi dua yaitu: (1) kata benda nyata yang dapat dilihat, didengar,
diraba, dan dirasai, misalnya: batu, orang, laut dan (2) kata benda yang tidak
nyata yaitu kata bends yang menyatakan keadaan, hal, sifat, dan sebagainya yang
dikhayalkan seolah-olah berwujud. misalnya: keindahan, kebesaran,
penghidupan.
b. Kata ganti
benda dapat dibedakan menjadi: (1) kata penunjuk yakni itu dan ini (2) kata
pemisah yakni yang dan tempat (3) kata ganti
diri dan milik yang dapat dibedakan lagi menjadi kata ganti diri: (a) pertana,
misalnya: aku, (b) kedua, engkau, dan (c) ketiga, misalnya: ia; (4) kata ganti
tanya, misalnya: apa, mana, berapa; dan (5) kata ganti sesuatu, misalnya:
suatu, sesuatu, apa-apa, seorang, siapa-siapa.
c. Kata
bilangan yang dapat dibedakan menjadi enam golongan, yaitu: (1) bilangan pokok
yakni bilangan yang menyatakan banyaknya barang apa juga pun, misalnya: satu,
sebelas, dua belas (2) bilangan bantu yaitu kata yang menerangkan
jenis benda yang berfungsi membantu bilangan pokok, misalnya: batang,
biji, bilah (3) bilangan tak tentu yaitu bilangan yang menyatakan
bilangan yang ditetapkan jumlahnya, misalnya: banyak, sedikit, beberapa (4)
bilangan himpunan ialah bilangan yang menyatakan banyaknya benda, orang dan
lain-lain dalam suatu himpunan, misalnya: ketika pada ketiga
orang itu; (5) bilangan tuturan ialah bilangan yang menyatakan bilangan
yang berturut-turut, misalnya: kedua, ketiga dan (6) bilangan
pecahan, misalnya: setengah, tiga perempat
3.
Kata pembantu regu II
Kata-kata pembantu regu II ini dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a.
Kata-kata yang menjelaskan tempat kedudukan kata
benda. yaitu: ini, itu
Contoh: - Baju
ini milik Susi.
- Rumah itu akan dijual oleh pemiliknya.
b. Kata-kata
yang menunjukkan kekianan, misalnya: dua, tiga.
c. Kata-kata
keadaan dan kata benda yang memberikan penjelasan kata benda tentang keadaannya
dan pemiliknya, misalnya: kaya pada orang kaya,
kata saya pada bapak saya.
4.
Kata-kata pembantu pertalian
Yang dimaksud dengan kata-kata pembantu pertalian
ialah kata-kata yang menjelaskan pertalian kata yang satu dengan kata yang
lain, kalimat yang satu dengan kalimat yang lain atau sebagai penjelas tambahan.
Kata ini dapat dibedakan menjadi tiga macam.
a.
Kata-kata yang
menerangkan kata keadaan dan kata kerja, misalnya: sekali pada elok
sekali, terlalu, kerap kali, lebih baik.
Contoh: -
Elok sekali bunga yang kau tanam.
- Adiknya lebih baik dalam membuat kue.
b. Kata-kata yang menghubungkan kata yang satu dengan
kata yang lain, kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, misalnya: dari,
ke, untuk, dan, oleh.
c. Kata-kata yang disisipkan dalam kalimat seakan-akan
berdiri sendiri, lepas dari ikatan kalimat, Misalnya: nah, hai, sayang,
aduh.
2.2.2
Anton M. Moeliono (1967)
Anton M. Moeliono
(1967:45-52) dalam tulisanya, “Suatu Reonientasi dalam Tata Bahasa
Indonesia” yang termuat dalam Bahasa dan Kesusastran Indonesia,
menggolongkan kata berdasarkan kesamaan perilaku sintaktik. Beliau
menggolongkannya menjadi tiga rumpun yaitu: (1) rumpun nominal, (2)
rumpun verbal, dan (3 rumpun partikel.
1.
Rumpun Nominal
Rumpun
nominal ialah rumpun yang diingkari oleh kata bukan dalam
suatu konstruksi endosentnik beratribut. Rumpun ini dapat dibedakan menjadi dua
anak rumpun yaitu:
a) rumpun
nominal yang dapat didaului oleh partikel preposisi direktif di, seperti: di
rumah, di air, di kertas. Secara arbitrer, anak rumpun ini disebut nominal
tak bernyawa.
b) rumpun
nomial yang didahului oleh partikel pada, seperti: pada anak, pada ibu,
pada harimau, pada tanggal, pada hari. Anak rumpun ini secara atbitrer
disebut nominal bernyawa.
2.
Rumpun Verbal
Rumpun
verbal ialah rumpun kata yang diingkari oleh kata tidak dalam suatu konstruksi
endosentrik yang beratribut. Rumpun ini dapat dibedakan menjadi:
a)
rumpun verbal transitif ialah rumpun verbal yang
secara potensial dapat mendahului obyek nominal dalam konstruksi objektif,
misal: bawa buku itu, tulis surat itu.
b)
rumpun verbal taktransitif ialah rumpun verbal yang
tidak berkonstruksi dengan sebuah obyek, tetapi dapat disertai oleh atribut,
misalnya: terbang, jauh, tertawa sangat keras.
c)
rumpun verbal ajektif ialah rumpun verbal yang dapat
didahului oleh partikel penunjuk derajat seperti amat dan sangat dalam amat
miskin, sangat miskin.
3.
Rumpun Partikel
Rumpun ini keanggotaannya
terbatas. Di samping itu biasanya tidak diperluas lagi bentuknya oleh imbuhan
dan tidak dapat dijadikan bentuk alas (bentuk dasar) untuk suatu konstruksi
morfologik yang lebih lanjut. Menurut kedudukannya dalam kalimat, rumpun dapat
dibedakan menjadi lima anak rumpun.
a)
Preposisi yang pada umumnya mendahului nominal dan
tidak terarah terdapat pada akhir kalimat, yang dapat digolongkan lagi menjadi
tiga golongan yakni: (1) preposisi direktif, misalnya: di, ke, dari,
pada, (2) preposisi agentif yaitu oleh, dan (3) preposisi
penunjuk orang, misalnya: para, si, sang.
b)
Konjungsi yang pada umumnya tidak
terdapat pada akhir kalimat dan tidak selalu diikuti oleh nominal, yang dipat
dibedakan lagi menjadi. tiga golongan yaitu: (1) konjungsi setara, misalnya: dan,
tetapi, namun, atau, (2)konjungsi taksetara, misalnya: sambil,
seraya, demi, dan (3) konjungsi korelatif, misalnya: kian…kian,
makin…makin, baik…maupun, walau…sekalipun.
c)
Penunjuk kecaraan atau modalita yang distribusinya
lebih luas daripada preposisi dan konjugasi. Ada di antaranya yang berbentuk
klitika. Kelompok ini dapat dibedakan menjadi sepuluh yaitu: (a) pengingkaran,
misalnya: bukan, tidak, (b) penegasan, misalnya:bahva, toh, lah,
pun, (c) pertanyaan, misalnya: adakah , apakah, (d) pelarangan,
misalnya: jangan, jangan sampai, (e) pengharapan, misalnya:
semoga, mudah-mudahan, (f) permintaan, misalnya: silakan,
sudila,. (g) penujuan, misalnya: agar, supaya, (h) penguluran,
misalnya: meski, biar, (i) pensyaratan, misalnya: jika
jikalau, dan (j) penyangsian, misalnya: jangan-jangan, gerangan, entah.
d)
Penunjuk segi atau aspek yang biasanya tidak terdapat
pada akhir kalimat dan pada umumnya mendahului verbal. Kelompok ini dapat
dibedakan menjadi: (1) segi komplektif, misalnya: telah, sudah, (2)
segi duratif, misalnya: sedang, tengah, dan (3) segi
berantisipasi, misalnya akar.
e)
Penunjuk derajat yang berdistribusi preverbal atau
purnaverbal dan kadang-kadang terdapat pada akhir kalimat, misalnya: amat,
sangat, agak, sekali, benar.
2.2.3
S. Wojowasito (1978)
Wojowasito
(1976:30-31) dalam bukunya Pengantar Sintakssis Indonesia (Dasar-dasar
ilmu kalimat Indonesia) membagi kata menjadi sembilan jenis. Beliau
menentukan jenis kata berdasarkan hubungannya di dalam frase atau bentuk itu
meliputi kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata tersebut atau juga kesamaan
ciri dan sifat dalam membentuk kelompok kata.
1.
Kata Benda atau Substantif
Kata benda
yang memiliki ciri-ciri (1) lazim menduduki fungsi subjek atau obyek; (2) lazim
diikuti kata itu, (3) dapat didahului oleh proposisi; (4) dapat diikuti oleh
nama pribadi; (5) dapat didahului oleh kata bilangan; dan (6) dapat didahulu
atau diikuti oleh sesuatu kata sifat.
2.
Kata Kerja
Kata kerja
memiliki ciri-ciri: (1) lazim menduduki fungsi predikat; (2) lazim rnengikti
subjek dan mendahului obyek; (3) dapat diikuti oleh preposisi; (4) dapat
digunakan untuk perintah; (5) dapat mengalami perubahan genus (aktif dan
pasif); dan (6) dapat didahului oleh kata-kata: boleh, akan, hendak,
sedang, telah, sambil.
3.
Kata Sifat
Kata sifat
mempunysi ciri-ciri: (1) lazim mengikut kata benda sebagai kualifikasi atau
penjelasan; (2) dapat dimasukkan ke dalam imbangan pangkat-pangkat perbandingan
dengan menyertakan kata-kata: lebih, paling; (3) tidak dapat
dipergunakan untuk perintah; dan (4) tidak dapat didahului oleh kata-kata:
hendak, akan, boleh, sedang, telah (sekalipun terdapat pula peristiwa-peristiwa
yang meragukan).
4.
Adverbia
Adverbia memiliki
ciri menduduki fungsi keterangan sekunder (kedua). Yang dimaksud dengan
keterangan sekunder ialah keterangan atas keterangan. Contohnya kataamat dalam orang
itu amat besar. Besar sebagai keterangan primer pada orang
itu, danamat sebagai keterangan sekunder pada besar.
5.
Kata Penghubung
atau Konjugasi
Konjugasi
memiliki ciri: (1) menghubungkan dua kalimat sejajar atau bertingkat; dan (2)
menghubungkan dua kata sejenis secara sejajar, misalnya: dan pada rumah
dan halaman, kaya dan miskin.
6.
Kata Seru atau Interjeksi
Kata seru
lazim dipergunakan sebagai motprase yaitu suatu kata yang
bertindak sebagai kalimat dengan intonasi seruan; wahai, cis, aduh.
7.
Kata Bilangan
atau Numeral
Kata
bilangan memiliki ciri-ciri: (1) menyebutkan sesuatu yang obyektif dan untuk
tujuan itu tidak dapat diganti oleh lain jenis; dan (2) selalu mendahuiui kata
yang dijumlah. Kata bilangan ini masih dapat menjadi kata bilangan tentu,
misalnya: satu, dua, lima, dan kata bilangan tak tentu,
misalnya: segala, tiap-tiap.
8.
Kata Ganti atau Pronomen
Kata ganti
secara historis dapat dihubungkan dengan istilah pronoun, jadi tidak asal
menggantikan kata saja. Jenis ini dapat dibagi lagi menjadi: (1) kata ganti
persona; (2) kata ganti milik; (3) kata ganti Tanya; (4) kata ganti tunjuk; dan
lain-lain yang pada umumnya telah kita ketahui.
9.
Preposisi
Preposisi
disebut juga kata depan atau kata perangkai, ia memiliki ciri-ciri: (1)
rnemiliki fungsi adverbial; (2) biasanya berada di muka kata benda; dan (3)
menyatakan hubungan sebagai terkandung di dalam kate preposisi itu sendri
terhadap pernyataan kanan kirinya. Dalam kenyataannya, preposisi itu tidak
selalu berada di muka kata benda, tetapi ada pula preposisi yang di
belakangnya. Yang terakhir sebenarnya hanya ada pada bahasa Barat.
2.2.4
Gorys Keraf (1982)
Gorys Keraf
dalam bukunya, Tatabahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas (1982:82-92)
membagi kata menjadi empat macam yaitu: (1) kata benda atau nomina substantive;
(2) kata kerja atau verba; (3) kata sifat atau adjektiva; dan (4) kata tugas
atau function word. Beliau membagi kata berdasarkan struktur morfologisnya.
Yang dimaksud dengan struktur morfologis adalah bidang bentuk yang memberi ciri
khusus terhadap kata-kata itu. Bidang bentuk itu meliputi kesamaan
morfem-morfem yang membentuk kata tersebut atau juga kesamaan cirri dan sifat
dalam membentuk kelompok kata.
1.
Kata Benda
Berdasarkan
bentuknya, segala kata yang mengandung morfem terikat, ke-an, pe-an,
-an, ke-, kita calonkan sebagai kata benda, misalnya: perumahan,
perbuatan, kecantikan, pelari, jembatan, kehendak. Berdasarkan kelompok
kata, segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan yang + kata
sifat adalah kata benda. Contohnya: Tuhan, angin dapat
diperluas menjadi Tuhan yang adil, angin yang kencang.Kata
ganti yang dalam tatabahasa tradisional merupakan jenis kata tersendiri,
dimasukkan menjadi subgolongan kata benda.
2.
Kata Kerja
Berdasarkan
bentuknya, segala kata yang mengandung imbuhan me-, ter-, -kan, di-, -i
kita calonkan sebagai kata kerja. Ditinjau dari kelompok kata, segala macam
kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + kata sifat adalah kata
kerja. Contohnya:mendengar, buat dapat diperluas mendengar
dengan cermat, buat dengan cepat.
3.
Kata Sifat
Berdasarkan
bentuknya, segala kata dalam bahasa Indonesia bisa mengambil bentuk se +
reduplikasi kata dasar + nya disebut kata sifat, misalnya: teliti,
tinggi, cepat dapat menjadi: seteliti-telitinya, setinggi-tingginya,
secepat-cepatnya. Dari segi kelompok kata, kata sifat dapat
diterangkan oleh kata-kata: paling, lebih, sekali Contohnya:
besar, tingsi dapat diterangkan menjadi besar sekali, paling besar,
lebih besar, tinggi sekali, paling tinggi, lebih tinggi.
4.
Kata Tugas
Dari segi
bentuk, kata tugas umumnya sukar sekali mengalami perubahan, seperti: dengan,
telah, dan, tetapi. Narnun ada juga yang dapat mengalami perubahan bentuk,
walaupun jumlahnya sangat terbatas, seperti: tidak, sudah yang
dapat berubah menjadi:menidakkan, menyudahi. Dari segi kelompok kata,
kata tugas hanya memiliki tugas untuk memperluas atau mengadakan transformasi
kelimat.
Kata tugas
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: l) kata tugas yang monovalen (bernilai
satu) yaitu semata-mata bertugas untuk memperluas kalimat, misalnya:dan,
tetapi, sesudah, di, ke, dari dan kata tugas yana ambivalen (berniali
dua) yaitu di samping berfungsi sebagai kata tugas yang monovalen dapat juga
bertindak sebagai jenis kata lain, baik dalam membentuk suatu kalimat minim
maupun mengubah bentuknya, misalnya: sudah tidak.
2.2.5
M. Ramlan (1985)
Ramlan
(1985:48-77) menyatakan bahwa penggolongan kata yang dibuatnya didasarkan hasil
penelitian yang dilakukannya pada tahun 1982 sampai dengan tahun 1983.
Berdasarkan struktur sintaktik, kata bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi
dua belas yaitu: (1) kata verbal; (2) kata nominal; (3) kata keterangan; (4)
kata tambah; (5) kata bilangan; (6) kata penyukat; (7) kata sandang; (8) kata
tanya; (9) kata suruh; (10) kata penghubung; (11) kata depan; dan (12) kata
seruan.
1) Kata Verbal
Yang
dimaksud dengan kata verbal ialah kata yang pada tataran klausa cenderung
menduduki fungsi P (predikat) dan pada tataran frase dapat dinegatifkan oleh
kata tidak. Contoh kata berdiri pada tataran klausa Ahmad berdiri (Ahmad
sebagai S dan berdiri sebagai P), pada tataran frase dapat dinegatifkan oleh
kata tidak pada tidak berdiri.
Berdasarkan
kemungkinannya diikuti frase dengan sangat, yang berfungsi sebagai keterangan
cara kata verbal dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu: (1) kata kerja,
dan (2) kata sifat. Kata kerja ialah kata verbal yang dapat diikuti frase
dengan sangat ... sebagai keterangan cara. Contohya kata menoleh dapat
diperluas menjadi menolen dengan sangat hati-hati, membaca menjadi membaca
dengan sangat tenang. Sedangkan kata sifat ialah kata yang tidak dapat diikuti
oleh frase “dengan sangat” sebagai keterangan cara. Misalnya gugup,
berhati-hati tidak bisa menjadi gugup dengan sangat tiba-tiba atau berhati-hati
dengan sungguh-sungguh.
Ditinjau
dari kemungkinannya diikuti O (obyek), kata kerja dapat dibedakan menjadi dua
yaitu: (1) kata kerja transitif ialah kata kerja yang dapat diikuti obyek dan
dapat dipasifkan, (2) kata kerja intransitif ialah kata kerja yang tidak dapat
diikuti O, dan sudah barang tentu kata kerja intransitif yang dapat diikuti
pelaku.
2) Kata Nominal
Kata-kata
yang dapat menduduki fungsi S, P, O dalam klausa, dan dalam tataran frase tidak
dapat dinegatifkan oleh kata tidak, melainkan oleh kata bukan dapat diikuti
oleh kata itu, dan dapat mengikuti kata di atau pada sebagai aksisinya.
Yang
termasuk golongan kata nominal ialah kata benda dan kata ganti ialah kata
nominal yang tidak menggantikan kata lain, sedangkan kata ganti ialah kata
nominal yang menggantikan kata lain. Kata ganti dapat dibedakan lagi
berdasarkan kata yang digantikannya yaitu kata ganti: (1) diri ialah kata ganti
yang menggantikan nama, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, yang dapat
dibedakan lagi menjadi kata ganti diri: (a) pertama, misalnya: aku, saya, kami;
(b) kedua, misalnya: engkau, kamu, kamu sekalian, anda; dan (c) ketiga,
misalnya: ia, dia, beliau, mereka; (2) penunjuk ialah kata ganti yang dapat
menggantikan nama, keadaan, dan suatu peristiwa atau perbuatan yaitu ini dan
itu; tempat yaitu kata ganti yang menggantikan nama tempat, yaitu kata: sana,
situ, dan sini.
3) Kata Keterangan
Kata
keterangan iaiah kata yang dalam suatu klausa cenderung menduduki fungsi
keterangan (KET) dan umumnya mempunyai tempat yang bebas, mungkin terletak di
depan sekali, mungkin antara S dan P dan mungkin terletak di belakang S dan P.
Kata
keterangan dapat dibedakan lagi menjadi keterangan yang: (1) menyatakan waktu,
misalnya: kemarin, tadi, nanti, kelak (2) menyatakan ragam yaitu sikap
pembicara terhadap suatu tindakan atau suatu peristiwa, misalnya: rupanya,
kiranya, seharusnya, seyogyanya dan (3) menyatakan kuantitas, misalnya:
secepat-cepatnya, sejauh-jauhnya.
4) Kata Tambah
Kata tambah
yaitu kata yang cenderung menduduki fungsi atribut dalam frase tipe endosentris
yang atributif yang unsur pusatnya berupa kata verbal. Kata tambah ini ada yang
menyatakan: (1) ragam, misalnys: tentu, pasti (2) negatif, misalnys: tidak,
bukan, belum (3) aspek, misalnya: akan, mau, sedang, baru, masih (4)
keseringan, misalnya: pernah, kerap, kerap sekali (5) keinginan, misalnya:
ingin, hendak (6) keharusan misalnya: harus. wajib (7) kesanggupan, misalnya:
dapat, mampu, sanggup (8) keizinan, misalnya: boleh; dan (9) tingkat, misalnys:
kurang, amat, terlalu, paling.
5) Kata Bilangan
Kata
bilangan ialah kata-kata yang dapat diikuti kata-kata orang, ekor, buah, helai,
kodi, meter dan sebagainya. Kata bilangan ini ada yang menyatakan: (1) jumlah,
misalnya: satu, dua, tiga puluh, beberapa; dan (2) urutan, misalnya: kedua,
ketiga belas.
6) Kata Penyukat
Kata
penyukat ialah kata yang terletak di belakang kata bilangan dan bersama kata
itu membentuk satu frase yang disebut frase bilangan, yang mungkin terletak di
muka kata nominal, misalnya: orang, ekor, buah pada frase-frase: dua orang
petani, tiga ekor kelinci, dua buah rumah.
7) Kata Sandang
Kata sandang
ialah kata yang selalu terletak di muka golongan kata nominal sebagai
atributnya. Contoh kata yang termasuk jenis kata ini antara lain: si, suatu,
semua, segala, segenap, seluruh, dan mungkin masih ada beberapa lagi.
8) Kata Tanya
Kata tanya
ialah kata yang berfungsi membentuk kalimat tanya. Yang termasuk kata tanya
ialah apa, siapa, mengapa, kenapa, bagaimana, mana, bilamana, kapan, bila, dan
bukan. Masing-masing kata tanya tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. Berikut
ini penjelasannya.
a.
Apa, digunakan untuk menanyakan untuk tujuan sebagai
berikut.
1) Memerlukan
jawaban ya atau tidak. Contoh: Apakah
hari ini Andi pergi sekolah?
2) Digunakan
untuk membentuk tanya yang memerlukan jawaban yang menjelaskan Contoh : Apa yang sedang kau lakukan ?
3)
Menanyakan
identitas. Apa judul buku itu?
4)
Menanyakan
perbuatan. Apa dia menangis?
b.
Siapa, digunakan untuk menanyakan orang.
Contoh : Siapa namamu ?
c.
Kapan, digunakan untuk menanyakan waktu.
Contoh : Kapan acara itu dimulai ?
d.
Berapa, digunakan untuk menanyakan jumlah.
Contoh : Berapa banyak anakmu ?
e.
Dimana, digunakan untuk menanyakan tempat.
Contoh : Dimana rumah kakekmu ?
f.
Bagaimana, digunakan untuk menanyakan keadaan atau
cara.
Contoh : Bagaimana kabar nenekmu ?
g.
Mengapa, digunakan untuk menanyakan alasan.
Contoh : Mengapa kamu bolos kemarin ?
9) Kata Suruh
Kata suruh
ialah kata yang berfungsi membentuk kalimat suruh, yang termasuk kata-kata
suruh: tolong, silakan, dipersilakan, mari, ayo.
Contoh: - Tolong
ambilkan buku yang ada di atas meja!
- Kepada tamu undangan dipersilahkan menepati kursi yang
telah disediakan.
-
10) Kata
Penghubung
Kata
penghubung ialah kata atau kata-kata yang berfungi menghubungkan satuan
gramatik yang satu dengan yang. lain untuk membentuk satuan gramatik yang lebih
besar. Satuan yang dihubungkan itu mungkin kalimat, klausa, frase, atau kata.
Ditinjau dan pertaliannya, kata penghubung dapat dibedakan menjadi tujuh belas
pertalian, yaitu:
a. pertalian
penjumlahan
b. pertalian
perturutan
c. pertalian
pemilihan
d. pertalian
perlawanan
e. pertalian
lebih
f.
pertalian waktu
g. pertalian
perbandingan
h. pertalian
sebab
i.
pertalian akibat
j.
pertalian syarat
k. pertalian
pengandaian
l.
pertalian harapan
m. pertalian
penerang
n. pertalian
isi
o. pertalian
cara
p. pertalian
pengecualian
q. pertalian
kegunaan
11) Kata Depan
Kata depan
ialah kata-kata yang pada frase eksosentris berfungsi sebagai penanda, misalnya
kata-kata: di, pada, ke, kepada, dari, daripada, terhadap, bagi, dalam, akan,
akibat, antar, antara, atas, dan sebagainya.
12) Kata Seruan
Kata seru ialah kata-kata yang dalam suatu kalimat
berdiri sendiri, terpisah dan unsur lainnya, misalnya: wah, ai, aduh, dik.
2.2.6
Harimukti Kridalaksana
Pembagian
kelas kata menurut Harimurti Kridalaksana ada 13 jenis, yakni sebagai berikut.
1.
Kata Kerja (Verba)
Kata dikatakan berkategori verba jika dalam frasa
dapat didampingi partikel “tidak” dalam konstruksi dan tidak dapat
didampingi partikel “di, ke, dari, atau, sangat,
lebih, dan agak”. Berdasarkan bentuknya, verba dapat terbagi menjadi
sebagai berikut.
a.
Verba Dasar Bebas
Verba dasar bebas merupakan verba dasar yang bebas.
Misalnya tidur, duduk, makan, minum, dan sebagainya.
b.
Verba Turunan
Verba turunan
merupakan verba yang telah mengalami proses morfologis (afiksasi, reduplikasi,
gabungan proses, komposisi). Misalnya berenang, duduk-duduk, melirik-lirik, adu
domba.
Berdasarkan banyaknya nomina yang mendampingi, verba
terbagi menjadi sebagai berikut.
a.
Verba Intransitif
b.
Verba Transitif
Berdasarkan hubungannya dengan nomina, verba terbagi
menjadi sebagai berikut.
a.
Verba Aktif
Verba aktif yaitu verba yang subjeknya berperan
sebagai pelaku, biasanya berprefiks me-, ber-, atau tanpa prefiks.
b.
Verba Pasif
Verba pasif yaitu verba yang subjeknya berperan
sebagai penderita, sasaran, atau hasil. Biasanya diawali dengan
prefiks di- atau ter-. Apabila ditandai dengan
prefiks ter- maka bermakna perfektif.
c.
Verba Anti Aktif
Verba anti aktif (ergatif) yaitu verba pasif yang
tidak dapat diubah menjadi verba aktif dan subjeknya merupakan penanggap
(menderita, merasakan).
d.
Verba Anti Pasif
Verba anti-pasif yaitu verba yang tidak dapat diubah
menjadi verba pasif.
Berdasarkan interaksi antarnomina pendampingnya, verba
terbagi menjadi sebagai berikut.
a.
Verba Resiprokal
Verba resiprokal yaitu verba yang menyatakan
perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dan perbuatan tersebut dilakukan
dengan saling berbalasan. Berikut adalah contoh bentuk verba resiprokal.
ber- +
perang = berperang
ber- +
salaman = bersalaman
b. Verba Nonresiprokal
Verba
nonresiprokal yaitu verba yang tidak menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh
dua pihak dan tidak saling berbalasan.
Berdasarkan referensi argumennya, verba terbagi
menjadi sebagai berikut.
a.
Verba Refleksi
Verba refleksif, yaitu verba yang kedua argumennya
mempunyai referen yang sama.
b.
Verba Nonrefleksi
Verba non
refleksi, yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang berlainan.
Berdasarkan Hubungan Identifikasi antara
Argumen-argumennya
a.
Verba kopulatif, yaitu verba yang mempunyai potensi
untuk ditanggalkan tanpa mengubah konstruksi predikatif yang bersangkutan.
Contoh: merupakan, adalah.
b.
Verba ekuatif, yaitu verba yang mengungkapkan ciri
salah satu argumennya. Contoh: berjumlah, berlandaskan.
Selain itu,
ada juga jenis verba telis dan verba atelis, serta verba performatif dan
verba konstatatif. Verba telis menyatakan bahwa perbuatan tuntas atau bersasaran,
sedangkan verba atelis menyatakan bahwa perbuatan belum tuntas. Verba
performatif, yaitu verba dalam kalimat yang secara langsung mengungkapkan
pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu mengujarkan kalimat, sedangkan
verba konstatif merupakan verba dalam kalimat yang menyatakan atau mengandung
gambaran tentang suatu peristiwa.
2.
Kata Sifat
(Adjektiva)
Berdasarkan
bentuknya, adjektiva terbagi menjadi tiga jenis, yaitu adjektifa dasar,
turunan, dan majemuk.
Adjektiva
memiliki ciri-ciri yang memungkinkanya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak,
(2) mendampingi nomina atau (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat,
agak, (4) dapat hadir berdapingan dengan kata lebih...daripada... atau
paling untuk menyatakan tingkat perbandingan, (5) mempunyai ciri-ciri
morfologis seperti –er, -if, (6) dapat dibentuk menjadi nomina dengan
konfiks ke-an, (7) dapat berfungsi predikatif, atributif, dan pelengkap.
Subkategorisasi
ajektiva, dibagi ke dalam dua macam kategori, yakni sebagai berikut.
a.
Ajektiva predikatif yaitu ajektiva yang dapat
menempati posisi predikat dalam klausa. Misalnya susah, hangat, sulit,
mahal.
b.
Ajektiva atributif yaitu ajektiva yang mendampingi
nomina dalam frase nomina. Misalnya nasional, niskala.
c.
Ajektiva bertaraf yakni yang dapat berdampingan
dengan agak, sangat, dan sebagainya. Contohnya pekat, makmur.
d.
Ajektiva tak bertaraf yakni yang tidak dapat
berdampingan dengan agak, sangat, dan sebagainya. Contohnya nasional,
intern.
3. Kata Benda
(Nomina)
Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak
mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak dan mempunyai potensi
untuk didahului oleh partikel dari.
a. Nomina
dasar, seperti radio, udara, kertas, barat, kemarin, dll.
b. Nomina
turunan, terbagi atas:
1)
Nomina
berafiks, seperti keuangan, perpaduan, gerigi.
2)
Nomina
reduplikasi, seperti gedung-gedung, tetamu, pepatah.
3)
Nomina hasil
gabungan proses, seperti batu-batuan, kesinambungan.
4)
Nomina yang
berasal dari pelbagai kelas karena proses.
Contoh:
deverbalisasi, seperti pengangguran, pemandian, pengembangan, kebersamaan,
bersalam-salaman.
c.
Nomina paduan leksem, seperti daya juang, cetak
lepas, loncat indah, tertib acara, jejak langkah.
d.
Nomina paduan leksem gabungan, seperti pendayagunaan,
ketatabahasaan, pengambilalihan, kejaksaan tinggi.
4. Kata Ganti
(Pronomina)
Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk
menggantikan nomina, yang digantikan itu disebut anteseden. Berikut adalah
subkategorisasi pronomina.
a.
Dilihat dari hubungannya dengan nomina, yaitu ada atau
tidaknya anteseden dalam wacana. Berdasarkan hal itu, dibagi lagi menjadi:
1)
Pronomina Intertekstual
Bila anteseden terdapat sebelum
pronomina itu dikatakan anaforis, sedangkan bila anteseden muncul sesudah
pronomina, hal itu disebut kataforis. Contoh anaforis: Pak Arif sepupu Bapak. Rumahnya dekat
2)
Pronomina ekstratekstual
Merupakan pronomina yang menggantikan nomina yang
terdapat di luar wacana, bersifat deiktis. Contoh: Itu yang kukatakan.
b. Dilihat dari jelas atau tidaknya
referennya
1)
Pronomina
Taktrif
Pronomina
taktrif yaitu menggantikan nomina yang referennya jelas. Pronomina ini
terbatas pada pronomina persona.
2)
Pronomina
Tak Takrif
Berikut
adalah tabel pembagian pronomina menurut Harikurti Kridalakasana.
Intratekstual
|
Ekstratekstual
|
|||||||
Anaforis
|
Kataforis
|
Takrif
|
Tak takrif
|
|||||
Ia/dia
-nya |
-nya
|
I
|
II
|
III
|
sesuatu,
seseorang,
barangsiapa, siapa, apa, apa-apa, anu, masing-masing, sendiri. |
|||
S
|
P
|
S
|
P
|
S
|
P
|
|||
Saya
aku
|
kami
(eksklusif)
kita (inklusif) |
Kamu
Kau/
engkau
Anda
|
Kamu
Kalian
Anda
semua/ Anda sekalian
|
ia/ dia
beliau
|
Mereka
mereka
semua
|
Sumber :
Wikipedia
Dalam ragam
nonstandar jumlah pronomina lebih banyak daripada yang terdaftar tersebut,
karena pemakaian nonstandar tergantung dari daerah pemakaiannya. Dalam bahasa
kuna juga terdapat pronomina, seperti baginda. Semua pronomina tersebut hanya
dapat mengganti nomina orang, nama orang, atau hal lain yang
dipersonifikasikan.
5. Kata Bilangan (Numeralia)
Numeralia adalah kategori yang dapat (1) mendampingi
nomina dalam konstruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendampingi
numeralia lain, (3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau sangat.
Subkategorisasi numeralia adalah sebagai berikut.
a. Numeralia Takrif
Numeralia takrif yaitu numeralia
yang menyatakan jumlah yang tentu.
1)
Numeralia
Utama (kardinal)
2) Numeralia
Tingkat adalah numeralia takrif yang melambangkan urutan dalam jumlah dan
berstruktur ke + Num. Contoh: Catatan ketiga sudah diperbaiki.
3) Numeralia kolektif, adalah numeralia
takrif yang berstruktur ke + Num, ber- + N, ber- + NR, ber- + Num R atau Num +
-an.
b. Numeralia Tak Takrif
Numeralia
tak takrif adalah numeralia yang menyatakan jumlah yang tak tentu. Misalnya
berapa, sekalian, semua, segenap.
6. Kata
Keterangan (Adverbia)
Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi
ajektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis. Adverbia tidak
boleh dikacaukan dengan keterangan, karena adverbia merupakan konsep kategori,
sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi. Bentuk adverbia ada enam, yakni
sebagai berikut.
a. Adverbia dasar bebas, contoh: alangkah,
agak, akan, belum, bisa.
b. Adverbia turunan, yang terbagi atas:
1)
Adverbia turunan yang tidak berpindah kelas terdiri
atas : adverbia bereduplikasi, seperti jangan-jangan, lagi-lagi dan
adverbia gabungan, misalnya tidak boleh tidak.
2)
Adverbia turunan yang berasal dari pelbagai kelas
terdiri atas: adverbia berafiks, misalnya terlampau, sekali dan adverbia
dari kategori lain karena reduplikasi, misalnya akhir-akhir, sendiri-sendiri
3)
Adverbia deajektiva, misalnya awas-awas,
benar-benar
4)
Adverbia denumeralia, misalnya dua-dua
5)
Adverbia deverbal, misalnya kira-kira, tahu-tahu
c.
Adverbia yang terjadi dari gabungan kategori lain dan
pronomina, misalnya rasanya, rupanya, sepertinya.
d.
Adverbia deverbal gabungan, misalnya ingin benar,
tidak terkatakan lagi
e.
Adverbia de ajektival gabungan, misalnya tidak
lebih, kerap kali.
f.
Gabungan proses, misalnya : se- +A +-nya: sebaiknya
7. Kata Tanya (Interogativa)
Interogativa adalah kategori dalam kalimat
interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh
pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketahui pembicara. Apa yang ingin
diketahui dan apa yang dikukuhkan itu disebut antesenden (ada di luar
wacana) dan karena baru akan diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis.
a.
Interogativa dasar: apa, bila, bukan, kapan,
mana, masa.
b.
Interogativa turunan: apabila, apaan,
apa-apaan, bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa, bilamana, bilakah,
bukankah, dengan apa, di mana, ke mana, manakah, kenapa, mengapa, ngapain,
siapa, yang mana.
c.
Interogativa terikat: kah dan tah.
8. Kata Tunjuk (Demonstrativa)
Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi untuk
menunjukkan sesuatu (antesenden) di dalam maupun di luar wacana. Dari sudut
bentuk dapat dibedakan berikut ini.
a.
Demonstrativa
dasar (itu dan ini)
b.
Demonstrativa
turunan (berikut, sekian)
c.
Demonstrativa
gabungan (di sini, di situ, di sana, ini itu, sana sini)
9. Kata Sandang/Sebutan (Artikula)
Artikula dalam bahasa Indonesia adalah kategori yang
mendampingi nomina dasar misalnya si kancil, sang matahari, para
pelajar. Misalnya pada nomina deverbal (si terdakwa, si tertuduh),
pronomina (si dia, sang aku), dan verba pasif (kaum
tertindas, si tertindas). Artikula berupa partikel, sehingga tidak
berafiksasi.
Berdasarkan ciri semantis gramatikal artikula
dibedakan sebagai berikut.
a.
Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan nomina
singularis. (Si, Sang, Sri, Hang dan Dang)
b.
Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan suatu
kelompok. (Para, Kaum, Umat).
10. Kata Depan
(Preposisi)
Preposisi adalah kategori yang terletak di depan
kategori lain (terutama nomina), sehingga terbentuk frasa eksosentris
direktif. Ada tiga jenis preposisi, yaitu sebagai berikut.
a.
Preposisi dasar (tidak dapat mengalami proses
morfologis).
b.
Preposisi turunan, terbagi atas: gabungan preposisi
dan preposisi (di atas gedung, di muka bumi, di tengah-tengah kota),
serta gabungan preposisi dan non-preposisi (...dari...ke... ;
sejak...hingga... ; dari...sampai... ; antara...dengan...).
c.
Preposisi yang berasal dari kategori lain (misalnya pada
dan tanpa) termasuk beberapa preposisi yang berasal dari kelas lain yang
berafiks se- (selain, semenjak, sepanjang, sesuai, dsb).
11. Kata Penghubung (Konjungsi)
Konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk
meluaskan satuan lain dalam kontruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua
satuan lain atau lebih dalam kontruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian
ujaran yang setataran maupun yang tidak setataran. Menurut posisinya konjungsi
dibagi menjadi berikut ini.
a.
Konjungsi Intra-kalimat, yaitu konjungsi yang
menghubungkan satuan-satuan kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa
dengan klausa.
b.
Konjungsi Ektra-kalimat,
1)
Konjungsi intratekstual, yaitu menghubungkan kalimat
dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf,
2)
Konjungsi ektratekstual, yang menghubungkan dunia di
luar bahasa dengan wacana.
12. Kategori
Fatis
Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai,
mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan lawan bicara.
Kelas kata ini terdapat dalam dialog atau wawancara bersambutan, yaitu
kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan lawan bicara. Sebagian besar
kategori fatis merupakan ciri ragam bahasa lisan (nonstandar) sehingga
kebanyakan kalimat-kalimat nonstandar banyak mengandung unsur-unsur daerah atau
dialek regional.
Bentuk-bentuk
fatis misalnya di awal kalimat “Kok kamu melamun?”, di tengah kalimat,
misalnya “Dia kok bisa ya menulis puisi seindah ini?”, dan di akhir
kalimat, misalnya “Aku juga kok!”. Kategori fatis mempunyai wujud bentuk
bebas, misalnya kok, deh, atau selamat, dan wujud bentuk terikat,
misalnya –lah atau pun.
Bentuk dan Jenis Kategori Fatis, sebagai berikut.
a. Partikel dan Kata Fatis Contoh: (Ah,
ding, halo, deh, kek, kok dll)
b. Frase Fatis. Contoh: Selamat, terima
kasih, insya Allah.
13. Kata Seru
(Interjeksi)
Interjeksi adalah
kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaksis
tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran. Interjeksi bersifat
ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau
berdiri sendiri.
Interjeksi dapat ditemui dalam:
a.
Bentuk dasar, yaitu: aduh, aduhai, ah, ahoi,
ai, amboi, asoi, ayo, bah, cih, cis, eh, hai, idih, ih, lho, oh, nak, sip, wah,
wahai, yaaa.
b.
Bentuk turunan, biasanya berasal dari kata-kata biasa
atau penggalan kalimat Arab, contoh: alhamdulillah, astaga, buset,
duilah, insya Alloh, masya Allah, syukur, halo, innalillahi, yahud.
2.2.7
Abdul Chaer
Kelas
kata Menurut Chaer (2011:86-194) dalam buku “Tata Bahasa Praktis Bahasa
Indonesia” dibagi menjadi lima belas kelas dilihat dari konsep makna dan
mempunyai peran yang harus dilakukan.
1. Kata Benda (Nomina)
2. Kata Kerja (Verba)
3. Kata Sifat (Ajektifa)
4. Kata Keterangan (Adverbia)
2. Kata Kerja (Verba)
3. Kata Sifat (Ajektifa)
4. Kata Keterangan (Adverbia)
5. Kata Sapaan
6. Kata Petunjuk
7. Kata Bilangan (Numeralia)
8. Kata Penyangkal
9. Kata Depan (Preposisi)
10. Kata Penghubung (Konjungsi)
11. Kata Ganti (Pronomina)
12. Kata Tanya
13. Kata Seru
14. Kata Sandang
15. Kata Partikel
6. Kata Petunjuk
7. Kata Bilangan (Numeralia)
8. Kata Penyangkal
9. Kata Depan (Preposisi)
10. Kata Penghubung (Konjungsi)
11. Kata Ganti (Pronomina)
12. Kata Tanya
13. Kata Seru
14. Kata Sandang
15. Kata Partikel
1.
Kata Benda (Nomina)
Kata benda
(nomina) adalah kata yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret maupun
abstrak). Kata benda berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap dan keterangan.
Ciri utama nomina atau kata benda
dilihat dari adverbia pendampingnya
adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas nomina.
Petama, tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak.
Jadi, kata-kata kucing, meja, bulan, dan
pensil berikut adalah termaksuk nomina karena tidak dapat didahului oleh
adverbia negasi tidak.
Kedua, tidak dapat didahuli oleh adverbia derajat agak
(lebih, sangat, dan paling). Ketiga,
tidak dapat di dahului oleh adverbia keharusan wajib. Perhatikan contoh
berikut.
Keempat
dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan jumlah seperti satu, sebuah,
sebatang, dan sebagainya. Misalnya:
-
Sebuah meja
-
Seekor kucing
-
Sebatang pensil
-
Selembar papan
Dari
segi bentuk nomina turunan atau
bentukkan dapat dikenali dari afiks-afiks yang diimbuhkan pada dasar, yakni
bentuk:
1. berfrefiks pe-
per-
2. berkonfiks pe-an
per-an
ke-an
3. bersufiks -an
contoh
dari kata benda turunan sebagai berikut.
a.
Berawalan pe-, seperti pemuda, pemenang, dan
penyair.
b.
Berakhiran –an,
seperti bendungan, bantuan dan asuhan.
c.
Berakhiran –nya,
seperti besarnya, naiknya, dan jauhnya.
d.
Berimbuhan
gabung pe-an, seperti pembangunan, pengembangan, dan pelebaran.
e.
Berimbuhan gabungan
per – an, seperti pertemuan, pertambangan dan persatuan.
f.
Berimbuhan
gabung ke-an, seperti keadilab, kebijaksanaan dan kekayaan.
g.
Kata yang
diikuti dengan frase “yang” …. atau “ yang sangat” misalnya : jalan (yang
bagus), pemuda (yang sangat rajin).
2.
Kata Kerja (Verba)
Kata kerja
atau verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan
keadaan yang bukan merupakan sifat. Kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai
predikat dalam kalimat.
a.
Kata-kata yang dapat diikuti oleh frasa dengan ……..,
baik yang menyatakan alat, yang menyatakan keadaan, maupun yang menyatakan
penyerta, disebut kata kerja, misalnya:
-
Pergi (dengan adik)Berjalan (dengan gembira)
-
Menulis ( dengan musuh)
b. Kata
kerja dasar seperti : pergi, pulang, tulis, tanya dll.
c. Kata
kerja berimbuhan seperti:
– awalan Me-, seperti kata-kata menulis, membaca dan melihat.
– awalan ber-, seperti kata-kata berdiri, berlatih dan berkuda
– awalan di-, seperti pada kata-kata ditulis, dibaca, dan dilihat
– awalan ter-, seperti pada kata-kata tertulis, terbaca, dan terlihat
– awalan per-, seperti pada kata-kata perpanjang, percepat, dan persingkat
– awalan –kan, seperti pada kata-kata tuliskan, abacakan, dan damaikan
– awalan –i, seperti pada kata-kata tulisi, datangi dan diami.
– awalan Me-, seperti kata-kata menulis, membaca dan melihat.
– awalan ber-, seperti kata-kata berdiri, berlatih dan berkuda
– awalan di-, seperti pada kata-kata ditulis, dibaca, dan dilihat
– awalan ter-, seperti pada kata-kata tertulis, terbaca, dan terlihat
– awalan per-, seperti pada kata-kata perpanjang, percepat, dan persingkat
– awalan –kan, seperti pada kata-kata tuliskan, abacakan, dan damaikan
– awalan –i, seperti pada kata-kata tulisi, datangi dan diami.
Ciri utama verba atau kata kerja dilihat
dar adverbia yang mendampinginya adalah bahwa kata-kata yang termaksuk
kelas verba.
Pertama,
dapat di dampingi oleh adverbia negasi tidak
dan tanpa. Contoh:
-
Tidak datang
-
Tidak pulang
-
Tanpa makan
-
Tanpa membaca
Adverbia
negasi bukan dapat juga mendampingi sebuah verba, tetapi dengan
persyaratan, yaitu bila berada dalam
konstruksi konstrastif. Perhatikan
contoh berikut.
Dia bukan menangis karena sedih,
melainkan karena gembira.
Kedua,
dapat didampingi oleh semua adverbia frekuensi, seperti:
-
Sering datang
-
Jarang makan
-
Kadang-kadang
pulang
Ketiga,
tidak dapat didampingi, oleh kata bilangan dengan penggolongan. Misalnya:
-
Sebuah *membaca
-
Dua butir
*menulis
-
Tiga butir
*pulang
Namun,
dapat didampingi oleh semua adverbia
jumlah. Seperti:
-
Kurang membaca
-
Sedikit menulis
-
Cukup menarik
Keempat,
tidak dapat didampingi oleh semua adverbia derajat. Perhatikan contoh:
-
Agak *pulang
-
Cukup *datang
-
Lebih * pergi
Kelima,
dapat didampingi oleh semua adverbia kala (tenses). Simak contoh berikut:
-
Sudah makan
-
Sedang mandi
-
Tengah membaca
-
Lagi tidur
-
Akan pulang
-
Hendak pergi
-
Mau menjual
Keenam,
dapat didampingi oleh semua adverbia keselesaian, perhatikan contoh-contoh
berikut:
-
Belum mandi
-
Baru datang
-
Sedang makan
-
Sudah pulang
Ketujuh,
dapat didampingi oleh semua adverbia keharusan. Umpamanya.
-
Boleh mandi
-
Harus pulang
-
Wajib datang
Kedelapan,
dapat didampingi oleh semua anggota adverbia kepastian. Simak contoh berikut.
-
Pasti datang
-
Tentu pulang
-
Mungkin pergi
-
Barangkali tahu
Secara
morfologi verba yang berupa kata turunan dapat dikenali bentuknya yang:
1. berprefiks
ber-
bekonfiks ber-an
berkonfiks ber-kan
2. berprefiks me-
berklofiks me-kan
berklofiks me-i
berklofiks memper-
berprefiks me- dan konfiks per-kan
berprefiks me- dan konfiks per-i
3. berprefiks ter-
berkonfiks ter-kan
berkonfiks ter-i
4. berprefiks se-
5. bersufiks –kan
6. bersufiks –i
7. berkonfiks ke-an (disamping adanya bentuk ke-an yang
berkelas nomina)
Secara
sintaksis verba biasanya (malah selalu) menduduki fungsi predikat dalam sebuah
klausa, dan selalu dapat diikuti oleh frase dengan... contoh;
-
Adik duduk
dengan tenang
-
Ayah merokok
dengan santai.
-
Ibu menulis
surat dengan pensil
Lalu,
kedudukannya sebagai predikat dapat dibedakan adanya.
1.
Verba transitif,
yakni verba yang memiliki objek disamping sebuah dan verba birtransitif yang
objeknya dua buah.
2.
Verba
intransitif, yakni verba yang tidak mempunyai objek.
Secara semantik, kata-kata yang termaksuk kelas
verba dapat dibedakan atas, (1) verba tindakan, (2) verba kejadian, (3) verba
keadaan. Disebut verba tindakan karena didalamnya terkandung perbuatan yang
dilakukan oleh subjek, dimana verba itu menduduki fungsi predikat didalam
sebuah klausa. Kata-kata berikut termaksuk verba tindakan: makan, baca, pulang, dan pergi. Verba tindakan ini ada dua macam. Pertama, tindakan yang memiliki komponen
makna (+sasaran), sehingga di dalam klausa verba tersebut diikuti sebuah (atau
dua buah) objek. Misalnya:
-
Makan nasi
-
Baca koran
-
Tulis surat
-
Minum bir
-
Nonton televisi
Kedua,
verba tindakan yang berkomponen makna (sasaran), sehingga didalam klausa verba
tidak diikuti oleh objek. Misalnya:
-
Pergi (o)
-
Lompat (o)
-
Mundur (o)
-
Terbang (o)
Yang
kedua, disebut verba kejadian karena verba itu mengandung pengertian adanya
peristiwa yang menimpa subjek dimana verba tersbut menjadi predikat dalam
sebuah klausa. Simak contoh berikut:
-
Gunung merapi meletus
-
Bukit itu longsor
-
Daun-daun mulai rontok
-
Pipa PAM bocor di sana-sini
-
Ban mobil itu pecah
Yang
ketiga disebut verba keadaan, karena verba mengandung pengertian sebagai
keadaan yang dirasakan oleh subjek dimana verba tersebut menjadi predikat
didalam sebuah kalusa. Simak contoh-contoh berikut.
-
Kami khawatir
atas keselamatannya.
-
Mereka takut
kepada pejabat pemerintah itu.
-
Saya bingung atas situasi seperti ini.
Benda
verba keadaan dari kata-kata dari adjektifa memang tidak banya sebab semua
adverbia yang dapat mendampingi ajektifa dapat pula mendampingi verba keadaan
itu. Bedanya hanya kalau kata-kata dari kelas ajektifa dapat diimbuhi prefiks
ter- dalam pengertian ‘superlatif’, sedangkan verba keadaan ini tidak dapat.
Bandingkan!
-
Terbalik)( *tersuka
-
Tertinggi *terbingung
-
Terindah *terkhawatir
-
Termahal *terdendam
-
Terbesar *terbenci
Namun,
kedua kelompok itu sama-sama dapat didampingi oleh adverbia paling. Perhatikan!
-
Paling baik paling suka
-
Paling tinggi paling bingung
-
Paling indah paling khawatir
-
Paling mahal paling dendam
-
Paling besar paling benci
3.
Kata Sifat (Ajektifa)
Kata sifat
atau adjektiva adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan watak, dan tabiat
orang/binatang/benda. Kata sifat umumnya berfungsi sebagai predikat, objek dan
penjelas subjek.
Ciri
utama ajektifa atau kata keadaan dari adverbia yang mendampinya adalah
kata-kata yang termaksuk kelas adjektifa. Pertama,
tidak dapat didampingi oleh adverbia frekuensi sering, jarang, dan
kadang-kadang.
Kedua,
tidak dapat didampingi oleh adverbia jumlah. Jadi tidak ada.
Ketiga,
dapat didampingi oleh semua adverbia derajat. Simak contoh berikut:
-
Agak tinggi
-
Cukup
mahal
-
Lebih
bagus
-
Sangat
indah
-
Sedikit
kecil
-
Jauh
sekali
-
Paling
mulia
Keempat,
dapat didampingi oleh adverbia kepastian pasti, tentu, mungkin, dan barangkali.
Umpamanya:
-
Pasti
indah
-
Tentu
baik
-
Mungkin
buruk
-
Barangkali
cantik
Kelima, tidak dapat diberi adverbia kala (tenses) hendak
dan mau. Jadi bentuk-bentuk tidak berterima.
Secara
morfologi ajektifa yang berupa kata turunan atau kata bentukan dapat dikenali
dari sufiks-sufiks (yang berasal dari bahasa asing) yang mengimbuhkannya.
Contoh-contoh:
al : faktual,
gramatika, ideal
il : prisipil,
idiil, materiil
iah :
alamiah, ruhaniah, harfiah
if : efektif, kualitatif, administratif
ik : mekanik, pariotik, heroik,
is : teknis, kronologis, pancasilais,
istis : materialistis, optimistis, egoistis
i : islami, alami, jasadi
wi : dunuawi, surgawi, kimiawi
ni : gerejani,
4.
Kata Keterangan (Adverbia)
Dalam berbagai buku tata bahasa sekolah, adverbia
lazim disebut kata keterangan atau keterangan tambahan. Fungsinya adalah
menerangkan kata kerja, kata sifat dan jenis kata lainnya; berbeda dengan
ajektifa (yang lazim disebut kata sifat) yang fungsinya menerangkan kata benda.
Hajar, mengatakan bahwa adverbia adalah kata yang memberi keterangan sebagai
fungsi dalam kalimat. Contoh: sangat, sedang, sungguh.
Adverbia
pada umumnya berupa bentuk dasar. Sedikit sekali yang berupa kata bentukan. Yang
berupa kata bentukan dapat dikenali dari bentuknya yang:
1.
berprefiks se-
seperti sejumlah, sebagian, seberapa, dan
semoga.
2.
berprefiks se- dengan reduplikasi seperti sekali-sekali, semena-mena.
3.
berkonfiks se-nya seperti sebaiknya, seharusnya, sesungguhnya dan sebisanya.
4.
berkonfiks se-nya dengan reduplikasi seperti selambat-lambatnya, secepat-cepatnya dan
sedapat-dapatnya.
Dilihat
dari segi semantik, yakni dari komponen makna utama yang dimiliki dapat dilihat
adanya kata-kata yang berkelas adverbia yang memiliki komponen makna.
5.
Kata Sapaan
Kata-kata yang digunakan untuk menyapa, menegur,
atau menyebut orang kedua yang diajak bicara, disebut kata sapaan. Kata-kata
sapaan ini tidak mempunyai perbendaharaan kata sendiri, tetapi mengunakan
kata-kata dari pembendaharaan kata nama diri dan kata nama perkerabatan.
Sebagai kata sapaan, kata nama diri dapat digunakan
dalam bentuk utuh seperti Hasan, Ali, Siti, dan Ida; dapat juga digunakan
bentuk singkata, seperti San, Li, Ti, dan Id.
Begitu juga dengan nama perkerabatan. Emua bentuk
utuhnya dan bentuk singkatnya dapat dipakai. Hanya perlu diperhatikan, tidak
semua kata perkerabatan ada bentuk singkatnya. Yang ada bentuk singkatnya
hanyalah:
-
Pak (bentuk utuh
: Bapak)
-
Yah (bentuk utuh
: Ayah)
-
Bu (bentuk utuh
: Ibu)
-
Kak (bentuk utuh
: Kakak)
-
Dik (bentuk utuh
: Adik)
-
Bi (bentuk utuh
: Bibi)
-
Kek (bentuk utuh
: Kakek)
-
Nek (bentuk utuh
: Nenek)
-
Nak (bentuk utuh
: Anak)
-
Cu (bentuk utuh
: Cucu)
Kata saudara dan paman tida ada bentuk singkatnya.
Jadi harus selalu digunakan bentuk utuh.
6.
Kata Penunjuk
Kata-kata yang digunakan untuk menunjukan benda
disebut kata penunjuk. Ada dua macam kata penunjuk, yaitu INI dan ITU. Kata
penunjuk INI digunakan untuk menunjukan bendaa yang letaknya relatif dekat dari
si pembicara, sedangkan kata penunjuk ITU untuk menunjukan benda yang letaknya
rel;atif jauh dari si pembicara.
Fungsi yang dimiliki kedua kata penunjuk ini adalah:
a.
Menjadi penujuk
benda
Contoh:
-
Ini si Didi
-
Ini pohon durian
-
Itu mobil ayah
-
Itu Ibu Siti
b.
Menjadi penentu
atau pembatas
Contoh:
-
Rumah ini belum
ditempati
-
Anak-anak ini
datang untuk membantu kami.
-
Persoalan ini
memang sulit.
-
Mobil itu akan
dijual.
-
Pelawak itu
bernama Ateng.
-
Stasiun itu jauh
dari sini.
c.
Menjadi
pengganti benda
Contoh:
-
Ini akan dikirim
ke Medan.
-
Mana yang akan
kau pilih, ini atau yang lain?
-
Ini saja yang
akan kumakan.
-
Itu yang akan
dijual.
-
Itu saja yang
akan dibawa, yang lain tidak.
d.
Memberi
penekanan
Contoh:
-
Kami datang ini
ingin membicarakan persoalan anakmu.
-
Kami ini baru
datang belum tahu permasalahannya
-
Saya berbicara
ini bukan untuk turut campur pemasalahan orang lain, melainkan ingin sekadar
memberi penjelasan.
-
Kedatangan saya
kesana itu adalah hendak mengembalikan bukunya.
-
Kepergianya itu
tanpa seizin orang tuanya.
-
Kemenangan itu
kami peroleh berkat kerja sama yang baik.
e.
Menjadi penunjuk
hubungan atau pertalian.
Contoh:
-
Kepada ketua
dikemukakan usul untuk menagadakan perubhan anggaran rumah tangga. Ini harus
disesuaikan dengan keadaan situasi sekarang.
-
Dia diberi uang
seribu rupiah; saya Cuma empat ratus rupiah. Ini tentu tidak adil.
-
Langit mendung
berawan tebal. Itu tandanya hari akan hujan.
-
Rumahnya
terletak jauh di luar kota. Itu yang menyebabkan seringkali ia terlambat.
7.
Kata Ganti (Pronomina)
Pronomina lazim disebut kata ganti karena tugasnya memang
menggantikan nomina yang ada. Secara umum lazim dibedakan adanya empat macam
pronomina, yaitu pronomina persona atau kata ganti diri, pronomina demontrativa
atau kata ganti penunjuk, pronomina introgatif atau kata ganti tanya dan
pronomina tak tentu (Chaer, 2008:87).
a. Kata ganti diri
Kata ganti diri adalah
pronomina yang menggantikan nomina orang atau yang diorangkan, baik berupa nama
diri atau bukan nama diri. Kata ganti diri ini biasanya dibedakan atas.
1. Kata ganti diri orang pertama tunggal merupakan
orang yang berbicara misalnya, yaitu saya
dan aku; orang pertama jamak yaitu, kami dan kita.
2. Kata ganti orang kedua tunggal merupakan orang yang
diajak bicara oleh orang pertama, yaitu kamu
dan engkau; kata ganti orang kedua
jamak yaitu kalian dan kamu sekalian.
3. Kata ganti orang ketiga tunggal merupkan orang yang
dibicarakan oleh orang pertama dan kedua misalnya yaitu ia, dia dan nya; orang ketiga jamak, yaitu mereka.
Kata ganti orang pertama saya dapat digunakan kepada siapa saja dan oleh siapa saja.
Sedangkan kata ganti diri orang pertama aku
hanya dapat digunakan kepada lawan bicara yang lebih muda usiannya atau lebih
rendah status sosialnya. kata ganti diri kami
digunakan untuk menyakan pelaku jamak atau menyatakan rasa hormat (pluralis
majestatis). Kata ganti diri kita
digunakan untuk menyatakan jamak, termaksuk kata lawan bicara. Perlu dicatat,
kata ganti diri aku mempunyai bentuk
klitika, baik proklitika, seperti pada kubaca,
maupun enklitiki seperti pada bukuku.
Kata ganti diri orang kedua tunggal kamu dan engkau hanya digunakan terhadap orang yang lebih muda atau lebih
rendah status sosialnya. Demikian juga dengan kata ganti diri orang kedua jamak
kamu sekalian. Di sini perlu dicatat
kata ganti engkau mempunyai klitika, baik proklitika kau- dalam kaubaca; atau enklitika, seperti kau dalam bukukau.
Kata
ganti orang ketiga tunggal ia
digunakan dalam posisi sebagai subjek, tidak dalam posisi objek. Hanya perlu
dicatat sebagai objek kata ganti dia
digunakan kalau mengikuti bunyi-kan. Misalnya: - ....merindukan dia
-....takut akan
dia
Kata
ganti diri nya hanya digunakan dalam posisi objek dan berlaku sebagai
enklitika, seperti dalam: - Minta tolong kepadanya.
-
Siapa namanya?
Kata ganti orang ketiga jamak dpat digunakan kepada
siapa saja, tanpa ada rasa hormat atau tidak. Untuk orang ketiga yang dihormati
lazim digunakan kata beliau. Untuk
yang sudah meninggal digunakan kata almarhum
(kalau laki-laki) dan almarhumah
(kalau perempuan).
Mengenai kata ganti diri dalam bahasa Indonesia, ada
tiga catatan yang perlu diperhatikan. Pertama,
dalam masyrakat umum kata ganti diri sering digunkan secara tidak tertib atau
diluar kaidah yang disebutkan di atas. Yang tidak sesuai kaidah di atas adalah:
-
Kata ganti kami
sering digunakan untuk menyebut diri secara tunggal, bukan jamak.
-
Kata ganti kita,
sering digunakan untuk menyebut diri sendiri, bukan secara inklusif.
-
Kata ganti nya
sering digunakan untuk menyebut orang kedua tunggal.
Kedua, dalam masyarakat Indonesia yang multietnis dan
multibudaya lazim juga digunakan kata ganti diri bahasa daerah seperti:
-
mas
dan mbak dari bahasa Jawa; mas untuk
menyebut orang kedua laki-laki, dan mbak untuk menyebut orang kedua perempuan. Akang, mamang dan ceuceu dari bahasa Sunda; akan untuk menyebut kakak laki-laki,
paman untuk menyebut paman, dan ceuceu untuk menyebut kakak perempuan.
-
Awak, uni, dan uda dari bahasa Minangkabau: awak untuk
menyebut diri orang pertama, uni untuk menyebut kakak perempuan, dan uda untuk
menyebut kakak laki-laki.
-
Lu, gua, ana (ane), dan anta
(ente) dari bahasa Betawi: lu digunakan untuk menyebut orang kedua secara
terbatas; gua digunakan untuk menyebut diri pertama juga secara terbatas; ana
(ane) dari bahasa Arab yang digunakan untuk menyebut diri pertama secara
tertentu; dan anta (ente) yang juga bersal dari bahasa Arab digunakan untuk
menyebut orang kedua juga secara tertentu.
-
Beta dari
bahasa Maluku digunakan untuk menyebut nama diri pertama secara terbatas.
Ketiga, karena faktor sosial maka kata ganti yang sudah
tersedia lengkap itu sering tidak digunakan. Sebagai gantinya digunakan kata
ganti kosakata dari istilah perkerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakek, nenek, kakak, adik, paman, cucu, dan
lain sebagainya. Istilah perkerabatan ini dapat menggantikan posisi orang
pertama, orang kedua maupun orang ketiga. Sebagai contoh kata bapak pada
kaliamat pertama di bawah ini menggantikan kata saya, pada kalimat kedua
menggantikan kata kamu, dan pada kalimat ketiga menggantikan kata dia.
-
Guru itu berkata
pada murid-muridnya, “Besok Bpak akan pergi ke Medan”.
-
Kata Ali kepda
gurunya “Kapan Bapak akan kembali ke Jakarta?”
-
Kata Ahmad
kepada Ali (sesama murid), “ kabarnya Bapak itu mau menjenguk ibunya yang
sedang sakit”.
b. Kata ganti penunjuk
Kata ganti penunjuk
atau pronomina demontratifa adalah kata ganti ini dan itu untuk menggantikan nomina (frase nominal atau
lainnya) sekaligus dengan penunjukan.
Kata ganti penujuk ini
digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dekat dari pembicara; sedangkan kata
ganti penunjuk itu digunakan untuk
menunjuk sesuatu yang jauh dari pembicara.
-
Buku ini adalah
buku inpor.
-
Ini adalah buku
yang sudah lama saya cari.
-
Penderitaan
anak-anak ini harus kita hentikan.
-
Buku itu belum
saya baca.
-
Itulah buku yang
saya cari selama ini.
-
Dari jauh
terlihat asap membumbung tinggi. Itu tandanya ada kebakaran.
c. Kata ganti tanya
Kata ganti tanya atau
pronomina iterogatifa adalah kata yang digunakan untuk bertanya atau menanyakan
sesuatu (nomina atau yang dianggap konstruksi nominal). Kata ganti tanya itu
adalah apa, siapa, kenapa, mengapa, bagaimana, dan mana.
Kata ganti apa
digunakan untuk menanyakan nomina (benda atau hal), posisinya dapat pada awal
kalimat, tengah kalimat, atau akhir kalimat; dan dapat disertai dengan partikel
kah, atau tah. Simak contoh penggunaan pada kalimat-kalimat berikut.
-
Apa ini?
-
Ini apa?
-
Peristiwa itu
terjadi pada bulan apa?
-
Apakah kamu
mengambil buku itu?
Perlu dicatat, bahwa
partikel tah dewasa ini sudah hampir
tidak digunakan lagi, sementara partikel kah
pun sudah sering ditinggalkan orang.
Kata ganti tanya siapa, digunakan untuk menanyakan nama
diri tau nama jabatan seseorang. Posisinya di dalam kalimat dapat pada wal
kalimat, dapat juga pada akhir kalimat; demikian juga untuk menegaskan dapat
diberi partikel kah atau tah. Simak contoh-contoh berikut.
-
Siapa namanya?
-
Nama anak itu
siapa?
-
Siapakah penulis
buku ini?
-
Siapa yang duduk
di sana itu?
-
Yang mengejekmu
tadi, siapa?
Kata
ganti tanya mengapa atau kenapa digunakan untuk menanyakan sebab
terjadinya sesuatu. Posisinya di dalam
kalimat dapat pada awal kalimat; dan dapat juga dibubuhi pertikel kah.
Perhatikan contoh berikut:
-
Kenapa anak itu
menangis?
-
Kamu datang
terlambat, mengapa?
-
Mengapa kamu
tidak hadir?
-
Mengapa gedung
itu roboh?
-
Anak itu tidak
mau makan, kenapa?
Dalam
hal ini perlu dicatat, lazim juga digunakan bentuk kena apa yang sebenarnya
sama dengan kenapa. Misalnya:
-
Tanganmu luka
kena apa?
-
Kena apa kaca
rumah itu sama hancur?
Kata
ganti tanya berapa digunakan untuk
menanyakan jumlah atau banyaknya sesuatu. Posisinya dapat pada awal kalimat,
dapat juga pada akhir kalimat; serta dapat juga dibubuhi partikel kah. Simak
contoh berikut:
-
Berapa harga
seekor ayam?
-
Harga satu gram
emas berapa?
-
Berapa orang
yang datang?
-
Berapa jauh
jarak dari sini ke kota?
-
Uangmu ada
berapa rupiah?
Kata
ganti tanya bagaimana digunakan untuk
menanyakan hal, proses terjadinya sesuatu. Posisinya dapat terletak pada awal
kalimat, dapat juga pada akhir kalimat; dan dapat juga dilengkapi dengan
partikel kah. Simak contoh berikut:
-
Bagaimana cuaca
di sana:
-
Cara membuat
ketupat itu, bagaimana?
-
Kalau kita dapat
rumah dinas, bagaimana dengan rumah ini?
-
Yang lulus SPMB
sudah jelas nasibnya, tetapi bagaimana dengan yang tidak lulus?
-
Harganya memang
murah, tetapi bagaimana dengan kondisinya?
Kata
ganti mana digunakan untuk menanyakan
tempat keberadaan. Posisinya dapat pada awal kalimat, dapat juga pada akhir
kalimat. Perhatikan contoh berikut:
-
Itu barangnya
mana uangnya?
-
Mana buku yang
baru kamu beli itu?
-
Sepagi ini kamu
mau ke mana?
Untuk
lebih menegaskan keberadaan, biasanya kata ganti mana dilengkapi dengan
preposisi dari, di, dan ke. Perhatikan contoh berikut:
-
Mereka itu
datang dari mana?
-
Dimana kamu
simpan buku itu?
-
Sepagi ini kamu
mau kemana?
d. Kata ganti tak tentu
Pronomina tak tentu
atau kata ganti tak tentu adalah kata-kata yang digunakan untuk menggantikan
nomina yang tak tentu. Yang termaksuk kata ganti tak tentu adalah seseorang, salah seorang, siapa saja, setiap
orang, masing-masing, satu, sesuatu, salah satu, beberapa, dan sewaktu-waktu. Simak contoh-contoh
berikut:
-
Ada seseorang
menunggu Anda di luar.
-
Salah seorang
siswa Anda terlibat dalam pencurian itu.
-
Di antara mereka
siapa saja yang Anda kenal?
-
Masing-masing
mendapat bantuan Rp 300.000,00;
-
Pada suatu hari
dia datang ke sini.
-
Ada sesuatu yang
tidak beres di dalam keluarga itu.
8.
Kata Bilangan (Numeralia)
a.
Kata bilangan
Numeralia atau kata
bilangan adalah kata-kata yang menyatakan bilangan, jumlah, nomor, urutan,
himpunan. Menurut bentuk dan fungsinya biasanya dibicarakan adanya kata
bilangan utama, bilangan genap, bilangan ganjil, bilangan bulat, bilangan
pecahan, bilangan tingkat dan kata bantu bilangan. Kata bilangan dapat ditulis
dengan angka arab, angka romawi, maupun dengan huruf.
Kata bilangan utama atau kata bilangan sejati adalah
kata-kata seperti satu, dua, tiga, lima, tujuh, sebelas, tiga belas, dan
sebagainya. Kata empat bukan bilang utama sebab merupakan hasil perkalian dua
kali dua; begitu juga dengan enam yang merupakan hasil perkalian dua kali tiga;
dan sebagainya.
Kata bilangan genap adalah kata yang habis dibagi
dua, misalnya dua, empat, enam, delapan, sepuluh, dan sebagainya. Sedangkan
bilangan ganjila adalah bilangan yang tidak habis dibagi dua, seperti satu, , tiga, lima, tujuh,
sembilan, sebelas, dan seterusnya. Baik bilang genap maupun bilang ganjil dapat
disebut bilanganbulat; sebagai lawan dari bilangan pecahan seperti setengah,
dua pertiga, seperempat, seperlima, dua perlima, dan sebagainya.
Contoh
bilangan utama dalam bahasa Indonesia adalah (ditulis dengan angka dan huruf).
5 lima
27 dua
puluh tujuh
112 seratus
dua belas
1000 seribu
10.000 sepuluh
ribu
100.000 seratus ribu
1.000.000 satu juta
1.000.000.000 satu miliar
1.000.000.000.000 satu
triliun
Kata
bilangan tingkat digunakan untuk menyatakan urutan, seperti kelima, ketujuh,
dan keseratus, pada kalimat.
-
Beliau duduk di
kursi kelima dari kiri.
-
Dia tinggal di
rumah ketujuh dari sini.
-
Pendaftar keseratus dibebaskan dari uang
pendaftaran.
Disamping
kata bilangan tingkat ada pula kata bilangan himpunan, yakni bilangan yang menyatakan kelompok atau jumlah. Bentuk
kata bilangan tingkat. Simak contoh berikut.
-
Kedua
rumah itu disita oleh pengadilan.
-
Ketiga
orang itu dituduh dalam gerakan terorisme.
-
Keempat
biro perjalanan itu telah dibekukkan.
b.
Kata bantu
bilangan
Kata bantu bilangan
disebut juga kata penjodoh bilangan,
atau kata penggolong bilangan adalah kata-kata yang digunakan sebaagai tanda
pengenal nomina tertentu dan ditempatkan di antara kata bilangan dengan
nominanya. Kata bantu bilangan yang lazim digunakan adalah orang utnuk manusia,
ekor untuk binatang, dan buah untuk benda umum. Selain itu, secara spesifik
digunakan juga kata-kata batang, lembar, helai, butir, biji, pucuk, bilah,
mata, tangkai, kuntum, tandan, carik, kaki, pasang, dan rumpun. Perhatikan
contoh berikut.
-
Dua orang Korea
-
Seorang lurah
-
Seekor buaya
-
Lima ekor gajah
-
Dua buah mangga
-
Dua batang
pensil
-
Selembar kertas
-
Sehelai kain
-
Lima butir telur
-
Dua biji salak
-
Sepucuk meriam
-
Sebilah parang
-
Dua mata kail
-
Setangkai bunga
-
Sekuntum mawar
-
Setandan pisang
-
Secarik kertas
-
Sekaki payung
-
Sepasang sepatu
-
Serumpun bambu
Kata bantu bilangan di
atas digunakan untuk nomina terhitung; untuk nomina tak terhitung digunakan
wadah pengukur nomina itu.
9.
Kata Penyangkal
Kata-kata yang digunakan untuk menyangkal atau mengingkari
terjadinya suatu peristiwa atau adanya suatu hal disebut kata penyangkal. Kata
penyangkal yang ada dalam Bahasa Indonesia adalah: tidak, tak, tiada, bukan,
dan tanpa.
a.
Kata penyangkal
TIDAK
Kata penyangkal TIDAK dengan fungsi menyatakan
ingkar digunakan;
1)
di depan kata
kerja
contoh:- saya tidak
mengambil bukumu.
- Dia tidak
berdusta.
- Hasan tidak
pergi kepasar.
2)
di depan kata
sifat
contoh :
- Perbuatan itu tidak baik.
- Rumah saya tidak jauh dari sini
- Lampu itu tidak terang.
b.
Kata penyangkal
TAK
Kata penyangkal tak dengan fungsi untuk menyatakan
ingkar dapat digunakan di depan kata kerja atau kata sifat, sebagai varian dari
kata penyangkal TIDAK.
c.
Kata penyangkal
TIADA
Kata penyangkal TIADA digunakan dengan aturan:
1)
untuk menyatakan
tidak pernah digunakan di depan kata keja.
2)
untuk menyatakan
tidak ada digunakan di depan kata benda.
d.
Kata penyangkal
BUKAN
Kata penyangkal BUKAN digunakan dengan aturan:
1)
Untuk
mengingkari kebenaran sesuatu digunakan di depan kata benda.
Contoh:
- Ini bukan
mangga.
- Dia bukan murid
kelas dua.
- Orang itu bukan
pamanku.
2)
Untuk
mengingkari sesuatu, yang disertai dengan pembetulannya, digunakan:
Ø di depan kata benda
contoh: - Ini bukan
buah dukuh, melainkan buah menteng.
- Anak itu bukan
murid kelas dua, melainkan murid kelas
satu.
- Dia bukan
kakakku, melainkan adikku.
Ø di depan kata kerja
contoh: - Dia
bukan menulis, melainkan menggambar.
- Dia bukan menyanyi,
melainkan berteriak-teriak.
- Aya buk an
ditinjunnya melainkan di tendangnya.
3)
Untuk menegaskan
apakah orang yang diajak bicara pendapat dengan si pembicara’ digunakan pada
akhir kalimat tanya.
Contoh: - Kamu murid kelasdua , bukan?
- Anak itu tidak nakal, bukan?
- Gunung agung di Pulau Bali, bukan?
e.
Kata penyangkal
TANPA
Kata penyangkal TANPA sama artinya dengan ‘tidak
dengan’. Kata penyangkal ini digunakan di depan kata benda atau di depan kata
kerja.
Contoh:
-
Tanpa saya di
tidak mau pergi.
-
Tanpa bantuan
Anda pekerjaan ini tentu belum selesai.
-
Dia pergi begitu
saja tanpa pamit dulu dengan ibunya.
-
Tanpa dibaca
lebih dulu surat itu dirobeknya.
-
Barang itu
diterimanya tanpa mengucapkan terima kasih
10.
Kata Depan (Preposisi)
Preposisi
atau kata depan adalah kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina dan
verba di dalam suatu klausa. Misalnya kata di
dan dengan dalam kalimat.
-
Nenek duduk di kursi.
-
Kakek menulis
surat dengan pensil.
Secara
semantik preposisi ini meyatakan makna.
1. Tempat berada, yaitu di, pada, dalam, atas dan
antara.
2. Arah asal, yaitu preposisi dari.
3. Arah tujuan, yaitu preposisi ke, kepada, akan, dan
terhadap.
4. Pelaku, yaitu preposisi oleh.
5. Alat, yaitu preposisi dengan dan berkat.
6. Perbandingan, yaitu preposisi daripada.
7. Hal atau masalah, yaitu preposisi tentang dan
mengenai.
8. Akibat, yaitu
preposisi tentang dan mengenai.
9. Tujuan, yaitu preposisi untuk, buat, guna, dan bagi.
Catatan
kata seperti untuk dan bagi berlaku juga sebagai konjungsi. Untuk membedakannya
perlu diperhatikan bahwa kata yang termaksuk preposisi membentuk frase
preposisi dengan nomina yang mengikutinya, dan menduduki fungsi keterangan di
dalam klausa atau kalimat. Sedangkan konjungsi menggabungkan dua unsur
sintaksis baik kat, frase, klausa, maupun kalimat.
11.
Kata Penghubung (Konjungsi)
Konjungsi atau kata hubung adalah
kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan sintaksis, baik antara kata dengan
kata, antara frase dengan frase, antara klausa dengan klausa atau antara
kalimat dengan kalimat. Simak penggunaan kata dan, karena, dan sebaliknya pada
kalimat-kalimat berikut!
-
Ibu dan ayah pergi ke Bogor.
-
Dia tidak datang
karena hujan lebat sekali.
-
Orang-orang
pergi ke utara sebaliknya ia pergi ke
salatan.
Dilihat dari tingkat kedudukannya dibedakan adanya
(1) konjungsi koordinatif, (2) konjungsi subordinatif. Dilihat dari luas
jangkauannya ada (1) konjungsi intra kalimat dan (2) konjungsi antarkalimat.
a.
Konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang
menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih yang kedudukannnya sederajat atau
setara. Kemudian dilihat dari sifat hubungannya dikenal adannya konjungsi.
1. Menghubungkan menjumlahkan, yaitu konjungsi dan, dengan
dan serta.
2.
Menghubungkan
memilih, yaitu konjungsi atau.
3.
Menghubungkan
mempertentangkan, yaitu preposisi tetapi,
namun, sedangkan, dan sebaliknya.
4.
Menghubungkan
membetulkan, yaitu konjungsi melainkan
dan hanya.
5.
Menghubungkan
menegaskan, yaitu konjungsi bahkan, malah (malahan), lagipula, apalagi, jangankan.
6.
Menghubungkan
membatasi, yaitu konjungsi kecuali,
dan hanya.
7.
Menghubungkan
mengurutkan, yaitu konjungsi kemudian, lalu,
selanjutnya dan setelah itu.
8.
Menghubungkan
menyamakan, yaitu konjungsi yaitu, yakni,
ialah, adalah dan bahwa.
b.
Konjungsi
subordinatif
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang
menghubungkan dua unsur kalimat (klausa) yang kedudukannnya tidak sederajat.
Artinya kedudukan klausa yang satu lebih tinggi (sebagai klausa utama) dan yang
kedua sebagai klausa bawahan atau lebih rendah dari yang pertama. Konjungsi
subordinatif ini membedakan pula atas konjungsi yang menghubungkannya.
1. Menghubungkan menyatakan sebab akibat, yaitu
konjungsi sebab dan karena.
2. Menghubungkan menyatakan persyaratan, yaitu
konjungsi kalau, jikalau, jika, bila,
bilamana, apabila, dan asal.
3. Menghubungkan menyatakan tujuan, yaitu konjungsi agar dan supaya.
4. Menghubungkan menyatakan waktu, yaitu konjungsi ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala, sejak, sambil, dan selama.
5. Menghubungkan menyatakan akibat, yaitu konjungsi sampai, hingga, dan sehingga.
6. Menghubungkan menyatakan batas kejadian, yaitu
konjungsi sampai dan hingga.
7. Menghubungkan menyatakan tujuan atau sasaran, yaitu
konjungsi untuk dan guna.
8. Menghubungkan menyatakan penegasan, yaitu konjungsi meskipun, biarpun, kendatipun, dan sekalipun.
9. Menghubungkan menyatakan pengandaian, yaitu
konjungsi seandainya dan andaikata.
10. Menghubungkan menyatakan perbandingan, yaitu
konjungsi seperti, seperti dan laksana.
c.
Konjungsi
antarkalimat
Yang dimaksud dengan konjungsi antarkalimat adalah
konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat
yang lain yang berada dalam satu paragraf. Melihat sifat hubungannya dikenal
dengan adanya konjungsi antarkalimat yang:
1.
Menghubungkan
dan mengumpulkan, yaitu konjungsi jadi,
karena itu, oleh sebab itu, kalau
begitu, dan dengan demikian.
2.
Menghubungkan
menyatakan penegasan, yaitu konjungsi lagipula,
dan apalagi.
3.
Menghubungkan
mempertentangkan atau mengontraskan, yaitu konjungsi
namun dan sebaliknya.
12.
Kata Tanya
Kata-kata
yang digubakan sebagai pembantu di dalam kalimat yang menyatakan pertanyaan
disebut kata tanya. Kata tanya yang ada dalam bahasa Indonesia yaitu, apa,
siapa, mengapa, kenapa, bagaimana, berapa, mana, kapan, bila, bilamana.
a.
Kata Tanya Apa
Kata
tanya apa digunakan dengan aturan:
1)
untuk menanyakan
benda atau hal, baik tentang jenisnya ataun namanya, digunakan didepan kata
benda atau kata penggantinya.
Contoh: - Apa
ini?
-
Apa
isi lemari ini?
2)
Untuk menanyakan
nama atau nama jenis barang digunakan dibelakang kata benda atau frase benda
yang ditanyakan, dalam hal ini lazim juga digunakan partikel KAH.
Contoh : - Binatang
apa yang berbulu tebal itu?
- Buku apakah
yang kau pegang itu?
- Peristiwa itu terjadi pada bulan apa?
3)
Untuk menyatakan
benda digunakan pada awal kalimat dalam kalimat pasif yang berkata penghubung
YANG. Dalam hal ini lazim juga diberi partikel KAH.
Contoh: - Apakah yang kaucari di sini?
- Apakah yang diminta anak itu?
- Apakah yang harus kuberikan padamu?
4)
untuk meminta
pengakuan ya atau tidak/bukan digunakan:
Contoh: - Apakah kamu melihat sendiri peritiwa
itu?
- Apakah kamu mengambil buku itu?
- Apakah anak itu yang mengambil bukumu?
- Apakah dia anak Pak Ahmat?
- Apakah orang itu gurumu?
- Apakah kamu sudah makan?
b.
Kata Tanya Siapa
Kata
tanya siapa digunakan dengan aturan:
1)
Untuk menanyakan
nama digunakan di depan kata nama yang diikuti dengan kata benda yang menyatakan
orang atau kata ganti nya.
Contoh: - Siapa
nama anak itu?
- Siapa nama dokter itu?
- Siapa nama kucingmu?
2)
Untuk menanyakan
identitas orang (namanya, jabatanya, atau tanda pengenal lainnya) digunakan:
Ø di depan kata benda yang menyatakan orang (biaanya
berawalan pe-).
Contoh : - Siapa
penulis buku ini?
-
Siapa pengarang lagu ini?
Ø di depan frase dengan kata penghubung YANG.
Contoh
: - Siapa yang duduk di sana itu?
-
Siapa yanga akan kausurati
c.
Kata Tanya
Mengapa
Kata
tanya mengapa dengan fungsi untuk menyatakan sebab atau alaan yang digunakan
digunakan di muka kalimat berpredikat kata kerja atau kata sifat.
Contoh : - Mengapa
kamu tidak datang kemarin?
- Mengapa anak itu menangis?
- Mengapa gudung itu roboh?
Catatan:
Secara bebas kata tanya
mengapa dapat diganti dengan kata tanya kenapa. Namun, di sini penggunaannya
tidak dianjurkan.
d.
Kata Tanya
Bagaimana
Kata
tanya bagaimana digunakan denga aturan:
1)
Untuk menanyakan
keadaan digunakan di depan kata benda.
Contoh: - Bagaimana
cuaca di sana?
- Bagaimana harganya
- Bagaimana
kelakuaannya?
2)
Untuk menanyakan
cara atau proes digunakan di depan kata kerja. Secara bebas disertai kata CARA
di antara kata tanya BAGAIMANA dengan kata kerjanya itu.
Contoh : - Bagaimana cara merebu ketupat?
- Bagaimana cara mendidik anak seperti dia?
3)
Untuk menanyakan
apa yang harus dilakukan oleh atau terhadap sesuatu digunakan di depan kata
benda. Dengan hal lain ini diantaranya digunakan kata tanya BAGAIMANA itu
dengan kata bendanya perlu disisipkan kata depan DENGAN.
Contoh : - Kalau
kita dapat rumah dinas bagaimana
dengan rumah ini?
- Kalau daerah ini akan dijadikan waduk, bagaimana dengan penduduk di sini?
- Yang lulus UMPTN tentu saja sudah jelas nasibnya,
tetapi bagaimana dengan mereka yang
tidak lulus?
e.
Kata Tanya Berapa
Kata
tanya berapa digunakan dengan aturan:
1)
Untuk menanyakan
jumlah atau banyaknya seuatu yang digunakan di depan kata benda.
Contoh : - Berapa harga seekor ayam?
- Berapa jumlah murid di kelas V?
- Berapa gram berat gelang itu?
2)
Untuk menanyakan
‘besar, jumlah, nilai’ sesuatu pengertian kata benda hal atau kata benda
proses. Di antara kata tanya BERAPA dan kata benda itu lazim juga disisipkan
kata JAUH.
Contoh : - Berapa
jauh keterlibatan anak-anak itu dalam penyalahgunaan obat bius?
- Berapa jauh pengaruh Islam dalam Kesusastraan
Indonesia?
f.
Kata Tanya Mana
Kata
tanya mana digunakan dengan fungsi menanyakan ‘tempat keberadaan’ digunakan di
depan kata benda.
Contoh :-
Mana buku telepon itu?
-
Mana
temanmu itu?
-
Mana
surat-surat itu?
g.
Kata Tanya Kapan
Kata tanya kapan dengan
funsi untuk menanyakan waktu digunakan di depan kalimat berpredikat kata kerja.
Contoh : - Kapan
nenek akan datang?
-
Kapan
acara itu akan dimulai?
-
Kapan
kebakaran itu terjadi?
Catatan:
Kata tanya KAPAN dapat
diganti dengan kata tanya BILA atau BILAMANA.
13.
Kata Sandang (Artikulus)
Artikulus
atau kata sandang adalah kata-kata yang berfungsi sebagai penentu atau
mendefinisikan sesuatu nomina, ajektifa atau kelas lain. Artikulus yang ada
dalam bahsa Indonesia adalah si dan sang. Lalu, kalau konsep artikulus
disamakan dengan kosep the (dalam
bahasa Inggris), het dan de (dalam bahasa
Belanda), maka kata itu juga dapat termaksuk dalam artikulus. Simak contoh
berikut;
-
Mana si gendut, sejak tadi belum muncul.
-
Nama kucingku
adalah si manis.
-
Kami bertemu
dengan sang maha putra
-
Sang
surya menyinari alam semesta.
-
Sang
kancil adalah tokoh cerita binatang
Catatan:
h.
Penggunaan kata
Sandang SI dan SANG dapat menyatakan ejekan atau pujian, tergantung pada
intonasinya.
i.
Penggunaan kata
Sandang Indonesia tidak sama dengan penggunaan kata sandang (artikulus) yanga
ada dalam bahasa inggris atau belanda : the,
de atau het.
14.
Kata Seru (Interjeksi)
Interjeksi adalah kata-kata yang mengungkapkan
perasaan batin, misalnya, karena kaget, marah, terharu, kangen kagum, sedih dan
sebagainya. Dilihat dari strukturnya ada dua macam interjeksi. Pertama, yang
berupa kata-kata singkat wah, cih, hai,
oi, nah, dan hah. Kedua, yang
berupa kata-kata biasa, seperti aduh,
celaka, gila, kasian, bangsat, astaga, alhamdulillah dan masya Allah. Contoh-contoh pemakai;
-
“Wah mahal sekali!” kata ibu itu.
-
“Nah, rasakan olehmu akibatnya!” kata
ayah kepada orang itu.
-
“Alhamdulilah, akhirnya kita berhasil!”
seru ketu RT.
-
“Astaga, sudah siang begini kamu belu
bangun juga” teriak ibu kepada kakak.
-
“Hai, siapa namamu?” tanya kaka kepada
anak itu.
15. Partikel Penegas
Di
samping kata-kata yang termaksut kelas-kelas di atas ada pula sejumlah bentuk yg disini disebut partikel seperti kah, tah,
lah, pun, dan per. Partikel ini ada yang sebagai penegas, tetapi ada pula yang
bukan. Simak contoh-contoh berikut.
-
Apakah isi lemari itu?
-
Siapakah namamu yang sebenarnya?
-
Apalah dayaku menghadapi cobaan seperti
ini?
-
Dimanakah kamu tinggal?
-
Ambilah mana yang kamu suka!
-
Sayalah yang bersalah, bukan anak itu.
-
Saya tidak tau,
dia pun tidak tau.
-
Kalau kamu tidak
puas, saya pun tidak puas.
-
Gajih kau naik per satu april
Kata fatis adalah
kata-kata dalam bahasa lisan (percakapan) dengan fungsi-fungsi tertentu.
Misalnya kata sih, kan, ya, lho, seperti dalam kalimat:
-
Dia sih enak gajinya besar.
-
Suaminya kan pegawai kantor pajak.
-
Begini ya, kamu datang aja kerumahnya.
-
Lho,
kenapa kamu marah kepada saya.
Dalam ragam bahasa
nonformal kita dapati juga kata fatis yang lain seperti dong, kek, dan mah.
2.2.8
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
Kata dapat digolongkan berdasarkan ciri-cirinya. Berdasarkan maknanya kata
dapat digolongkan menjadi dua yaitu kata penuh dan kata penuh dan kata tugas.
Kata penuh adalah kata yang memiliki makna leksikal. Kata tugas adalah kata
yang tidak memiliki makna leksikal dan hanya memiliki makna gramatikal. Kata
penuh meliputi verba, adjektiva, adverbia, nomina, pronomina, dan numeralia. Kata
tugas meliputi preposisi, konjungtor, interjeksi, artikula, dan partikel
penegas.
Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), kata digolongkan
menjadi verba, adjektiva, adverbia, nomina, pronomina, numeralia, dan kata
tugas.
1. Verba
Verba sering disebut juga kata kerja. Ciri-ciri verba:
j.
Memiliki
fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun
dapat juga mempunyai fungsi lain. Misalnya:
-
Kakek tidur.
- Ibu tidak menulis novel.
b. Mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan
sifat atau kualitas.
c. Tidak diberi prefiks ter- yang
berarti ‘paling’. Misalnya verba mati
dan suka tidak dapat menjadi *termati atau *tersuka.
d. Pada umumnya tidak
dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan seperti agak, sangat, dan sekali karena
tidak ada bentuk *agak belajar, *sangat tidur, *duduk sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak membanggakan, dan mengharapkan sekali.
2.
Adjektiva
Adjektiva adalah kata yang
memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh
nomina dalam kalimat. Adjektiva sering disebut juga kata keadaan. Ciri-ciri
adjektiva:
a.
Adjektiva
memberikan makna kualitas atau keanggotaan dalam suatu golongan. Misalnya pohon tinggi, rumah besar, dan
baju merah.
b.
Adjektiva
dapat berfungsi sebagai predikat dan adverbial (keterangan) kalimat yang dapat
mengacu ke suatu keadaan. Misalnya: Ibu sedang sakit.
c.
Adjektiva
memiliki kemungkinan untuk menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan
acuan nomina yang diterangkannya dengan menambahkah kata sangat, agak, lebih, atau paling di depan adjektiva tersebut. Misalnya: sangat besar, agak
senang, lebih kecil, paling merah.
3.
Adverbia
Dalam tataran frasa, adverbia
merupakan kata yang menerangkan verba, adjektiva, atau adverbia lain. Sementara
itu, dalam tataran klausa, adverbia merupakan kata yang menerangkan
fungsi-fungsi sintaksis dalam klausa itu. Dalam tataran kalimat, adverbia
menerangkan seluruh kalimat. Adverbia sering disebut juga kata keterangan.
Contoh:
-
sangat marah (menerangkan kata marah)
-
Aku mau
makan nasi saja. (menerangkan fungsi
objek yaitu nasi)
-
Anaknya sudah lima (menerangkan fungsi predikat
yaitu lima)
-
Tampaknya ia serius. (menerangkan
kalimat)
4. Nomina
Dari segi semantisnya, nomina
adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau
pengertian. Misalnya dosen, tikus, kursi, bahasa. Dari segi
sintaksisnya, nomina mempunyai ciri-ciri:
a.
Menduduki
fungsi subjek, objek, atau pelengkap. Misalnya, ayah membelikan adik buku.
b.
Dapat
diingkarkan dengan kata bukan seperti
bukan buku, bukan rumah, dan tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak karena tidak ada bentuk *tidak buku, *tidak rumah, dsb.
c.
Umumnya
diikuti adjektiva, baik secara langsung maupun diantarai kata yang. Misalnya gadis cantik, gadis yang
cantik.
5. Pronomina
Pronomina adalah kata yang
dipakai untuk mengacu kepada nomina lain.
Misalnya:
-
Kakakku
sangat rajin. Ia selalu juara kelas.
(pronomina ia mengacu pada kata kakakku)
-
Rumah itu
mewah. Lantainya dari marmer.
(pronomina -nya mengacu pada rumah)
Pronomina menduduki fungsi sintaksis yang umumnya diduduki oleh nomina
seperti subjek, objek, dan—dalam macam
kalimat tertentu—juga predikat. Acuan pronomina dapat berpindah-pindah karena
bergantung kepada siapa yang menjadi pembicara/penulis, siapa yang menjadi
pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan. Pronomina sering disebut
juga sebagai kata ganti.
Ada tiga macam pronomina dalam
bahasa Indonesia yaitu:
a. Pronomina persona
Pronomina persona disebut juga kata ganti orang
atau pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang, baik diri sendiri (orang
pertama), orang yang diajak bicara (orang kedua), dan orang yang dibicarakan
(orang ketiga).
b. Pronomina
penunjuk
Pronomina penunjuk terdiri dari tiga macam yaitu pronomina penunjuk umum, pronomina
penunjuk tempat, dan pronomina penunjuk ihwal. Pronomina penunjuk umum ialah ini, itu,
dan anu. Pronomina penunjuk tempat
ialah sini, situ, sana. Pronomina
penunjuk ihwal ialah begini, begitu, dan demikian.
c. Pronomina
penanya
Pronomina penanya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah
pertanyaan. Dari segi maknanya yang ditanyakan dapat mengenai orang (siapa), barang atau benda (apa), dan pilihan (mana). Sebenarnya masih ada kata penanya lain meskipun bukan
pronomina yaitu kapan, bagaimana, berapa, dan mengapa.
6. Numeralia
Numeralia adalah kata yang
dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan
konsep. Ada dua macam numeralia dalam bahasa Indonesia yaitu numeralia
pokok/kardinal yang dapat memberi jawab atas pertanyaan “Berapa?” seperti satu,
dua, seratus, sejuta, dsb., dan numeralia tingkat/ordinal yang dapat memberi
jawab atas pertanyaan “Yang keberapa?” seperti ketiga, kelima puluh, keseribu,
dsb.
7. Kata Tugas
Kata tugas merupakan kelas
kata yang hanya memiliki makna gramatikal dan tidak memiliki makna leksikal.
Kata tugas baru bermakna apabila dirangkai dengan kelas kata lain. Misalnya di rumah, aku dan kau, setelah kita
makan, dll. Kata tugas tidak dapat menjadi dasar pembentukan kata lain.
Misalnya, nomina tani dapat
diturunkan menjadi kata bertani, petani, pertanian, dsb. Namun kata tugas dari tidak dapat menjadi *mendarikan
(me[N]-kan + dari), *pendari (pe[N]-
+ dari), dsb.
Kata tugas dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi lima berdasarkan
peranannya dalam frasa atau kalimat.
a. Preposisi
Preposisi atau kata depan menandai hubungan makna antara konstituen di
depan preposisi tersebut dengan konstituen di belakangnya. Misalnya, dalam
frasa tidur di kamar, preposisi di menyatakan hubungan makna keberadaan
antara tidur dan kamar. Menurut Prof. Drs. M. Ramlan, preposisi dalam bahasa
Indonesia berjumlah 115 kata. Contoh preposisi antara lain: di, ke, dari,
kepada, daripada, untuk, sebab, dsb.
b. Konjungtor
Konjungtor atau kata hubung atau kata sambung adalah kata tugas yang
menghubungkan dua satuan kebahasaan yang sederajat: kata dengan kata, frasa
dengan frasa, atau klausa dengan klausa. Misalnya:
-
aku dan kau
-
kenaikan
harga serta kemiskinan rakyat
-
Ayah tidur
tetapi ibu memasak.
-
Ketika ayah
tidur, ibu sedang memasak.
c. Interjeksi
Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati
pembicara. Sebenarnya, tanpa interjeksi perasaan pembicara sudah dapat
diungkapkan dengan kalimat yang utuh. Namun, keberadaan interjeksi akan
memperkuat rasa hati tersebut. Misalnya untuk mengungkapkan betapa indahnya
sebuah pemandangan, orang tidak hanya akan berkata, “Indah sekali pemandangan
ini”, tetapi orang biasa menggunakan interjeksi amboi sehingga menjadi, “Amboi, indah sekali pemandangan ini.”
Dengan kata amboi di atas orang tidak hanya mengungkapkan fakta akan keindahan
pemandangan tetapi juga rasa hatinya. Contoh interjeksi misalnya wah, sialan,
ayo, nah, dsb.
d. Artikula
Artikula atau kata sandang adalah kata tugas yang membatasi makna nomina.
Artikula memiliki tiga kelompok yaitu (1) yang bersifat gelar seperti sang,
sri, hang, dan dang, (2) yang mengacu ke makna kelompok seperti para, (3) yang
menominalkan seperti si dan yang.
e. Partikel
penegas
Kategori partikel penegas meliputi kata yang tidak tertakluk pada perubahan
bentuk dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang diiringinya. Ada empat macam
pertikel penegas yaitu –kah, -lah, -tah, dan pun.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami buat dapat
disimpulkan bahwa Kelas kata atau sering juga disebut dengan jenis kata adalah pengelompokkan
atau penggolongan kata untuk menemukan suatu sistem dalam bahasa. Dalam hal
ini kata-kata yang mempunyai karakter, ciri, atau kategori yang sama
dimaksukkan ke dalam satu kelas atau kelompok yang sama.
Penggolongan
kelas kata antara ahli yang satu dengan ahli lain pun berbeda. Slametmuljana kata
dapat digolongkan menjadi empat regu yaitu: (1) kata-kata yang pada hakekatnya
hanya rnelakukan jabatan gatra sebutan; (2) kata-kata yang dapat melakukan
jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan; (3) kata-kata pembantu regu II; dan
(4) kata-kata pembantu pertalian. Anton M. Moeliono menggolongkan kata
berdasarkan kesamaan perilaku sintaktik. Beliau menggolongkannya menjadi tiga
rumpun yaitu: (1) rumpun nominal, (2) rumpun verbal, dan (5) rumpun
partikel. Wojowasito membagi kata menjadi sembilan jenis. Gory Keraf
membagi kata menjadi empat jenis, kata benda,kerja, sifat dan tugas. M Ramlan
membagi kata menjadi dua belas jenis. Harimukti Kridalaksana membagi kata
menjadi tiga belas jenis. Sedangkan Abdul chaer membagi kata menjadi sebelas jenis.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan
pengetahuan dan dapat menjadi referensi bagi para pembaca. Selain itu, saran
dan kritik dari para pembaca juga sangat dibutuhkan demi perkembangan bahasan
makalah ini selanjutnya.
RUJUKAN
Chaer,
Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia
(Pendekatan Proses). Jakarta: PT Rineka Cipta, hal. 63-104. Cet. 1
Departemen Pendidikan Nasional (2008).Kamus Luhur Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Referensi Utama. Hal 970. Cet. Pertama Edisi IV
Kridalaksana,
Harimurti (2004).Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia
Referensi Utama. Hal 5-6. Cet.4
Lingga,
Hotben (2006). Advance English Grammar for TOEFL Preparation.
Jakarta:Puspa Swara. Hal 2-6
4 komentar:
tolong kalau menulis artikel sertakan juga referensinya supaya anda tidak dikatakan sebagai plagiat. terima kasih
Saya mengucapkan banyak terimakasih tulisannya menarik dan bermanfaat bagi saya. Hanya saja tak ada referensinya. Tolong upload lagi sources nya.
Terima kasih tulisannya sangat bermanfaat.
Terima kasih
Posting Komentar